DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

DPP IKABA

DEWAN PIMPINAN PUSAT IKATAN ALUMNI BATA-BATA

Kategori
Bahtsul Masail Muamalat

HUKUM MEMASANG PIPA AIR DI JALAN RAYA/JALAN UMUM

HUKUM MEMASANG PIPA AIR DI JALAN RAYA/JALAN UMUM

Deskripsi Masalah:

Sebagaimana yang kita maklumi, sesuai keterangan hadits bahwa air dan api merupakan kebutuhan pokok sehari-hari bagi manusia, baik untuk diminum maupun untuk memasak dengan niatan beribadah, serta keperluan lainnya. Namun, muncul permasalahan terkait cara orang mendapatkan air. Kadang kala, orang menyalurkan air dari suatu tempat ke tempat lain. Di masyarakat, hal yang umum terjadi adalah menyambung air dari kampung sebelah ke rumahnya, yang harus melewati jalan umum. Akhirnya, jalan umum tersebut digali agar bisa dilewati oleh pipa air atau paralon, lalu ditutup kembali. Kalau tidak demikian maka risikonya lebih besar terkadang bisa ditabrak mobil ketika mengangkut air bagi yang tanpa pipa  .

Pertanyaan:

a. Bagaimana hukum menggali jalan umum untuk bisa dilewati pipa air/paralon sebagaimana deskripsi?

Waalaikum salam.

Jawaban

Dalam Islam, penggunaan jalan umum harus memperhatikan prinsip maslahah (kemaslahatan umum) dan tidak boleh menimbulkan bahaya atau kerusakan (la dharara wa la dhirara). Berikut adalah beberapa poin penting yang dapat dijadikan panduan:

1. Hukum Dasar Jalan Umum

Jalan umum adalah fasilitas yang dimiliki oleh seluruh masyarakat, sehingga penggunaannya harus sesuai dengan kemaslahatan umum. Islam melarang seseorang menggunakan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi jika mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Hal ini didasarkan pada hadits:

 “لا ضرر ولا ضرار”

(رواه ابن ماجه )

“Tidak boleh membahayakan (diri sendiri), dan tidak boleh membahayakan (orang lain)” (HR. Ibn Majah, Malik, dan Ahmad).

2. Ketentuan Pemasangan Pipa

Menggali jalan umum untuk memasang pipa/paralon diperbolehkan dengan syarat:

Meminta izin atau kebijakan dari pihak berwenang (pemerintah setempat atau yang bertanggung jawab atas jalan tersebut), Demi kemaslahatan Hal ini sesuai dengan kaidah menjaga hak-hak bersama, dan untuk kemaslahatan.

Sedangkan  kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan masyarakat  adalah:

“تصرف الإمام على الرعية منوط بالمصلحة”

(Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus didasarkan pada kemaslahatan).Kaidah ini menegaskan bahwa setiap tindakan atau kebijakan yang diambil oleh pemimpin harus bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi rakyatnya, baik dalam urusan dunia maupun agama. Kebijakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat, dan harus mempertimbangkan manfaat yang lebih besar serta menghindari mudarat.

Tidak menimbulkan bahaya bagi pengguna jalan lainnya baik selama proses pemasangan maupun setelahnya.

Memastikan jalan dikembalikan ke kondisi semula atau lebih baik, sehingga tidak mengurangi fungsi jalan umum.

3. Pendapat Ulama dan Kaidah Fiqih hal yang membuat masyarakat boleh menggunakan hal yang membuat mudah

Beberapa kaidah fiqih yang relevan dalam kasus ini:

المشقة تجلب التيسير

Kesulitan mendatangkan kemudahan): Jika air adalah kebutuhan pokok dan satu-satunya cara adalah melalui jalan umum, maka diberi kelonggaran dengan tetap memperhatikan prosedur yang benar.

Adh-dhararu yuzal (bahaya harus dihilangkan): Segala tindakan harus menghindari kerugian, termasuk terhadap pengguna jalan lainnya. Dalam sebuah kaidah :

إذا تزاحمت المصلحتان  قدم بالأعلى وإذا تزاحمت المفسدتان أخذ بالأخف

Jika dihadapkan pada dua kemaslahatan maka utamakan yang lebih tinggi nilainya. Dan jika dihadapkan pada dua kerusakan maka ambillah yang lebih ringan

4. Solusi dan Kesimpulan Hukum

1.Gali separuh jalan  agar mobil tetap bisa berjalan disebelah jalan yang belum digali setelah selesai separuh jalan digali lalu masukkan pipa dan tutup agar bisa dilewati  lalu  pindah pada separuh jalan yang belum digali setelah selesai sambungkan pipa lalu tutup.

2.Boleh menggali jalan umum untuk memasang pipa untuk saluran Air . Karena Air merupakan kebutuhan pokok bersama bagi manusia dengan syarat-syarat berikut:

Mendapat izin dari pihak berwenang.

Tidak merusak fasilitas umum secara permanen.

Tidak mengganggu atau membahayakan orang lain.

Menutup kembali jalan hingga kembali seperti semula.

Jika salah satu syarat ini tidak dipenuhi, maka tindakan tersebut menjadi tidak diperbolehkan, karena melanggar hak masyarakat secara kolektif.

Langkah yang bijak adalah  mengutamakan musyawarah dengan pihak terkait sebelum mengambil tindakan, dan ketika ada kebijakan lakukan penggalian jalan dengan tidak sekaligus melainkan bergilir menggali separuh jalan terlebih dahulu agar separuh jalan yang lainnya bisa digunakan

Referensi

عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال رسول الله ﷺ:

“الناس شركاء في ثلاثة: الكلأ والماء والنار.”

(رواه أبو داود رقم ٣٤٧٧ ، وابن ماجه رقم ٢٤٨٢ ، وأحمد رقم ٨٧١٧، ).

 Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

“Manusia berserikat (memiliki hak bersama) dalam tiga hal: padang rumput, air, dan api.”

(HR. Abu Dawud No. 3477, Ibn Majah No. 2472, dan Ahmad No. 8717, ).

Hadis ini menjelaskan bahwa sumber daya seperti air, api, dan padang rumput merupakan kebutuhan pokok yang tidak boleh dimonopoli karena menjadi hak bersama bagi manusia, begitupun jalan adalah hak bersama. Dalam konteks masalah pemasangan pipa air di jalan umum, hal ini dapat dikaitkan dengan keharusan menjaga hak bersama juga tanpa merugikan orang lain.

“بغية المسترشدين.ص ١٤٣

ولو وجدت دكة في شارع ولم يُعرف أصلها كان محلها مستحقا لأهلها فليس لأحد التعرّض بها بهدم وغيره مالم تقم بيئة بأنها وضعت تعديا كما صرح به ابن حجر ولا يجوز إحداثها كغيرها أي من نحو بناء وشجرة في الشارع وإن لم تضر بأن كانت في منعطف على المعتمد عند الشيخين والجمهور، واعتمد جمع متقدمون ومتأخرون الجواز حيث لا ضرر وانتصر له السبكي.”

“Bughiyatul Mustarsyidin, hal. 143:

Jika terdapat sebuah panggung (dakkah) di jalan dan asal-usulnya tidak diketahui, maka tempat tersebut menjadi hak para pemiliknya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk melakukan intervensi terhadap panggung tersebut dengan merusaknya atau tindakan lainnya, kecuali jika ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa panggung itu dibuat secara melanggar hukum, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar. Tidak diperbolehkan membuat panggung, sebagaimana halnya membangun sesuatu atau menanam pohon di jalan, meskipun tidak menimbulkan bahaya, seperti halnya diletakkan di tikungan, menurut pendapat yang kuat dari dua Syaikh (Imam Nawawi dan Imam Rafi’i) dan mayoritas ulama. Namun, sekelompok ulama terdahulu dan belakangan membolehkan (mendirikan sesuatu di jalan) selama tidak menimbulkan bahaya, dan pendapat ini didukung oleh Imam As-Subki.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *