HUKUM MEMBUKA HANDPHONE UNTUK LIVE STREAMING DAN DAMPAK PADA JAMA’AH

Hukum Membuka Handphone untuk Live Streaming Khutbah Jum’at dan Dampaknya pada Jama’ah

Deskripsi Masalah:

Di suatu masjid di sebuah desa, masyarakat digemparkan dengan tindakan salah satu khatīb shalat Jum’at. Saat hendak membacakan khutbah, khatīb tersebut membuka handphone terlebih dahulu untuk melakukan live streaming di platform TikTok dan mengaktifkan fitur saweran. Akibatnya, beberapa jama’ah di belakang memilih pergi meninggalkan masjid dan mencari masjid di desa tetangga.

Pertanyaan:

1. Bagaimana hukum khatīb membuka handphone untuk live streaming?

2. Bolehkah jama’ah yang di belakang meninggalkan/keluar dari masjid tersebut dan pindah ke masjid di desa lain?

3. Bagaimana status dan hukum uang hasil saweran yang diperoleh dari live streaming khutbah tersebut?

Waalaikum salam

Jawaban.

Perbuatan khatīb membuka HP untuk live streaming, terutama dengan fitur saweran, dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan adab khutbah dan mengganggu kekhusyukan. Para ulama menekankan bahwa khutbah harus disampaikan dengan penuh kesungguhan dan niat ibadah murni, bukan dengan niat mencari keuntungan duniawi.

Referensi Fiqih:

Dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu’ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah, t.th., halaman 437), menyebutkan adab-adab seorang khatib sebagai berikut:

أداب الخطيب: يأتى المسجد وعليه السكينة والوقار، ويبدأ بالتحية ويجلس وعليه الهيبة، و يمتنع عن التخاطب، وينتظر الوقت، ثم يخطو إلى المنبر و عليه الوقار، كأنه يحب أن يعرض ما يقول على الجبار، ثم يصعد للخشوع، ويقف على المرقاة بالخشوع ويرتقي بالذكر، ويلتفت إلى مستمعيه باجتماع الفكر، ثم يشيرإليهم بالسلام ليستمعوا منه الكلام، ثم يجلس للأذان فزعا من الديان، ثم يخطب بالتواضع، ولا يشير بالأصابع، ويعتقد ما يقول لينتفع به، ثم يشير اليهم بالدعاء، وينزل إذا أخذ المؤذن في الإقامة، ولا يكبر حتى يسكتوا، ثم يفتتح الصلاة، ويرتل ما يقرأ.

Artinya: “Adab khatib, yakni berangkat ke masjid dengan hati dan pikiran tenang; terlebih dahulu shalat sunnah dan duduk dengan khidmat; tidak berbincang-bincang dan menunggu waktu; kemudian melangkah ke mimbar dengan rasa terhormat seolah-olah senang mengatakan sesuatu yang akan disampaikan kepada Yang Maha Perkasa; kemudian naik dan berdiri di tangga dengan khusyu’ sambil berdzikir; berputar untuk melayangkan pandangan kepada para pendengarnya dengan penuh konsentrasi kemudian menyampaikan salam kepada pendengar agar mereka mendengarkan; kemudian duduk untuk mendengarkan adzan dengan penuh rasa takut kepada Yang Maha Kuasa; kemudian berkhutbah dengan penuh tawadhu’; tidak menunjuk dengan jari-jari; merasa yakin bahwa yang disampaikan bermanfaat; kemudian memberi isyarat kepada makmun agar berdoa; turun dari mimbar jika muadzin sudah bersiap-siap iqamat; tidak bertakbir sebelum jamaah tenang; kemudian mulai shalat dan membaca ayat-ayat Al-Qurán dengan tartil.”

المغني ابن قدمة ص ١٢٩٩
فصل: ومن سُنَنِ الخُطْبَةِ أنْ يَقْصِدَ الخَطِيبُ تِلْقَاءَ وَجْهِه؛ لأنَّ النَّبِيَّ -صلى اللَّه عليه وسلم- كان يفعلُ ذلك، ولأنَّه أبْلَغُ في سَمَاعِ النَّاسِ، وأعْدَلُ بينهم، فإنَّه لو الْتَفَتَ إلى أحَدِ جَانِبَيْه لأعْرَضَ عن الجانِبِ الآخَرِ، ولو خالَفَ هذا، واسْتَدْبَرَ النَّاسَ، واسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ، صَحَّتِ الخُطْبَةُ؛ لِحُصُولِ المَقْصُودِ بدُونه، فأشْبَهَ ما لو أَذَّنَ غيرَ مُسْتَقْبِلٍ القِبْلَة.

Dalam kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah (halaman 1299), disebutkan bahwa salah satu sunnah dalam khutbah adalah bagi khatib untuk menghadap ke arah wajahnya, karena Nabi Muhammad SAW melakukan hal tersebut. Hal ini juga lebih efektif untuk mendengar oleh jamaah dan lebih adil di antara mereka. Jika khatib berbalik ke salah satu sisi, maka ia akan mengabaikan sisi yang lain. Jika khatib membelakangi jamaah dan menghadap ke arah kiblat, khutbah tetap sah, karena tujuan utama khutbah tetap tercapai, yang mirip dengan keadaan azan yang dilakukan tanpa menghadap kiblat.

Bada’i as-Shana’i fi Tartib asy-Syara’i, al-Kasani menyebutkan bahwa seorang khatīb harus bersungguh-sungguh dalam menyampaikan khutbah dan tidak melakukan hal-hal yang mengurangi kekhusyukan khutbah tersebut. Hal ini sesuai dengan prinsip menjaga kekhidmatan khutbah sebagai bentuk ibadah yang sakral.

 وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْخَطِيبُ مُقْبِلًا عَلَى الْخُطْبَةِ بِنِيَّةٍ خَالِصَةٍ وَمَقْصِدٍ صَافٍ لِلَّهِ تَعَالَى

“Hendaknya khatīb menghadapkan diri pada khutbah dengan niat yang ikhlas dan tujuan yang murni karena Allah Ta’ala.” (Bada’i as-Shana’i, jilid 1, halaman 261).

فقه الإسلامي وادلته. المكتبة الشاملة ص ٢٧٨

ويكره العبث حال الخطبة، لقول النبي صلّى الله عليه وسلم: «من مس الحصى فقد لغا» (٣)، ويكره الشرب مالم يشتد عطشه.

“Makruh hukumnya bermain-main (melakukan hal yang tidak perlu) saat khutbah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Barang siapa yang menyentuh kerikil, maka ia telah melakukan perbuatan yang sia-sia’ (3). Dan makruh minum selama khutbah berlangsung, kecuali jika ia sangat kehausan.”

المجموع شرح المهذب المكتبة الشاملة .ص ١٢٨٥

(السَّادِسَةُ)
يُسَنُّ أَنْ يُقْبِلَ الْخَطِيبُ عَلَى الْقَوْمِ فِي جَمِيعِ خُطْبَتَيْهِ وَلَا يلتفت في شئ مِنْهُمَا قَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي وَغَيْرُهُ وَلَا يَفْعَلُ مَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ الْخُطَبَاءِ فِي هَذِهِ الْأَزْمَانِ مِنْ الِالْتِفَاتِ يَمِينًا وَشِمَالًا فِي الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا غَيْرِهَا فَإِنَّهُ بَاطِلٌ لَا أَصْلَ لَهُ وَاتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى كَرَاهَةِ هَذَا الِالْتِفَاتِ وَهُوَ مَعْدُودٌ مِنْ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ وَقَدْ قَالَ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ فِي تَعْلِيقِهِ يُسْتَحَبُّ أَنْ يَقْصِدَ قَصْدَ وَجْهِهِ ولا يلتفت في شئ مِنْ خُطْبَتِهِ عِنْدَنَا

(Keenam) Disunnahkan bagi khatib untuk menghadap jamaah dalam kedua khutbahnya dan tidak menoleh sedikit pun. Penulis al-Hawi dan ulama lainnya mengatakan bahwa khatib seharusnya tidak melakukan seperti yang dilakukan sebagian khatib pada zaman ini, yaitu menoleh ke kanan dan ke kiri saat membaca shalawat kepada Nabi SAW atau dalam hal lain. Hal ini dianggap bathil dan tidak ada dasarnya. Para ulama sepakat bahwa menoleh seperti ini makruh dan tergolong bid’ah yang tercela. Syekh Abu Hamid dalam Ta’liq-nya mengatakan, “Dianjurkan bagi khatib untuk mengarahkan wajahnya dengan lurus dan tidak menoleh sedikit pun dalam khutbahnya menurut pandangan kami.”

Al-Buhuti dalam Kasyaf al-Qina’ juga menyebutkan bahwa khatīb dilarang melakukan aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian jama’ah atau mengganggu ibadah:

كشف القناع ص ٤٨- ٤٩

وَيُكْرَهُ الْعَبَثُ حَالَ الْخُطْبَةِ) لِقَوْلِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – «وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا» قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ صَحِيحٌ وَلِأَنَّ الْعَبَثَ يَمْنَعُ الْخُشُوعَ.

“Dan makruh melakukan hal yang sia-sia ketika khutbah berlangsung,” karena sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-: “Barang siapa yang menyentuh kerikil (saat khutbah), maka sungguh ia telah berbuat sia-sia.” Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini sahih. Hal ini karena perbuatan main-main (sia-sia) dapat menghalangi kekhusyukan.”

Kesimpulan: Membuka HP untuk live streaming saat khutbah, apalagi dengan fitur saweran, bertentangan dengan adab khutbah. Hukumnya makruh  karena bisa merusak kekhusyu’aan .

2. Hukum Jama’ah yang Meninggalkan Masjid untuk Pindah ke Masjid Lain

Seperti disebutkan sebelumnya, jama’ah diperbolehkan meninggalkan masjid jika ada alasan syar’i yang kuat, seperti terganggunya kekhusyuaan terhadap dirinya akibat perilaku khatīb yang tidak sesuai dengan adab khutbah, ataupun dengan adanya Hajat lain  dengan catatan masjid setempat sudah memenuhi syarat.

Boleh pindah masjid lain jika masjid setempat sudah memenuhi syarat
Lihat Syekh Isma’il Zain Al-Yamani, Qurratul ‘Ain bi Fatawa Isma’il Az-Zain, halaman 84).

وَلاَ يَجُوْزُ ِلأَحَدٍ أَنْ يَتْرُكَ مَسْجِدَ جُمُعَتِهِ وِيُجَمِّعَ فِي مَسْجِدٍ آخَرَ إِلاَّ إِذَا كَانَ الْعَدَدُ  تَامًّا فِي مَسْجِدِ جُمُعَتِهِ فَيَجُوْزُ حِيْنَئِذٍ فَإِنْ كَانَ اَلْعَدَدُ لاَيَتِمُّ إِلاَّ بِهِ فَيَحْرُمُ عَلَيْهِ أَنْ يَذْهَبَ إِلَى مَسْجِدٍ آخَرَ.

Artinya, “Tidak boleh bagi siapapun meninggalkan masjid Jumatan di daerahnya dan melaksanakan Jumatan di masjid daerah lain, kecuali apabila bilangan jamaah Jumat di masjid daerahnya telah sempurna, maka diperbolehkan. Bila jumlah jamaah Jumat di daerahnya tidak sempurna kecuali dengan kehadirannya, maka haram baginya untuk pergi Jumatan ke masjid daerah lain,”

فتح الباري ١١٩٥
(قَوْلُهُ بَابُ هَلْ يَخْرُجُ مِنَ الْمَسْجِدِ لِعِلَّةٍ أَيْ لِضَرُورَةٍ)
وَكَأَنَّهُ يُشِيرُ إِلَى تَخْصِيصِ مَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ وَأَبُو دَاوُدَ وَغَيْرُهُمَا مِنْ طَرِيقِ أَبِي الشَّعْثَاءِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا خَرَجَ مِنَ الْمَسْجِدِ بَعْدَ أَنْ أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ فَقَالَ أَمَّا هَذَا فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ فَإِنَّ حَدِيثَ الْبَابِ يَدُلُّ عَلَى أَنَّ ذَلِكَ مَخْصُوصٌ بِمَنْ لَيْسَ لَهُ ضَرُورَةٌ فَيُلْحَقُ بِالْجُنُبِ الْمُحْدِثُ وَالرَّاعِفُ وَالْحَاقِنُ وَنَحْوُهُمْ وَكَذَا مَنْ يَكُونُ إِمَامًا لِمَسْجِدٍ آخَرَ وَمَنْ فِي مَعْنَاهُ وَقَدْ أَخْرَجَهُ الطَّبَرَانِيُّ فِي الْأَوْسَطِ مِنْ طَرِيقِ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَصَرَّحَ بِرَفْعِهِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبِالتَّخْصِيصِ وَلَفْظُهُ لَا يَسْمَعُ النِّدَاءَ فِي مَسْجِدٍ ثُمَّ يَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا لِحَاجَةٍ ثُمَ لَا يَرْجِعُ إِلَيْهِ إِلَّا مُنَافِقٌ

Bab: Apakah Diperbolehkan Keluar dari Masjid Karena Alasan yang  dibenarkan Kalimat ini tampaknya mengisyaratkan pengecualian terhadap riwayat Muslim, Abu Dawud, dan lainnya yang berasal dari Abu Sya’tsa dari Abu Hurairah. Dia melihat seseorang keluar dari masjid setelah muadzin mengumandangkan adzan, lalu berkata, “Orang ini telah menentang Abu Qasim (Rasulullah SAW).” Hadis tersebut menunjukkan bahwa larangan itu khusus bagi orang yang tidak memiliki keperluan mendesak. Oleh karena itu, pengecualian berlaku bagi orang yang junub, berhadas, yang hidungnya berdarah, atau yang sangat membutuhkan buang air kecil, serta bagi imam di masjid lain atau orang yang dalam keadaan serupa.

Thabarani meriwayatkan hadis ini dalam kitab “Al-Awsat” dari Said bin Al-Musayyib, dari Abu Hurairah ra, dengan menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seseorang mendengar panggilan di masjid, lalu dia keluar darinya kecuali karena kebutuhan, dan kemudian tidak kembali, kecuali dia adalah seorang munafik.

Kesimpulan: Jama’ah diperbolehkan pindah ke masjid lain jika khatīb melakukan tindakan yang mengganggu kekhusyukan dengan catatan masjid yang ada ( setempat ) telah memenuhi syarat.

3. Status dan Hukum Uang Hasil Saweran dari Live Streaming Khutbah

Uang yang diperoleh dari saweran saat live streaming khutbah  halal namun makruh  karena diperoleh saat khatbah.

Referensi Fiqih:

Dalam Al-Adzkar, Imam Nawawi menjelaskan bahwa mencampurkan niat ibadah dengan tujuan duniawi adalah hal yang tidak dianjurkan, terutama ketika sedang melaksanakan ibadah-ibadah khusus seperti khutbah.

Dijelaskan Syaikh Sulaiman Al-Jamal:

وَيُكْرَهُ الْمَشْيُ بَيْنَ الصُّفُوفِ لِلسُّؤَالِ وَدَوْرَانِ الْإِبْرِيقِ وَالْقِرَبِ لِسَقْيِ الْمَاءِ وَتَفْرِقَةِ الأَوْرَاقِ وَالتَّصَدُّقِ عَلَيْهِمْ لأَنَّهُ يُلْهِي النَّاسَ عَنْ الذِّكْرِ وَاسْتِمَاعِ الْخُطْبَةِ اهـ

Dan dimakruhkan berjalan di antara barisan jamaah sholat Jum’at untuk meminta-minta, menjalankan kendi dan geriba (timba dari kulit) untuk mengalirkan air, membagi-bagikan selebaran, serta memberikan sedekah pada jemaah. Hal ini karena perkara tersebut dapat melenakan jamaah untuk berzikir dan mendengarkan khutbah.

فقه الإسلامي وادلته المكتبة الشاملة ص ١٢٧٨-١٢٧٩

التصدق وقت الخطبة:

قال الحنفية (٤): يكره تحريماً التخطي للسؤال بكل حال. واختاربعض الحنفية: جواز السؤال والإعطاء إن كان لا يمر السائل بين يدي المصلي، ولا يتخطى الرقاب، ولا يسأل إلحافاً.

وكذلك قال الحنابلة (١) وغيرهم: ولا يتصدق على سائل وقت الخطبة؛ لأن السائل فعل ما لا يجوز له فعله، فلا يعينه المرء على مالا يجوز، قال أحمد: وإن حصب السائل كان أعجب إلي؛ لأن ابن عمر فعل ذلك لسائل سأل، والإمام يخطب يوم الجمعة، ولا ينال السائل الصدقة حال الخطبة؛ لأنه إعانة على محرم.

فإن سأل أحد الصدقة قبل الخطبة، ثم جلس للخطبة، جاز التصدق عليه ومناولته الصدقة.

وأجاز الحنابلة الصدقة حال الخطبة على من لم يسأل، وعلى من سألها الإمام له.

والصدقة على باب المسجد عند الدخول والخروج أولى من الصدقة حال الخطبة.

Sedekah Saat Khutbah Menurut Hanabilah dan Mazhab Lainnya:

Hanabilah dan lainnya menyatakan bahwa memberikan sedekah kepada peminta-minta saat khutbah hukumnya tidak diperbolehkan. Hal ini karena orang yang meminta sedekah saat khutbah melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan, sehingga tidak seharusnya dibantu untuk melakukannya. Imam Ahmad mengatakan bahwa jika ada yang melempar kerikil ke arah peminta-minta tersebut, maka hal itu lebih baik menurutnya, karena Ibnu Umar pernah melakukan hal yang sama kepada seseorang yang meminta-minta saat khutbah Jumat berlangsung. Dengan demikian, peminta-minta tidak berhak menerima sedekah saat khutbah, karena hal tersebut termasuk membantu pada sesuatu yang haram.

Namun, jika seseorang meminta sedekah sebelum khutbah dimulai, kemudian dia duduk mendengarkan khutbah, maka diperbolehkan untuk memberikan sedekah kepadanya. Selain itu, Hanabilah juga memperbolehkan sedekah saat khutbah kepada orang yang tidak meminta-minta, atau kepada orang yang dimintakan sedekah oleh khatib.

Memberikan sedekah di pintu masjid saat masuk atau keluar dianggap lebih utama dibandingkan memberikan sedekah saat khutbah sedang berlangsung.

Dalam kitab Syarh Ma’anil Atsar, Abu Ja’far Al-Thahawi juga mengatakan sebagai berikut:

وَقَدْ أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ أَنَّ نَزْعَ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ مَكْرُوهٌ ، وَأَنَّ مَسَّهُ الْحَصَى وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ مَكْرُوهٌ ، وَأَنَّ قَوْلَهُ لِصَاحِبِهِ (أَنْصِتْ) وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ مَكْرُوهٌ أَيْضًا

Ulama sepakat bahwa mencabut pakaian saat imam menyampaikan khutbah adalah makruh, memainkan batu kerikil saat imam menyampaikan khutbah adalah makruh, dan berkata kepada orang lain ‘diamlah’ saat imam menyampaikan khutbah adalah makruh.
Berdasarkan keterangan ini, dapat diketahui bahwa main handphone saat khatib sedang menyampaikan khutbah Jum’at adalah makruh. Bahkan, bisa jadi salat Jum’at yang kita lakukan sia-sia dan tidak mendapatkan pahala karena kita tidak mendengarkan khutbah Jum’at, sementara khutbah Jum’at sendiri termasuk dari rukun sholat Jum’at.

Kesimpulan:

1. Hukum Khatīb Membuka HP untuk Live Streaming: Membuka HP untuk live streaming saat khutbah, terutama dengan fitur saweran, bertentangan dengan adab khutbah dan mengganggu kekhusyukan. Hukumnya bisa menjadi makruh tahrim (mendekati haram) atau haram jika niatnya untuk keuntungan duniawi, yang merusak kekhusyukan khutbah dan menurunkan nilainya sebagai ibadah.

2. Hukum Jama’ah yang Meninggalkan Masjid untuk Pindah ke Masjid Lain: Jama’ah diperbolehkan pindah ke masjid lain jika khatīb melakukan tindakan yang mengganggu kekhusyukan khutbah, seperti penggunaan HP yang tidak sesuai adab khutbah.

3. Status dan Hukum Uang Hasil Saweran dari Live Streaming Khutbah: Uang hasil saweran dari live streaming khutbah hukumnya halal tetapi makruh.Wallahu A’lam bisshowab

١. حكم الإمام فتح الهاتف للبث المباشر أثناء الخطبة

فتح الإمام للهاتف بغرض البث المباشر، خاصةً مع ميزة التبرع، يُعد تصرفًا لا يتوافق مع آداب الخطبة ويشوش على الخشوع. وقد أكد العلماء على أن الخطبة يجب أن تُلقى بجدية ونية خالصة كعبادة خالصة، دون نية لكسب مادي.

مرجع فقهي:

في رسالة الإمام الغزالي الأدب في الدين ضمن مجموعة رسائل الإمام الغزالي (القاهرة، المكتبة التوفيقية، بلا تاريخ، ٤٣٧)، يذكر آداب الخطيب كما يلي:

أداب الخطيب: يأتى المسجد وعليه السكينة والوقار، ويبدأ بالتحية ويجلس وعليه الهيبة، و يمتنع عن التخاطب، وينتظر الوقت، ثم يخطو إلى المنبر و عليه الوقار، كأنه يحب أن يعرض ما يقول على الجبار، ثم يصعد للخشوع، ويقف على المرقاة بالخشوع ويرتقي بالذكر، ويلتفت إلى مستمعيه باجتماع الفكر، ثم يشيرإليهم بالسلام ليستمعوا منه الكلام، ثم يجلس للأذان فزعا من الديان، ثم يخطب بالتواضع، ولا يشير بالأصابع، ويعتقد ما يقول لينتفع به، ثم يشير اليهم بالدعاء، وينزل إذا أخذ المؤذن في الإقامة، ولا يكبر حتى يسكتوا، ثم يفتتح الصلاة، ويرتل ما يقرأ.

معناه: “آداب الخطيب أن يأتي المسجد بروح الهدوء والوقار، ويبدأ بالتحية ويجلس باحترام، ولا يتحدث وينتظر الوقت، ثم يصعد المنبر بوقار وكأنه سيعرض قوله على الجبار، يصعد بخشوع ويقف على درجات المنبر، يدير وجهه إلى مستمعيه باجتماع الفكر، ثم يحييهم ليسمعوا كلامه، ثم يجلس للأذان بخشية من الديان، ثم يخطب بتواضع، لا يشير بالأصابع، ويؤمن بما يقول لينتفع به، ثم يحثهم على الدعاء، وينزل عند الإقامة، ولا يكبر حتى يسكتوا، ثم يفتتح الصلاة ويرتل ما يقرأ.”

في كتاب بدائع الصنائع للكساني، يذكر أنه يجب على الخطيب أن يكون مخلصًا في خطبته دون أفعال تنقص من خشوعها.

وَيَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ الْخَطِيبُ مُقْبِلًا عَلَى الْخُطْبَةِ بِنِيَّةٍ خَالِصَةٍ وَمَقْصِدٍ صَافٍ لِلَّهِ تَعَالَى

“ينبغي للخطيب أن يكون حاضرًا للخطبة بنية خالصة وهدف نقي لله تعالى.” (بدائع الصنائع، ج١، صـ ٢٦١)

الخلاصة: فتح الهاتف للبث المباشر أثناء الخطبة، خصوصًا مع ميزة التبرع، يتعارض مع آداب الخطبة، وقد يكون حكمه مكروه تحريمًا أو محرمًا إذا كان الهدف هو الكسب الدنيوي، مما يقلل من خشوع الخطبة كعبادة.

٢. حكم الجماعة الذين يتركون المسجد للانتقال إلى مسجد آخر

يجوز للجماعة ترك المسجد إذا كان هناك سبب شرعي قوي، مثل انتهاك الإمام لآداب الخطبة مما يشوش على الخشوع.

يذكر ابن قدامة في المغني جواز الانتقال من مكان صلاة يقل فيه الخشوع، خاصةً إذا وُجد أمر يعرقل العبادة.

وَلَوْ أَنَّهُ خَرَجَ مِنْ الْمَسْجِدِ بَعْدَ دُخُولِ الْإِمَامِ لِعُذْرٍ، جَازَ

“إذا خرج الشخص من المسجد بعد دخول الإمام لعذرٍ، جاز له ذلك.” (المغني، ج٢، صـ ١٠١  ).

الخلاصة: يجوز للجماعة الانتقال إلى مسجد آخر إذا قام الإمام بتصرفات تشوش على خشوع الخطبة، مثل استخدام الهاتف بغير آداب الخطبة.

٣. حكم المال المكتسب من التبرع خلال البث المباشر للخطبة

المال الذي يتم اكتسابه من التبرع أثناء بث الخطبة جائز ولكنه مكروه؛ لأن الكسب جاء أثناء الخطبة.

مرجع فقهي:

يقول الإمام النووي في الأذكار إن خلط نية العبادة بالنية الدنيوية يقلل من أجر العبادة.

وَإِذَا دَخَلَتْ النِّيَّةُ فِي عَمَلِ الْآخِرَةِ مَعَ رَغْبَةٍ فِي الدُّنْيَا نَقَصَ ثَوَابُهُ

“إذا اختلطت النية في عمل الآخرة برغبة دنيوية، نقص ثواب العمل.” (الأذكار، صـ    ٥٣ ).

ويشرح الشيخ سليمان الجمل بأن المشي بين الصفوف للتسول أو توزيع المياه أو الأوراق أو التصدق خلال الخطبة مكروه لأنه يشوش على الخشوع والاستماع.

الخلاصة: المال المكتسب من التبرعات أثناء بث الخطبة مباشر جائز ولكنه مكروه.

زيادة المراجع

فتاوى بحثية

الموضوع : حكم استخدام الموبايل أثناء خطبة الجمعة

رقم الفتوى: ٣٦٣١

التاريخ : ٠٤-٠٨-٢٠٢١

التصنيف: صلاة الجمعة

نوع الفتوى: بحثية

المفتي : لجنة الإفتاء

السؤال:

ما حكم استخدام الموبايل (الواتس) أثناء خطبة الجمعة؟

الجواب:

الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا رسول الله
ورد في الحديث الشريف ندب الاستماع لخطبة الجمعة والحرص على سماع الموعظة، وورد أيضاً النهي عن كل ما يقطع الاستماع للخطبة أو يشعر بالإعراض عنها، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ، وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ، وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا) رواه مسلم.
قال القاضي عياض في [إكمال المعلم ٣/ ٢٥٣] في تفسير: “(ومن مسّ الحصا فقد لغا)، لأنه بتحريكه له وشغله به صار لاغياً مشغلاً غيره عن سماع الخطبة بصوت حركته”، وجاء في [شرح النووي على مسلم ٦/ ١٤٧]: “قوله صلى الله عليه وسلم: (ومن مسّ الحصا لغا)، فيه النّهي عن مسّ الحصا وغيره من أنواع العبث في حالة الخطبة، وفيه إشارة إلى إقبال القلب والجوارح على الخطبة”.
فالذي يستحب للمسلم إن أراد الأجر كاملاً في حضور خطبة الجمعة وصلاتها أن يستمع للخطيب، وأن لا ينشغل عن ذلك بشيء، سواء كان بكلام أو عبث بشيء بين يديه كجهاز الخلوي وغيره.
وقد اختلف العلماء في معنى النهي الوارد في الحديث فحمله الشافعية على الكراهة، جاء في [نهاية المحتاج ٢/ ٣٢٠]: “يكره الكلام لخبر مسلم: (إذا قلت لصاحبك أنصت يوم الجمعة والإمام يخطب فقد لغوت) ومعناه: تركتَ الأدب جمعاً بين الأدلة”، وقد نص الفقهاء على حرمة الانشغال عن الخطبة بالصلاة والنوافل، جاء في [نهاية المحتاج ٢/ ٣٢١]: “وكره تحريماً بالإجماع كما قاله الماوردي وغيره تنفّلٌ من أحد الحاضرين بعد صعود الخطيب على المنبر وجلوسه عليه، كما في المجموع، وإن لم يسمع الخطبة بالكلية لاشتغاله بصورة عبادة، ومن ثم فارقت الصلاة الكلام بأنّ الاشتغال به لا يعدّ إعراضا عنه بالكلية، وأيضاً فمن شأن المصلي الإعراض عما سوى صلاته بخلاف المتكلم”.
فإذا كان مسّ الحصا مكروهاً أثناء الخطبة، فإنّ العبث بالهاتف واستعمال التطبيقات مثل (واتس آب، فيسبوك) وغيره يعد أكثر إعراضاً عن الخطبة من باب أولى؛ لأنه يلهي فاعله عن الخطبة تماماً، وقد يلهي غيره أيضاً، وإذا كانت الصلاة والذكر وهي عبادات منهي عنها أثناء الخطبة، فكيف بالهاتف فالنهي عنه من باب أولى.
وعليه؛ فإنّ المسلم الحريص على الأجر لا يشتغل عن سماع الخطبة بشيء، ويكره العبث بشيء لا يحتاج إليه المسلم أثناء خطبة الجمعة من كلام أو إشارة وخاصة استعمال الخلوي وتصفح التطبيقات الحديثة وغير ذلك. والله تعالى أعلم.

للاطلاع على منهج الفتوى في دار الإفتاء يرجى زيارة (هذه الصفحة)

حسب التصنيف السابق | التالي
رقم الفتوى السابق | التالي

فتاوى أخرى

أضيف بتاريخ:٢٧-٠٦-٢٠٢٢

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *