POLEMIK PENAMPAKAN SEDEKAH:Pendapat Ulama tentang Santunan untuk Duafa’ dan Anak Yatim

Polemik Penampakan Sedekah: Pendapat Ulama tentang Santunan untuk Duafa’ dan Anak Yatim

Assalamualaikum
Deskripsi masalah.
Telah terjadi polemik antara ulama perihal menampakan sedekah atau zakat pada duafa’ dan anak yatim dengan memajang mereka dimuka umum ( dalam acara ) santunan anak yatim pada 2 bulan yang lalu ( 10 muharrom) Menurut sebagian mereka lebih utama tidak dinampakkan karena dinampakkan dapat menyakiti hati mereka sebagian lebih utama dinampakkan.
Bagaimana menanggapi hukum hal tersebut menurut perspektif ulama fiqih ( apakah lebih utama tidak dinampakkan sedekah atau sebaliknya).

Waalaikumsalam.

Jawaban

Perdebatan mengenai menampakkan sedekah atau zakat, terutama yang diberikan kepada duafa’ dan anak yatim, memang menjadi isu yang kompleks di kalangan ulama. Terdapat dua pandangan utama dalam masalah ini:

  1. Menampakkan Sedekah atau Zakat
    Sebagian ulama berpendapat bahwa menampakkan sedekah atau zakat, terutama dalam konteks acara santunan, bisa bermanfaat untuk beberapa alasan:
  • Memberi Motivasi kepada Masyarakat: Menampilkan bantuan dapat menginspirasi orang lain untuk berpartisipasi dalam amal, sehingga dapat meningkatkan kepedulian sosial.
  • Mengangkat Martabat Penerima: Dalam beberapa konteks, memperlihatkan penerima zakat atau sedekah dapat membantu mengangkat martabat mereka dan memberikan mereka pengakuan sebagai bagian dari masyarakat.
  • Transparansi: Menampakkan penerima sedekah dapat memberikan transparansi dalam distribusi bantuan, memastikan bahwa sumbangan digunakan dengan tepat. Ini berdasarkan pada apa yang dijelaskan oleh Imam Nawawi Madzhab Syafi’i beliau Imam Nawawi berkata: “Yang lebih utama dalam zakat adalah menampakkan penyerahannya agar dilihat orang lain, sehingga mereka dapat menirunya, dan juga agar tidak disangka buruk terhadapnya. Ini sama halnya dengan salat wajib yang dianjurkan untuk ditampakkan, sedangkan yang dianjurkan untuk disembunyikan adalah salat dan puasa sunnah.” (Al-Majmu’: 6/233. Lihat juga: Fiqh Imam Ja’far: 2/96, di mana disebutkan dalam riwayat: “Menampakkan lebih baik daripada menyembunyikan.”)
    Hal ini karena zakat adalah salah satu syiar Islam yang dengan menampakkannya, memuliakannya, dan melakukannya secara terang-terangan dapat memperkuat agama dan menegaskan identitas kaum Muslimin. Seorang pemberi zakat harus memiliki motivasi untuk menjaga makna-makna luhur ini, bukan untuk pamer di hadapan manusia yang dapat merusak niat, mencemari amal, dan menghilangkan pahala di sisi Allah.
    Adapun berusaha untuk menampakkan syiar-syiar Islam, memuliakannya, dan membuat orang mencintainya, ini adalah tanda-tanda keimanan dan bukti ketakwaan. Allah berfirman: “Demikianlah, dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka itu berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32).
    Mungkin inilah yang dimaksud dengan sikap sombong (bangga diri) yang disukai oleh Allah dalam hal sedekah sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi: “Sikap sombong yang disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla adalah bangga diri seorang lelaki ketika dalam peperangan dan saat bersedekah.” (Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam As-Sunan, Kitab Zakat: 5/79). Dasar dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala: “Jika kalian menampakkan sedekah-sedekah kalian, maka itu adalah hal yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 271).
  1. Tidak Menampakkan Sedekah atau Zakat
    Di sisi lain, banyak ulama yang berpendapat bahwa lebih baik tidak menampakkan sedekah atau zakat. Alasan-alasan mereka antara lain:
  • Menghindari Rasa Malu atau Tertekan pada Penerima: Memajang penerima bantuan di muka umum dapat membuat mereka merasa tertekan, kehilangan harga diri, atau malu. Islam mengajarkan pentingnya menjaga kehormatan individu.
  • Mencari Ridha Allah: Dalam Al-Qur’an, Allah menyebutkan bahwa sedekah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi lebih baik daripada yang diumumkan (Q.S. Al-Baqarah: 271-273). Ini menunjukkan bahwa tujuan utama sedekah adalah untuk mendapatkan ridha Allah, bukan untuk menunjuk-nunjukkan.
  • Prinsip Keikhlasan: Keikhlasan dalam beramal menjadi terganggu ketika amal tersebut ditujukan untuk menunjukkan diri kepada orang lain.Ini berdasarkan apa yang dijelaskan oleh Imam Malik bahwa tidak menampakkan itu lebih baik karena menampakkan hal itu hukumnya makruh, karena dapat menyakiti hati orang miskin

Kesimpulan
Menanggapi perdebatan ini, perspektif ulama fiqih bisa berbeda-beda tergantung pada konteks dan tujuan amal itu sendiri. Jika menampakkan sedekah bertujuan untuk mendorong amal dan tidak merugikan penerima, maka bisa dipertimbangkan. Namun, jika ada risiko menyinggung perasaan penerima atau menimbulkan rasa malu, maka lebih utama untuk menyembunyikan sedekah tersebut.
Sebagai langkah bijaksana, tentang keutamaan keutamaannya adalah sebaiknya dilaksanakan dengan mempertimbangkan stuasi dan kondisi penerima dan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam, seperti menjaga martabat, keikhlasan, dan niat baik. Sebuah pendekatan yang bijaksana dan penuh empati harus diutamakan.

Referensi:

فقه الزكاة للشيخ الدكتور يوسف القرضاوي الجزء الثانى ص ٦٤٢-٦٤٣
إظهار إخراج الزكاة
قال الإمام النووي:
الأفضل في الزكاة إظهار إخراجها ليراه غيره، فيعمل عمله، ولئلا يساء الظن به، وهذا كما أن الصلاة المفروضة يستحب إظهارها، وإنما يستحب الإخفاء في نوافل الصلاة والصوم (المجموع: ٦/٢٣٣، انظر: فقه الإمام جعفر: ٢/٩٦، حيث قال في رواية: “الإعلان أفضل من الإسرار “.
وذلك أن الزكاة من شعائر الإسلام التي في إظهارها وتعظيمها والمعالنة بها تقوية للدين وتأكيد لشخصية المسلمين، ويجب أن يكون الحرص على هذه المعاني الكريمة رائد المزكي، لا مراءاة الناس التي تفسد النية، وتلوث العمل، وتحبط الأجر عند الله.
أما الحرص على إظهار شعائر الإسلام وتعظيمها وتحبيبها إلى الناس، فهذا من دلائل الإيمان، وأمارات التقوى. قال تعالى: (ذلك ومن يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب). (الحج: ٣٢).
ولعل هذا هو المراد بالاختيال الذي يحبه الله في الصدقة الذي جاء به الحديث النبوي: (والاختيال الذي يحبه الله عز وجل اختيال الرجل بنفسه عند القتال وعند الصدقة) (رواه النسائي في السنن، كتاب الزكاة: ٥/٧٩)، وأصل ذلك قوله تعالى: (إن تبدوا الصدقات فنعما هي). (البقرة: ٢٧١).
هل يخبر الفقير بأنها زكاة؟
إذا لم تكن الحكومة المسلمة هي التي تتولى أمر الزكاة جباية وتوزيعًا، وكان الأفراد هم الذين يقومون بصرفها على مستحقيها -كما هو الشأن في معظم البلاد الإسلامية اليوم- فالأولى لمن يخرج الزكاة: ألا يخبر الفقير أن ما يعطيه إياه زكاة فقد يؤذى الآخذ ذلك القول -وخاصة إذا كان من المستورين الذين يتعففون عن أخذ الصدقات- ولا حاجة إليه.
قال في “المغنى”: “وإذا دفع الزكاة إلى من يظنه فقيرًا، لم يحتج إلى إعلامه أنه زكاة، قال الحسن: أتريد أن تقرعه؟! لا تخبره.
وقال أحمد بن الحسن: قلت لأحمد: يدفع الرجل الزكاة إلى الرجل فيقول: هذا من الزكاة أو يسكت؟
قال: “ولم يبكته بهذا القول؟! يعطيه ويسكت. ما حاجته إلى أن يقرعه”؟! (المغنى: ٢/٦٤٢).
بل قال بعض المالكية: يكره، لما فيه من كسر قلب الفقير (بلغة السالك وحاشية الصاوي: ١/٣٣٥)

Menampakkan Penyerahan Zakat
Imam Nawawi berkata: “Yang lebih utama dalam zakat adalah menampakkan penyerahannya agar dilihat orang lain, sehingga mereka dapat menirunya, dan juga agar tidak disangka buruk terhadapnya. Ini sama halnya dengan salat wajib yang dianjurkan untuk ditampakkan, sedangkan yang dianjurkan untuk disembunyikan adalah salat dan puasa sunnah.” (Al-Majmu’: 6/233. Lihat juga: Fiqh Imam Ja’far: 2/96, di mana disebutkan dalam riwayat: “Menampakkan lebih baik daripada menyembunyikan.”)
Hal ini karena zakat adalah salah satu syiar Islam yang dengan menampakkannya, memuliakannya, dan melakukannya secara terang-terangan dapat memperkuat agama dan menegaskan identitas kaum Muslimin. Seorang pemberi zakat harus memiliki motivasi untuk menjaga makna-makna luhur ini, bukan untuk pamer di hadapan manusia yang dapat merusak niat, mencemari amal, dan menghilangkan pahala di sisi Allah.
Adapun berusaha untuk menampakkan syiar-syiar Islam, memuliakannya, dan membuat orang mencintainya, ini adalah tanda-tanda keimanan dan bukti ketakwaan. Allah berfirman: “Demikianlah, dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka itu berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32).
Mungkin inilah yang dimaksud dengan sikap sombong (bangga diri) yang disukai oleh Allah dalam hal sedekah sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi: “Sikap sombong yang disukai oleh Allah ‘Azza wa Jalla adalah bangga diri seorang lelaki ketika dalam peperangan dan saat bersedekah.” (Diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam As-Sunan, Kitab Zakat: 5/79). Dasar dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala: “Jika kalian menampakkan sedekah-sedekah kalian, maka itu adalah hal yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 271).

Apakah orang miskin diberitahu bahwa itu adalah zakat?
Jika pemerintah Muslim tidak mengurus pengumpulan dan distribusi zakat, dan individu-lah yang memberikan kepada yang berhak—seperti yang terjadi di sebagian besar negara Islam saat ini—maka sebaiknya orang yang mengeluarkan zakat tidak memberitahu orang miskin bahwa yang diberikan adalah zakat, karena hal itu bisa menyakiti perasaan penerima, terutama jika mereka adalah orang yang tertutup dan enggan menerima sedekah.
Dalam kitab “Al-Mughnī”, disebutkan: “Dan jika dia memberikan zakat kepada seseorang yang dia anggap miskin, tidak perlu untuk memberitahunya bahwa itu adalah zakat.” Al-Hasan berkata: “Apakah kamu ingin mempermalukannya? Jangan beri tahu dia.”
Ibn al-Hasan berkata: “Aku bertanya kepada Ahmad: Apakah seorang lelaki memberikan zakat kepada seorang lelaki dan berkata: Ini dari zakat, atau dia diam saja?” Ahmad menjawab: “Mengapa dia harus mempermalukannya dengan ucapan itu?! Dia memberinya dan diam saja. Apa perlunya untuk mempermalukannya?” (Al-Mughnī: 2/642).
Bahkan, beberapa ulama Maliki mengatakan bahwa hal itu tidak hukumnya makruh, karena dapat menyakiti hati orang miskin (dalam Bahjat al-Salik dan Hasyiah al-Sawi: 1/335).Wallahu A’lam

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *