HUKUM MEMENUHI UNDANGAN WALIMAH DALAM ISLAM DAN KEHADIRANNYA DI LUAR WAKTU YANG DITENTUKAN

Hukum Memenuhi Undangan Walimah dalam Islam dan Kehadirannya di Luar Waktu yang Ditentukan

Deskripsi:

Pernikahan dalam Islam adalah hal yang sangat penting dan menjadi fondasi dalam membangun keluarga yang sakinah, Mawaddah,  warahmah . Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW mendorong umatnya untuk segera menikah bagi mereka yang telah mampu, sekaligus mengharamkan praktik perzinaan. Kondisi ini juga menuntut kedua orang tua untuk melaksanakan kewajiban mereka, yaitu menikahkan putra dan putrinya, dan kemudian menyelenggarakan acara Walimah an-Nikah   atau Walimatul Urs. Acara tersebut umumnya dilakukan dengan mengundang tetangga, sanak keluarga baik yang dekat maupun yang jauh, sesuai kemampuan mereka ( Shohibul Walimah).

Namun, terkadang seseorang yang diundang tidak dapat hadir tepat waktu pada hari pertama yang tercantum dalam undangan karena alasan tertentu yang datang di luar dugaan. Sebagai bentuk penghormatan kepada shohibul walimah, terkadang seseorang memilih untuk hadir di hari kedua atau ketiga setelah acara utama.

Pertanyaan: Apakah seseorang yang hadir di luar waktu yang ditentukan dalam undangan, misalnya pada hari kedua atau ketiga, tetap dianggap telah memenuhi kewajiban menghadiri undangan atau kewajibannya gugur?

Waalaikum salam .

Jawaban

Jawaban:
Secara umum, menghadiri undangan di luar waktu yang telah ditentukan tidak secara otomatis gugur  untuk menghadiri acara tersebut ( walimah urys) karena batasan walimah itu adalah tiga hari  dan sebagian ulama mengatakan hingga tujuh hari ( hari pertama  wajib hari kedua sunnah, sedangkan hari ketiga adalah makruh ) .  Artinya jika hari pertama udzur kemudian hadir pada hari kedua maka kehadirannya sudah dianggap  sunnah bukan wajib lagi  dan jika hadir pada hari ketiga maka sudah  dihukumi makruh Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
Alasan keterlambatan: Jika ada alasan yang sangat kuat dan tidak dapat dihindari (misalnya, kondisi darurat, bencana alam, atau masalah transportasi yang serius), maka keterlambatan tersebut dapat dimaklumi.
Adat dan kebiasaan setempat: Di beberapa budaya, fleksibilitas waktu dalam menghadiri acara sosial adalah hal yang lumrah. Namun, jika acara tersebut memiliki aturan waktu yang sangat ketat, maka keterlambatan dapat dianggap tidak tepat waktu.
Niat dan kesungguhan: Meskipun terlambat, jika niat untuk hadir tetap ada dan disertai dengan permintaan maaf yang tulus, maka hal tersebut dapat dimaklumi.

Referensi:

مذاهب الأربعة ج ٢ ص ٣٨ /٤٣

.     الشافعية – قالوا : يشترط لوجوب إجابة الدعوة فى وليمة النكاح وسنيتها فى غيرها شروط ؛ أولا :أن لايخص الداعى الأغنياء بدعوته بل يدعوهم والفقراء وليس الغرض من هذا أن يدعو الناس جميعا بل الغرض أن لا يقصر دعوته على الأغنياء ملقا ونفاقا ومفاخرة ورياء لأن هذه حالة لايقرها الدين فمن قامت به لايكون له حق على غيره، أما إذا دعى الأغنياء صدفة واتفاقا كأن كانوا جيرانا له أو أهل حرفته فإنه لايضر، ثانيا:أن تكون الدعوة فى اليوم الأول من أيام الوليمة فإن أولم ثلاثة أيام أو أكثر كسبعة لم تجب الإجابة إلا فى اليوم الأول وتكون مستحبة فى اليوم الثانى وتكره فيما بعد ذلك، ثالثا :أن يكون الداعى مسلما فإن كان كافرا فإن الإجابة لاتجب ولكن تسن إجابة الذمى سنة غير مؤكدة رابعا :أن يكون الداعى له مطلق التصرف فإن كان محجورا عليه تحرم الإجابة إن كانت الوليمة من ماله، أما إذا فعلها وليه من مال نفسه فإن الإجابة عليه تكون واجبة، خامسا :أن يعين الداعى من يدعوه بنفسه وبرسوله، سادسا :   أن لايدعوه لخوف منه أو لطمع فى جاهه أو إعانته على باطل، سابعا : أن لايعتذر المدعو للداعى ويرضى بتخلفه   عن طيب نفس لا عن حياء ويعرف ذلك بالقرائن، ثامنا :أن لايكون الداعى فاسقا أو شريرا أو مفاخرا، تاسعا : أن لايكون أكثر مال الداعى حراما فإن كان كذلك فإن إجابته تكره فلو علم أن عين الطعام الذى يأكل منه مال حرام يحرم أن يأكل منه لأن المال المحرم يحرم الأكل منه إلا إذا عم فإنه يجوز إستعمال مايحتاج إليه منه بدون أن يتوقف ذلك على ضرورة فإذا لم يكن أكثر مال الداعى حراما لكن فيه شبهة لم تجب الإجابة ولم تسن بل تكون مباحة، عاشرا: أن لايكون الداعى إمراءة أجنبية منه من غير حضور محرم لها أو للمدعى خشية من الخلوة المحرمة وإن لم تقع الخلوة بالفعل، الحادى عشر :أن تكون الدعوة فى وقت الوليمة وهى من حين العقدة كما تقدما، الثانى عشر :    أن لايكون المدعو قاضيا أو ما فى معناه من طل ذى ولاية فإنه لاتجب عليه الدعوة فى محل ولايته خصوصا إذا كان الداعىله خصومة ينظر فيها فإن إجابته تحرم، الثالث عشر :أن لايكون المدعو معذورا بعذر يبيح له ترك الجماعة كمرض، الرابع عشر :أن لا يكون المدعو إمراءة أو غلاما أمرد يخشى منهما الفتنة أو الطعن على الداعى فىعرضه، الخامس عشر :أن لايتعدد الداعى فإن تعدد قدم الأسبق ثم الأقرب رحما ثم الأقرب دارا هذا عند المقارنة فى الدعوة وعند الإستواء يقرع بين الداعيين

Menurut madzhab Syafi’i, hukum menghadiri undangan pernikahan (walimah) dan undangan lainnya memiliki syarat-syarat tertentu agar menjadi wajib atau sunnah. Berikut ini syarat-syarat tersebut:

1. Tidak Mengkhususkan Orang Kaya: Syarat pertama adalah undangan tidak hanya ditujukan untuk orang-orang kaya saja. Tuan rumah harus mengundang baik orang kaya maupun orang miskin. Ini tidak berarti bahwa ia harus mengundang semua orang, tetapi agar ia tidak hanya mengundang orang kaya untuk tujuan pamer atau riya, karena agama tidak mendukung tindakan tersebut. Jika hanya kebetulan undangan dihadiri oleh orang kaya karena mereka adalah tetangga atau teman kerja, hal ini tidak masalah.

2. Dilaksanakan pada Hari Pertama: Walimah sebaiknya dihadiri pada hari pertama. Jika walimah diadakan hingga tiga hari atau lebih (misalnya tujuh hari), kewajiban menghadiri hanya berlaku pada hari pertama. Hari kedua bersifat sunnah, dan setelah itu makruh (tidak disukai).

3. Tuan Rumah Beragama Islam: Jika tuan rumah non-Muslim, menghadiri walimahnya tidak wajib, tetapi menghadiri undangan dari seorang dzimmi (non-Muslim yang hidup dalam naungan pemerintahan Islam) adalah sunnah yang tidak ditekankan.

4. Tuan Rumah Memiliki Hak Atas Hartanya: Jika tuan rumah dalam kondisi terhalang mengelola hartanya, haram menghadiri walimahnya jika menggunakan harta miliknya. Namun, jika walimah tersebut diadakan oleh wali dengan harta pribadinya, maka menghadiri walimahnya menjadi wajib.

5. Tuan Rumah Menentukan Tamu Secara Jelas: Tuan rumah harus menyampaikan undangan secara langsung atau melalui perantara yang ia utus.

6. Tidak Didasari Rasa Takut atau Pamrih: Kehadiran undangan sebaiknya tidak disebabkan oleh ketakutan atau untuk mendapatkan kedudukan, atau membantu dalam kebatilan.

7. Tidak Ada Permintaan Maaf dari Tuan Rumah: Jika undangan telah meminta maaf atas ketidakhadiran tamu dan ikhlas menerimanya, maka tidak wajib menghadirinya. Ini bisa diketahui dari tanda-tanda yang terlihat.

8. Tuan Rumah Bukan Orang Fasik atau Pamer: Tidak wajib menghadiri undangan dari tuan rumah yang dikenal fasik, jahat, atau suka pamer.

9. Sebagian Besar Harta Tuan Rumah Tidak Haram: Jika sebagian besar harta tuan rumah berasal dari sumber yang haram, maka makruh (tidak disukai) untuk menghadiri undangannya. Jika diketahui bahwa makanan yang disajikan berasal dari harta haram, haram memakannya. Jika sumber hartanya bercampur dengan harta yang syubhat (meragukan), menghadirinya tidak wajib dan tidak sunnah, hanya mubah (boleh).

10. Tuan Rumah Bukan Wanita Asing Tanpa Mahram: Jika tuan rumah adalah wanita yang bukan mahram dan tanpa kehadiran mahram, tidak wajib menghadirinya untuk menghindari khalwat (berduaan) yang haram, meskipun khalwat tersebut tidak terjadi.

11. Dilaksanakan pada Waktu Walimah: Waktu pelaksanaan walimah adalah setelah akad nikah, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

12. Tamu Bukanlah Hakim atau Pejabat di Wilayahnya: Jika yang diundang adalah hakim atau orang yang memiliki otoritas di wilayah itu, maka ia tidak wajib menghadiri undangan, terutama jika tuan rumah memiliki perkara yang sedang diurus olehnya. Dalam kasus ini, menghadirinya bisa jadi haram.

13. Tidak Sedang Ada Udzur yang Membolehkan Meninggalkan Jamaah: Jika tamu yang diundang memiliki uzur, seperti sakit, yang membolehkannya meninggalkan shalat berjamaah, maka kehadirannya tidak wajib.

14. Tamu Bukan Wanita atau Pemuda yang Menimbulkan Fitnah: Jika tamu yang diundang adalah wanita atau pemuda yang berpotensi menimbulkan fitnah atau merusak reputasi tuan rumah, maka kehadirannya tidak wajib.

15. Tidak Ada Dua Undangan yang Bertabrakan: Jika ada dua undangan di waktu yang sama, maka yang didahulukan adalah undangan yang lebih awal, diikuti yang lebih dekat secara hubungan kerabat, dan kemudian yang lebih dekat jaraknya. Jika undangan terjadi pada waktu yang sama, maka diundi di antara dua undangan tersebut.

Lebih lanjut kita lihat referensi berikut:

كتاب الفقه على المذاهب الأربعة إجابة إلى الوليمة وغيرها المكتبة الشاملة ص ٣٥-٣٧

[إجابة الدعوة إلى الوليمة وغيرها]
إجابة الدعوة إلى الوليمة وهي “طعام العرس خاصة” كما تقدم فرض (١) ، فلا يحل لمن دعي إليها أن يتخلف عنها، أما إجابة الدعوة إلى غير الوليمة من الأطعمة التي ذكرت آنفاً كطعام الختان، والقدوم من السفر وغيرهما فإنها (٢) سنة.
وإنما تجب الإجابة أو تسن بشروط:
منها أن لا يكون الداعي فاسقاً مجاهراً أو ظالماً وله غرض فاسد كالمباهاة والمفاخرة أو التأثير على المدعو ليستخدمه في معصية كدعوة القاضي ليحول بينه وبين الحكم بالحق. ومنها أن يكون المدعو معذوراً بعذر شرعي يتيح له التخلف عن الجماعة كمرض ونحوه، وأن يكون معيناً بالدعوة، فلوقال الداعي للناس: هلموا إلى الطعام بدون تعيين فإن الإجابة لا تجب. ومنها أن لا تكون الوليمة مشتملة على محرم أو مكروه؛ فإذا لم تستوف الشروط فإن الإجابة لا تفرض ولا تسن، وفي شروط الإجابة تفصيل في المذاهب(٣) .الحنابلة – قالوا: وقت استحباب وليمة الطعام موسع فإنه يكون من بعد حصول عقد النكاح إلى انتهاء العرس بدون تقرير، فلا مانع مما جرت به العادة من أن تكون الوليمة قبل الدخول بزمن يسير.
فإذا شرع في الوليمة فإنها تستمر يومين، اليوم الأول واليوم الثاني، أما اليوم الثالث فإنها تكون مكروهة لقوله عليه الصلاة والسلام: “الوليمة أول يوم حَق، والثاني معروف، والثالث رياء وسمعة”. رواه أبوداود وابن ماجة وغيرهما.الشافعية – قالوا:
وقت وليمة العرس سدخل بالعقد ولا يفوت بطول الزمن، وقال بعضهم: تستمر الوليمة إلى سبعة أيام في البكر، وثلاثة في الثيب، وبعدها تكون قضاء، والأفضل فعلَها بعد الدخول
(١) الحنفية – قالوا: لهم رأيان في ذلك: “أحدهما” أن الإجابة سنة مؤكدة، سواء كانت الدعوة إلى وليمة أو غيرها متى استكملت الشروط. “ثانيهما” أن الإجابة سنة مؤكدة قريبة من الواجب في وليمة النكاح وهو المشهور. أما الإجابة إلى غير الوليمة فهي أفضل من عدم الإجابة. وبعضهم يقول: إن الإجابة إلى وليمة النكاح واجبة لا يجوز تركها
(٢) المالكية – قالوا: إجابة الدعوة إلى الطعام تنقسم إلى خمسة أقسام، الأول: واجبة وهي إجابة الدعوة إلى طعام وليمة النكاح،
والثاني: مستحبة وهي الإجابة إلى المأدبة “بضم الدال وفتحها” وهي الطعام الذي يصنع للوداد.
الثالث: مباحة وهي الإجابة إلى الطعام الذي يصنع بقصد حسن غير مذموم كالعقيقة للمولود، والنقيعة للقادم من السفر، والولكيرة لبناء الدار، والخرس للنفاس، والإعذار للختان ونحو ذلك. الرابع: مكروهة وهي الإجابة إلى طعام يعمل بقصد الفخر والمحمدة. الخامس: محرمة وهي الإجابة إلى طعام يفعله الرجل لمن يحرم عليه هديته كأحد الخصمين للقاضي
(٣) الحنابلة – قالوا: يشترط لإجابة الدعوة شروط: أحدها: أن يكون المدعو معيناً بشخصه فلودعي ضمن أناس كأن قال الداعي لجماعة يا أيها الناس هلموا إلى الطعام فإنه لا تجب الإجابة على واحد منهم، كما إذا قال لرسوله: ادع من شئت أو من لقيته؛ فإن الإجابة لا تجب في هذه الحالة.
ثانياً: أن يكون الداعي مسلماً يحرم هجره، فإذا دعاه ذمي فإن إجابته تكره، وكذا إذا دعاه ظالم أو فاسق أو مبتدع أو متفاخر بها، فإن إجابته لا تلزم بل تكره.ثالثاً: أن يكون كسب الداعي طيباً، فإن كان كسبه كله خبيثاً فإنه لا تلزم الإجابة بل تحرم وإن كان بعض ماله حلالاً والبعض حراماً ففي إجابة الدعوة والأكل منه أقوال: أحدها الكراهة ورجحه بعضهم. ثانيها الحرمة. ثالثها التفصيل، وهو: إن كان الحرام أكثر حرم الأكل وإلا فلا. رابعها أن لا يكون المدعوغير قادر على الحضور كأن كان مريضاً أو ممرضاً لغيره أو مشغولاً بحفظ مال نفسه أو غيره، أو كان في شدة حر أو برد أو مطر يبل الثياب أو وحل، فإن الإجابة في كل هذه الأحوال لا تجب، لأنها أعذار تبيح ترك الجماعة، فكذلك تبيح ترك إجابة الدعوة للوليمة.خامساً: أن لا تكون الوليمة مشتملة على منكر كأن يكون فيها مضحك بفحش أو كلام كاذب، أو يكون فيها مومسات يتهتكن بالرقص ونحوه، أو كانت المائدة مشتملة على خمر أوآنية من ذهب أو فضة أو عود أو مزمار ونحوها، فإن الإجابة في كل ذلك لا تجب بل تحرم، إلا إذا كان قادراً على إزالة المنكر فإنه يجب عليه الحضور والإنكار وبذلك يؤدي واجبين: واجب إزالة المنكر، وواجب إجابة الدعوة، فإذا لم يعلم بهذه المحظورات وحضر وشاهد المنكر فإنه يجب عليه إزالته إن قدر، فإن لم يقدر فإنه يجب عليه الانصراف. أما إذا علم بالمنكر ولم يره بعينه فإن له الجلوس والأكل، وله الانصراف.سادساً: أن يدعوه في اليوم الأول، فإذا دعاه في اليوم الثاني فإن الإجابة لا تجب بل تستحب وإذا دعاه في اليوم الثالث فإن الإجابة تكره.المالكية – قالوا: تفترض إجابة الدعوة إلى وليمة النكاح بشرط:أولاً: أن يكون المدعو معيناً بشخصه صريحاً أو ضمناً، ومثال الأول: أن يدعوه صاحب الوليمة بنفسه أو برسوله ولو كان غلاماً، ومثال الثاني: أن يرسل رسولاً ليدعو أهل محل كذا وهم محصورون، فإن كان كل واحد منهم يكون معيناً ضمناً، أما إذا لم يعين المدعو لا صراحة ولا ضمناً كأن يقول لرسوله: ادع من لقيت أوادع الفقراء وهم غير محصورين فإنه لا تجب الدعوة بذلك.
ثانياً: أن يكون في الوليمة من يتأذى بالاجتماع معه من الأرذال والسفلة، كأن يخاف على مروءته ودينه، أو يخشى أن يلحقه أذى منهم، أما إذا كان يتأذى بمجرد رؤية أحد يكرهه لحظ نفسي فإن الإجابة لا تسقط عنه بذلك.
ثالثاً: أن لا تكون الوليمة مشتملة على منكر شرعاً، كفرش حرير يجلس هوعليه أو يرى من يجلس عليه ولو فوق حائل، أو تكون مشتملة على آنية من ذهب أو فضة أو مشتملة على ما يحرم سماعه من الأغاني المشتملة على ما لا يجوز، فإن كان المنكر في محل آخر ولم يسمعه أو يره فإنه لا يبيح له التخلف وإلا أباحه. لأن سماع المعصية حرام كرؤيتها.
رابعاً: أن لا يكون منصوباً في مكان الوليمة صورة حيوان أو إنسان مجسدة كاملة الأعضاء الظاهرة التي لا يمكن أن يعيش بدونها ولها ظلّ، فإن لم تكن كاملة الأعضاء التي لا يعيش بدونها ولا ظل لها كأن كانت مبنية في وسط الحائط فإنها لا تضر، لأن الذي يحرم تصويره من الحيوان العاقل وغيره: وهوما استوفى هذه الشروط، وسيأتي الكلام في ذلك مفصلاً، هذا وقد رخص بعضهم في حضور الوليمة المشتملة على محرم شرعاً إذا كان صاحبها ذا سطوة وسلطان يخشى من شره.
خامساً: أن لا يكون هناك زحام كثير.سادساً: أن لا يغلق الباب دونه ولو للمشاورة عليه، أما إذا أغلق الباب لمنع الطفيلية أولحفظ النظام فإن إغلاقه لا يبيح له التخلف.
سابعاً: أن يكون الداعي مسلماً وأن لا يكون المدعو معذوراً بعذر شرعي مبيح له التخلف كمرض ونحوه، وأن لا يكون الداعي فاسقاً أو شريراً أو مفاخراً أو تكون امرأة غير حرم أو من تخشى من إجابته ريبة.الحنفية – قالوا: لا يسن إجابة الدعوة إلا بشروط:
أولاً: أن لا يكون الداعي فاسقاً مجاهراً بالفسق، فلا تسن إجابة الفاسق والظالم بل تكون خلاف الأولى، لأنه ينبغي أن يتورع عن أكل طعام الظلمة وإن كان يحل.
ثانياً: أن لا يكون غالب ماله حراماً فإن علم بذلك فإنه لا تجب عليه الإجابة؛ ولا يأكل ما لم يخبره بأن المال الذي صنع منه الطعام حلال أصابه بالوراثة ونحوها، فإن كان غالب ماله حلالاً فإنه لا بأس بالإجابة والأكل.
ثالثاً: أن لا تكون الوليمة مشتملة على معصية كخمر ونحوه.
فمن دعي إلى وليمة فإن الإجابة لا تسن في حقه إذا علم أنها مشتملة على معصية؛ فإن لم يعلم بها فإن الإجابة لا تسقط عنه؛ فإذا ذهب وهو يعلم ووجد المعصية كشرب الخمر والتماثيل؛ فإن كانت على المائدة فإنه يجب عليه أن لا يجلس بليخرج معرضاً، أما إذا كانت المعصية في مكان بعيد عن المائدة وهو يسمعها أو يراها، فإن قدر على إزالتها وجب عليه أن يفعل، وإن لم يقدر فإن كان ممن يقتدى به فإنه يجب عليه أن يخرج أيضاً؛ وإلا فلا بأس بأن يقعد ويأكل؛ أما إذا كان عالماً قبل أن يذهب فإنه لا يحل له الذهاب إلا إذا كان له تأثير على أنفسهم فيتركون المنكر من أجله، فإنه في هذه الحالة تجب عليه الإجابة، ويجب عليه الذهاب لإزالة المنكر، ولا بأس بإجابة دعوة النصارى.والله أعلم بالصواب

Kitab Al-Fiqh ‘ala Madzahib Al-Arba’ah (Fiqh Empat Mazhab), hal. 35-37

[Menjawab/menhadiri Undangan Walimah dan Lainnya]

Menjawab undangan walimah, yaitu “makanan khusus pernikahan” sebagaimana dijelaskan sebelumnya, adalah wajib (1), sehingga tidak diperbolehkan bagi orang yang diundang untuk tidak hadir. Adapun menjawab undangan selain walimah dari makanan yang disebutkan sebelumnya, seperti hidangan khitan, kepulangan dari perjalanan, dan lainnya, hukumnya sunnah (2).

Kewajiban atau sunnahnya memenuhi undangan memiliki beberapa syarat:

1. Tuan rumah bukanlah orang fasik yang terang-terangan atau zalim, dan tidak ada tujuan buruk seperti pamer atau niat mempengaruhi undangan untuk melakukan maksiat, seperti mengundang hakim agar tidak berlaku adil.

2. Undangan diberikan secara spesifik kepada seseorang. Jika undangan diberikan secara umum tanpa penunjukan, seperti “Ayo makan bersama,” maka kehadiran tidak wajib.

3. Walimah tidak mengandung hal yang haram atau makruh. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka memenuhi undangan tidak wajib atau tidak sunnah. Adapun detail syarat-syaratnya berbeda dalam setiap madzhab (3).

Penjelasan rincinya sebagai berikut:

Hanabilah: waktu anjuran walimah luas, bisa setelah akad nikah hingga selesai resepsi. Anjuran menghadiri walimah berlangsung selama dua hari, hari pertama dan kedua. Hari ketiga makruh, sebagaimana sabda Nabi saw., “Walimah hari pertama adalah hak, hari kedua adalah kebaikan, dan hari ketiga adalah pamer dan riya.” (HR. Abu Dawud dan Ibn Majah).

Syafi’iyah: waktu walimah berlangsung setelah akad dan tidak terbatas waktunya. Sebagian mengatakan walimah bertahan hingga tujuh hari bagi gadis dan tiga hari bagi janda, setelahnya dianggap qadha.

(1) Hanafiyah: mereka memiliki dua pendapat: “Pertama,” bahwa menjawab undangan adalah sunnah muakkadah untuk walimah atau lainnya jika syaratnya terpenuhi. “Kedua,” menjawab undangan walimah nikah adalah sunnah muakkadah mendekati wajib, sedangkan undangan lainnya lebih dianjurkan daripada tidak menghadiri.

(2) Malikiyah: Menjawab undangan terbagi menjadi lima bagian:

1. Wajib, yaitu menjawab undangan walimah nikah.

2. Sunnah, yaitu undangan perjamuan (ta’ami lil-widad).

3. Mubah, undangan yang diadakan dengan tujuan baik, seperti aqiqah, kepulangan dari perjalanan, atau perayaan rumah baru.

4. Makruh, jika undangan bertujuan untuk pamer.

5. Haram, jika diundang oleh pihak yang diharamkan baginya untuk menerima undangan itu, seperti salah satu pihak yang sedang berselisih mengundang hakim.

(3) Hanabilah: memenuhi undangan wajib jika undangan diberikan secara spesifik, jika tidak maka tidak wajib.Wallahu A’lam bishawab

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *