DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

HUKUM DAN PENDAPAT ULAMA TERKAIT PENAMBAHAN KALIMAT SAYYINA PADA SHALAWAT DIDALAM DAN DILUAR SHALAT

Hukum dan Pendapat Ulama Terkait Penambahan Kalimat Sayyidina pada Shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ di dalam dan di luar Shalat

Deskripsi Masalah:
Penambahan kalimat Sayyidina dalam shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ, baik di dalam maupun di luar shalat, menjadi salah satu persoalan yang sering dipertanyakan oleh masyarakat muslim. Sebagian umat Islam merasa bahwa menyebut Nabi Muhammad ﷺ dengan tambahan gelar kehormatan seperti Sayyidina (artinya: “Tuan kami”) adalah bentuk adab dan penghormatan yang tinggi. Namun, ada pula yang berpendapat bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan redaksi shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, khususnya dalam shalat, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama.

1. Apakah menambahkan “Sayyidina” dalam shalawat Ibrahimiyyah, baik dalam shalat maupun di luar shalat, dibolehkan menurut syariat?

2. Bagaimana pandangan para ulama mengenai hukum dan keutamaan penambahan ini?

Waalaikum salam

Jawaban tentang Hukum dan Pendapat Ulama terkait Penambahan dalam shalawat kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan “Sayyidina” dalam Shalat dan di Luar Shalat

Pertama: Penambahan dengan “Sayyid”
A. Dalam Shalat

1. Dasar Penetapan

Lafaz shalawat Ibrahimiyyah yang diajarkan Nabi ﷺ dan diriwayatkan dalam kitab-kitab hadis serta fikih tidak memuat tambahan kata “Sayyidina.” Contohnya, riwayat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim menampilkan lafaz shalawat sebagaimana diajarkan Nabi ﷺ kepada para sahabat tanpa tambahan ini.

Oleh karena itu, sebagian ulama yang diantaranya adalah imam Albuthiy  berpendapat bahwa menambahkan kata “Sayyidina” dalam shalawat Ibrahimiyyah, khususnya saat shalat, tidak dianjurkan( tidak disunnatkan). Alasan karena ibadah shalat bersifat tauqifi (harus sesuai dengan tuntunan langsung Nabi ﷺ) dan justru inilah yang termasuk bagian dari adab  dengan tidak menambahkan kata Sayyina.

2. Pendapat yang Memperbolehkan

Sebagian ulama muta’akhirin (generasi akhir) seperti Al-‘Izz bin Abdus Salam, Ar-Ramli, dan Al-Qalyubi dari mazhab Syafi’i, serta ulama Hanafi seperti Al-Hashkafi dan Ibn ‘Abidin, menganjurkan( Mensunnahkan) penambahan kata “Sayyidina” sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi ﷺ.

Mereka berpendapat bahwa penghormatan dalam shalat kepada Nabi ﷺ, yang merupakan pemimpin umat manusia, lebih utama daripada sekadar mengikuti lafaz asli, selama tidak mengubah makna atau tujuan doa.

3. Kesimpulan Hukum dalam Shalat

Bagi yang tidak menambahkan kata “Sayyidina,” mereka mengikuti tuntunan Nabi ﷺ secara literal, yang sesuai dengan kaidah tauqifi, dan mengikutinya dengan tidak menambah termasuk bagian dari adab ini menurut Imam Al-Buthiy

Sedangkan yang menambahkan kata “Sayyidina,” mereka mengikuti pendekatan adab dan penghormatan, dengan syarat bahwa tambahan tersebut tidak mengubah makna doa atau syarat sah shalat.

B. Di Luar Shalat

1. Konsensus /ijma’ Ulama

Para ulama sepakat bahwa Nabi ﷺ adalah pemimpin seluruh manusia (as-Sayyid al-Basyar), sebagaimana ditegaskan dalam hadis:

“Aku adalah pemimpin anak-anak Adam tanpa kesombongan.” (HR. Muslim)

2. Pandangan tentang Penggunaan “Sayyidina”

Sebagian ulama menyatakan bahwa menyebut Nabi ﷺ dengan “Sayyidina” adalah bagian dari adab dan penghormatan. Asy-Syarqawi menyebutkan bahwa istilah ini merupakan tanda kehormatan yang melekat pada beliau.

Namun, terdapat hadis yang menunjukkan sifat tawadhu’ Nabi ﷺ. Ketika beliau disebut sebagai “pemimpin,” beliau bersabda:

“Pemimpin itu hanya Allah, Tabaraka wa Ta’ala.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, sanad shahih).
Dalam konteks ini, Nabi ﷺ mengarahkan umat agar menyebut beliau sebagai Nabi dan Rasul, dan tidak menggunakan istilah yang berpotensi mengurangi keagungan Allah.

3. Kesimpulan Hukum di Luar Shalat

Penggunaan “Sayyidina” di luar shalat secara umum diperbolehkan dan bahkan dianjurkan sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi ﷺ.

Namun, hal ini tetap harus dilakukan dengan menjaga adab agar tidak menimbulkan kesalahpahaman bahwa penghormatan ini menyamai sifat rububiyah (ketuhanan) Allah Ta’ala.

Kesimpulan Akhir

Dalam Shalat: Pendapat ulama berbeda. Menambahkan “Sayyidina” diperbolehkan oleh sebagian ulama dengan alasan penghormatan, sementara yang lain melarangnya dengan alasan keharusan mengikuti lafaz asli secara tauqifi.

Di Luar Shalat: Mayoritas ulama membolehkan dan menganjurkan penggunaan “Sayyidina” sebagai penghormatan kepada Nabi ﷺ, selama tetap menjaga akidah dan tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Referensi
Almausuu’ah Alfiqhiyyah alkuwaitiyyah XI/246247

( أَوَّلاً )

التَّسْوِيدُ مِنَ السِّيَادَةِ

تَسْوِيدُ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :

اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي حُكْمِ تَسْوِيدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصَّلاَةِ ، وَحُكْمِ تَسْوِيدِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَيْرِ الصَّلاَةِ .

أ – فِي الصَّلاَةِ :

٧ – وَرَدَ لَفْظُ الصَّلَوَاتِ الإِْبْرَاهِيمِيَّةِ فِي كُتُبِ الْحَدِيثِ وَالْفِقْهِ مَأْثُورًا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ ( سَيِّدِنَا ) قَبْل اسْمِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ . وَأَمَّا إِضَافَةُ لَفْظِ ( سَيِّدِنَا ) فَرَأَى مَنْ لَمْ يَقُل بِزِيَادَتِهَا الاِلْتِزَامَ بِمَا وَرَدَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لأَِنَّ فِيهِ امْتِثَالاً لِمَا وَرَدَ عَنْهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ غَيْرِ زِيَادَةٍ فِي الأَْذْكَارِ وَالأَْلْفَاظِ الْمَأْثُورَةِ عَنْهُ ، كَالأَْذَانِ وَالإِْقَامَةِ وَالتَّشَهُّدِ وَالصَّلاَةِ الإِْبْرَاهِيمِيَّةِ .

وَأَمَّا بِخُصُوصِ زِيَادَةِ ( سَيِّدِنَا ) فِي الصَّلاَةِ الإِْبْرَاهِيمِيَّةِ بَعْدَ التَّشَهُّدِ ، فَقَدْ ذَهَبَ إِلَى اسْتِحْبَابِ ذَلِكَ بَعْضُ الْفُقَهَاءِ الْمُتَأَخِّرِينَ كَالْعِزِّ بْنِ عَبْدِ السَّلاَمِ وَالرَّمْلِيِّ وَالْقَلْيُوبِيِّ وَالشَّرْقَاوِيِّ مِنَ الشَّافِعِيَّةِ ، وَالْحَصْكَفِيِّ وَابْنِ عَابِدِينَ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ مُتَابَعَةً لِلرَّمْلِيِّ

الشَّافِعِيِّ ، كَمَا صَرَّحَ بِاسْتِحْبَابِهِ النَّفَرَاوِيُّ مِنَ الْمَالِكِيَّةِ .

وَقَالُوا : إِنَّ ذَلِكَ مِنْ قَبِيل الأَْدَبِ ، وَرِعَايَةُ الأَْدَبِ خَيْرٌ مِنَ الاِمْتِثَال ، كَمَا قَال الْعِزُّ بْنُ عَبْدِ السَّلاَمِ (١) .

ب – فِي غَيْرِ الصَّلاَةِ :

٨ – أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى ثُبُوتِ السِّيَادَةِ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى عَلَمِيَّتِهِ فِي السِّيَادَةِ . قَال الشَّرْقَاوِيُّ : فَلَفْظُ ( سَيِّدِنَا ) عَلَمٌ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . وَمَعَ ذَلِكَ خَالَفَ بَعْضُهُمْ وَقَالُوا : إِنَّ لَفْظَ السَّيِّدِ لاَ يُطْلَقُ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى ؛ لِمَا رُوِيَ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ مُطَرِّفٍ قَال : قَال أَبِي : انْطَلَقْتُ فِي وَفْدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا : أَنْتَ سَيِّدُنَا ، فَقَال : السَّيِّدُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى . قُلْنَا : وَأَفْضَلُنَا فَضْلاً وَأَعْظَمُنَا طَوْلاً ، قَال : قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَوْ بَعْضِ قَوْلِكُمْ ، وَلاَ يَسْخَرْ بِكُمُ الشَّيْطَانُ . (٢) وَفِي حَدِيثٍ آخَرَ أَنَّهُ جَاءَهُ رَجُلٌ قَال : أَنْتَ سَيِّدُ قُرَيْشٍ ، فَقَال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : السَّيِّدُ اللَّهُ . (٣)

قَال ابْنُ الأَْثِيرِ فِي النِّهَايَةِ : أَيْ هُوَ الَّذِي يَحِقُّ لَهُ السِّيَادَةُ ، كَأَنَّهُ كَرِهَ أَنْ يُحْمَدَ فِي وَجْهِهِ ، وَأَحَبَّ التَّوَاضُعَ . وَمِنْهُ الْحَدِيثُ لَمَّا قَالُوا : أَنْتَ سَيِّدُنَا ، قَال : قُولُوا بِقَوْلِكُمْ أَيِ ادْعُونِي نَبِيًّا وَرَسُولاً كَمَا سَمَّانِي اللَّهُ ، وَلاَ تُسَمُّونِي سَيِّدًا كَمَا تُسَمُّونَ رُؤَسَاءَكُمْ ، فَإِنِّي لَسْتُ كَأَحَدِهِمْ مِمَّنْ يَسُودُكُمْ فِي أَسْبَابِ الدُّنْيَا .

وَأَضَافَ ابْنُ مُفْلِحٍ إِلَى مَا سَبَقَ : وَالسَّيِّدُ يُطْلَقُ عَلَى الرَّبِّ ، وَالْمَالِكِ ، وَالشَّرِيفِ ، وَالْفَاضِل ، وَالْحَكِيمِ ، وَمُتَحَمِّل أَذَى قَوْمِهِ ، وَالزَّوْجِ ، وَالرَّئِيسِ ، وَالْمُقَدَّمِ .

وَقَال أَبُو مَنْصُورٍ : كَرِهَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُمْدَحَ فِي وَجْهِهِ وَأَحَبَّ التَّوَاضُعَ لِلَّهِ تَعَالَى ، وَجَعَل السِّيَادَةَ لِلَّذِي سَادَ الْخَلْقَ أَجْمَعِينَ . وَلَيْسَ هَذَا بِمُخَالِفٍ لِقَوْلِهِ لِسَعْدِ بْنِ مُعَاذٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حِينَ قَال لِقَوْمِهِ الأَْنْصَارِ : قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُمْ (٤) أَرَادَ أَنَّهُ أَفْضَلُكُمْ رَجُلاً وَأَكْرَمُكُمْ . وَأَمَّا صِفَةُ اللَّهِ جَل

___________________

(١) رد المحتار على الدار المختار ١١ / ٣٤٥ ، والفواكه الدواني على رسالة القيرواني ٢ / ٤٦٤ ، والقليوبي ١ / ١٦٧ ، وشرح الروض ١ / ١٦٦ ، وحاشية الشرقاوي على تحفة الطلاب ١ / ٢١ ، ١٩٣ ، والمغني لابن قدامة ١ / ٥٤١ – ٥٤٢ – ٥٤٣ – ونيل الأوطار ٢ / ٣٢٦ ، والقول البديع في الصلاة على الحبيب الشفيع ص ١٠١ ، وفتاوى ابن حجر العسقلاني نقلا عن ” إصلاح المساجد من البدع والعوائد ” للقاسمي ١٤٠ ط ( ٥ ) والمكتب الإسلامي .

(٢) حديث : ” قولوا بقولكم أو بعض قولكم . . . ” أخرجه أبو داود ( ٥ / ١٥٥ – ط عزت عبيد دعاس ) . وقال ابن حجر في الفتح ( ٥ / ١٧٩ – ط السلفية ) : رجاله ثقات .

(٣) حديث : ” السيد الله ” أخرجه أحمد ( ٤ / ٢٤ – ط الميمنية ) . من حديث مطرف بن عبد الله بن الشخير وإسناده صحيح .

(٤) حديث : ” قوموا إلى سيدكم ” أخرجه البخاري ( ٦ / ١٦٤ – الفتح – ط السلفية ) .

Pertama: Pensifatan dengan “Sayyid”
Pensifatan Nabi ﷺ sebagai “Sayyidina”:

A. Dalam Shalat:

1. Lafaz salawat Ibrahimiyyah yang tercantum dalam kitab-kitab hadis dan fikih dinukil dari Nabi ﷺ tanpa tambahan kata “Sayyidina” sebelum nama beliau ﷺ.
2. Bagi yang tidak menambahkan kata “Sayyidina,” mereka berpegang pada apa yang diriwayatkan dari Nabi ﷺ tanpa adanya tambahan dalam zikir maupun lafaz yang telah disyariatkan, seperti azan, iqamah, tasyahud, dan salawat Ibrahimiyyah.
3. Adapun mengenai tambahan “Sayyidina” dalam salawat Ibrahimiyyah setelah tasyahud, sebagian ulama muta’akhirin menganjurkannya. Di antara mereka adalah Al-‘Izz bin Abdus Salam, Ar-Ramli, Al-Qalyubi, dan Asy-Syarqawi dari mazhab Syafi’i, serta Al-Hashkafi dan Ibn ‘Abidin dari mazhab Hanafi yang mengikuti pendapat Ar-Ramli Asy-Syafi’i. Anjuran ini juga dinyatakan oleh An-Nafarawi dari mazhab Maliki.
4. Mereka mengatakan bahwa tambahan tersebut merupakan bentuk penghormatan, dan menjaga adab lebih utama dibandingkan sekadar menjalankan perintah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-‘Izz bin Abdus Salam.

B. Di Luar Shalat:

1. Umat Islam telah sepakat tentang ketetapan kepemimpinan (as-siyaadah) bagi Nabi ﷺ dan bahwa beliau merupakan sosok utama dalam hal ini.
2. Asy-Syirqawi mengatakan bahwa kata “Sayyidina” merupakan tanda yang melekat pada Nabi ﷺ.
3. Namun, sebagian ulama berbeda pendapat dan menyatakan bahwa kata “sayyid” hanya pantas disematkan kepada Allah Ta’ala berdasarkan hadis:

Abu Nadhrah meriwayatkan dari Mutarrif, dari ayahnya yang berkata: “Kami pergi bersama delegasi Bani Amir kepada Nabi ﷺ dan berkata, ‘Engkau adalah pemimpin kami.’ Beliau ﷺ menjawab, ‘Pemimpin itu hanya Allah, Tabaraka wa Ta’ala.’ Kami berkata, ‘Engkau adalah orang yang paling utama dan paling mulia di antara kami.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah sebagaimana yang biasa kalian katakan atau sebagian darinya, dan jangan sampai setan memperdaya kalian.'”

Dalam hadis lain, seorang laki-laki berkata kepada Nabi ﷺ, “Engkau adalah pemimpin Quraisy.” Beliau ﷺ menjawab, “Pemimpin itu hanya Allah.”
4. Ibnul Atsir dalam An-Nihayah menjelaskan bahwa Nabi ﷺ tidak ingin dipuji di hadapannya dan lebih menyukai sifat tawadhu’.
5. Dari hadis tersebut, beliau ingin agar umat memanggilnya sebagai Nabi dan Rasul sebagaimana yang Allah sebutkan, dan tidak menyebutnya dengan istilah pemimpin (sayyid) sebagaimana mereka menyebut pemimpin duniawi lainnya.
6. Ibn Muflih menambahkan bahwa kata “sayyid” dapat bermakna: Tuhan, pemilik, orang mulia, orang yang utama, orang bijak, orang yang sabar atas gangguan kaumnya, suami, pemimpin, dan orang yang dimuliakan.
7. Abu Manshur menyatakan bahwa Nabi ﷺ tidak ingin dipuji di hadapan beliau dan lebih memilih sifat tawadhu’ untuk Allah Ta’ala. Beliau juga menegaskan bahwa kepemimpinan hakiki hanya milik Allah yang memimpin seluruh makhluk.
8. Pernyataan ini tidak bertentangan dengan ucapan beliau kepada kaum Anshar tentang Sa’ad bin Mu’adz: “Berdirilah kepada pemimpin kalian.” Maksudnya adalah bahwa Sa’ad adalah orang terbaik di antara mereka dan yang paling mulia.

Sumber Catatan:

1. Raddul Muhtar XI/345; Al-Fawakih Ad-Dawani II/464; Qalyubi I/167; Syarah Ar-Raudh I/166; Hasyiyah Asy-Syarqawi I/21 dan 193; Al-Mughni karya Ibn Qudamah I/541-543; Nailul Authar II/326; Al-Qaul Al-Badi’ hlm. 101; fatwa Ibn Hajar dalam Ishlahul Masajid karya Al-Qasimi, hlm. 140.
2. Hadis riwayat Abu Dawud, disebutkan dalam Fathul Bari V/179.
3. Hadis riwayat Ahmad IV/24, sanadnya shahih.
4. Hadis riwayat Al-Bukhari, VI/165.

Referensi

نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج مع
حاشية الشبراملسي — شمس الدين الرملي، ج ١ ص ٥٣٠*
`وَالْأَفْضَلُ الْإِتْيَانُ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ كَمَا قَالَهُ ابْنُ ظَهِيرَةَ وَصَرَّحَ بِهِ جَمْعٌ وَبِهِ أَفْتَى الشَّارِحُ لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ بِمَا أُمِرْنَا بِهِ وَزِيَادَةُ الْأَخْبَارِ بِالْوَاقِعِ الَّذِي هُوَ أَدَبٌ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ تَرْكِهِ` وَإِنْ تَرَدَّدَ فِي أَفْضَلِيَّتِهِ الْإِسْنَوِيُّ، وَأَمَّا حَدِيثُ «لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ» فَبَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْحُفَّاظِ، وَقَوْلُ الطُّوسِيِّ: إنَّهَا مُبْطِلَةٌ غَلَطٌ.
_________________
(قَوْلُهُ: لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ إلَخْ) يُؤْخَذُ مِنْ هَذَا سَنُّ الْإِتْيَانِ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ فِي الْأَذَانِ، وَهُوَ ظَاهِرٌ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ تَعْظِيمُهُ ﷺ بِوَصْفِ السِّيَادَةِ حَيْثُ ذُكِرَ.
لَا يُقَالُ: لَمْ يَرِدْ وَصْفُهُ بِالسِّيَادَةِ فِي الْأَذَانِ.
لِأَنَّا نَقُولُ: كَذَلِكَ هُنَا وَإِنَّمَا طَلَبَ وَصْفَهُ بِهَا لِلتَّشْرِيفِ وَهُوَ يَقْتَضِي الْعُمُومَ فِي جَمِيعِ الْمَوَاضِعِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُهُ ﵊
[حاشية الرملي الكبير]
قَوْلُهُ: فَعَلَى الْأَوَّلِ يُسْتَحَبُّ دُونَ الثَّانِي) قَالَ ابْنُ ظَهِيرَةَ الْأَفْضَلُ الْإِتْيَانُ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ كَمَا صَرَّحَ بِهِ جَمْعٌ وَبِهِ أَفْتَى الْجَلَالُ الْمَحَلِّيُّ جَازِمًا بِهِ قَالَ؛ لِأَنَّ فِيهِ الْإِتْيَانَ بِمَا أُمِرْنَا بِهِ وَزِيَادَةَ الْإِخْبَارِ بِالْوَاقِعِ الَّذِي هُوَ أَدَبٌ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ تَرْكِهِ، وَإِنْ تَرَدَّدَ فِي أَفْضَلِيَّتِهِ الْإِسْنَوِيُّ. اهـ.
وَحَدِيثُ «لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ» بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ كَمَا قَالَهُ بَعْضُ مُتَأَخِّرِي الْحُفَّاظِ وَقَوْلُهُ الْأَفْضَلُ الْإِتْيَانُ بِلَفْظِ السِّيَادَةِ أَشَارَ إلَى تَصْحِيحِهِ.

Kitab Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj dengan Hasyiah al-Syabramalisi – Karya Syamsuddin al-Ramli, Juz 1, Halaman 530

“Dan yang lebih utama adalah menyebutkan kata sayyid sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Zhahirah dan ditegaskan oleh banyak ulama, dan hal ini difatwakan oleh pensyarah karena di dalamnya terdapat pemenuhan terhadap apa yang diperintahkan kepada kita, serta tambahan berupa pemberitahuan terhadap kenyataan yang merupakan bentuk adab. Maka hal itu lebih utama daripada meninggalkannya.”

(Penjelasan Hasyiah al-Syabramalisi):
“Dari sini diambil kesunnahan menyebutkan kata sayyid dalam azan, dan hal ini jelas karena tujuan menyebutkan kata tersebut adalah untuk mengagungkan Nabi ﷺ dengan deskripsi sebagai pemimpin di mana pun beliau disebutkan. Tidak dapat dikatakan bahwa penyifatan beliau dengan sayyid tidak disebutkan dalam azan, karena kami mengatakan bahwa hal yang sama berlaku di sini. Permintaan untuk menyifati beliau dengan sayyid adalah demi penghormatan, dan hal ini berlaku secara umum di semua tempat di mana nama beliau disebutkan ﷺ.”

(Penjelasan Teks):
“Maka menurut pendapat pertama, hal itu dianjurkan, berbeda dengan pendapat kedua. Ibnu Zhahirah mengatakan bahwa menyebutkan kata sayyid adalah lebih utama sebagaimana ditegaskan oleh banyak ulama, dan pendapat ini difatwakan dengan tegas oleh Jalal al-Mahalli. Ia mengatakan bahwa di dalamnya terdapat pemenuhan terhadap apa yang diperintahkan kepada kita, serta tambahan berupa pemberitahuan terhadap kenyataan yang merupakan adab. Hal itu lebih utama daripada meninggalkannya, meskipun al-Isnawi masih meragukan keutamaannya.”

Adapun hadis “Janganlah kalian menyebutku dengan sebutan sayyid dalam shalat” adalah hadis batil yang tidak memiliki asal, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian ahli hadis mutaakhirin. Demikian pula, pendapat yang menyatakan bahwa menyebutkan kata sayyid membatalkan shalat adalah kesalahan.

إستفتيات الناس للإمام الشهيد البوطي .ص ١٠٠
“إطلاق لفظ “سيدنا” بحق رسول الله صلى الله عليه وسلم في الصلاة
هناك من يقول إن الإتباع مقدم على الأدب، وهناك من يقول إن الأدب مقدم على الإتباع. فما هو الصواب في مسألة تسييد النبي صلى الله عليه وسلم في الصلاة؟ وهل الأدب في تسييده مقدم أم أن الاتباع (وهو عدم التسيد) هو المقدم؟ وأيضًا في دعاء القنوت في صلاة الفجر، هل أتلفظ بالسيادة أم لا أتلفظ؟
نقول ما يقرره الفقهاء من أن الالتزام بالنص على النحو الوارد هو المطلوب لا سيما في الصلاة وصيغة الصلاة الإبراهيمية التي وصلتنا من فم رسول الله صلى الله عليه وسلم خالية من التسييد، إذن ينبغي الالتزام بالوارد. وهذا أدب واتباع بآن واحد. ومتى كان الاتباع منفكاً عن الأدب، ولكن إن أراد أحدنا أن يعتمد صياغة للصلاة على رسول الله صلى الله عليه وسلم من عنده كصاحب دلائل الخيرات مثلاً، فلا مانع من ذكر السيادة، لأن ذلك لا ينافي الاتباع. أما النصوص الواردة فما ينبغي التزيد عليها.

“Penggunaan Kata ‘Sīdanā’ (Tuan Kami) untuk Rasulullah SAW dalam Salat
Ada yang berpendapat bahwa mengikuti sunnah lebih diutamakan daripada adab, dan ada pula yang berpendapat bahwa adab lebih diutamakan daripada mengikuti sunnah. Lalu, manakah yang benar dalam masalah menggunakan kata ‘Sīdanā’ untuk Nabi SAW dalam salat? Apakah adab dalam menggunakan kata tersebut lebih diutamakan atau mengikuti sunnah (tidak menggunakan kata tersebut) yang lebih diutamakan? Dan juga, dalam doa qunut pada salat subuh, apakah kita boleh menggunakan kata ‘Sīdanā’ atau tidak?
Kami katakan seperti yang dijelaskan oleh para ulama, bahwa berpegang teguh pada teks yang shahih adalah yang paling utama, terutama dalam salat. Dan mengingat formula salat Ibrahimiyah yang sampai kepada kita dari lisan Rasulullah SAW tidak mengandung kata ‘Sīdanā’, maka kita harus berpegang pada yang telah sampai. Ini merupakan bentuk adab dan mengikuti sunnah sekaligus. Kapan pun mengikuti sunnah terlepas dari adab? Namun, jika seseorang ingin menggunakan formula salat untuk Rasulullah SAW yang berasal dari dirinya sendiri seperti yang dilakukan oleh penulis kitab Dalāʾil al-Khairāt misalnya, maka tidak mengapa menyebutkan kata ‘Sīdanā’, karena hal itu tidak bertentangan dengan mengikuti sunnah. Adapun teks-teks yang shahih, maka janganlah kita menambah-nambahnya.

Dikutip dari Kitab Istiftayatunnas lil imam syahid Albuti..hal 100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM