
Assalamualaikum
Deskripsi masalah
Maulid Nabi Muhammad SAW salah satu hari raya Umat Islam di Indonesia bahkan mendunia. Diperingati setiap tgl 12 Rabiul awal, kita sering kali disuguhi polemik tentang hukum memperingati Kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini majelis tarjih menegaskan bahwa tidak ada dalil yang berisi larangan atau perintah dalam memperingati Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Pertanyaannya.
Benarkah bahwa tidak adalil larangan atau perintah tentang memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW
Waalaikum salam
Jawaban
Perayaan Maulid Nabi SAW menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan ulama. Perbedaan ini timbul dari pandangan yang berbeda mengenai bukti dan syariat.
1. Tidak ada bukti khusus
Benar, tidak ada bukti khusus yang memerintahkan atau melarang perayaan Maulid Nabi. Oleh karena itu, hal ini dianggap sebagai urusan ijtihadi, di mana para ulama berhak untuk berdiskusi menggunakan bukti umum dan kaidah syariat. Ulama yang tidak mendukung perayaan Maulid berpendapat bahwa Nabi SAW dan para sahabatnya tidak merayakan Maulid, sehingga dianggap sebagai praktik baru dalam Islam.
Namun, beberapa ulama yang mendukung perayaan ini mengacu pada Imam Bukhari yang meriwayatkan secara ta’liq bahwa Sayyidina al-Abbas ibn Abi Talib radhiyallahu ‘anhu melihat saudaranya, Abu Lahab, setelah kematiannya dalam mimpi. Al-Abbas bertanya, “Apa yang terjadi padamu?” Abu Lahab menjawab, “Aku berada di neraka, tetapi azabku diringankan setiap malam Senin, dan aku diberi minum dari air yang keluar dari antara dua jariku ini.” Dia mengisyaratkan kepada kepalanya dan dua jarinya. “Hal itu karena aku membebaskan Tsuwaibah ketika dia memberitahuku tentang kelahiran Nabi, dan aku juga menyusukannya.”
Al-‘Allamah al-Hafizh Shamsuddin Ibn Jazari, salah satu ulama besar, menyebutkan dalam kitab ‘Urf at-Ta‘rif bi al-Mawlid asy-Syarif setelah mengisahkan peristiwa Abu Lahab dengan Tsuwaibah: “Jika seorang kafir seperti Abu Lahab, yang al-Qur’an menurunkan kecaman atasnya, masih diberi balasan keringanan di neraka karena kegembiraannya saat kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimana pula dengan seorang Muslim yang bertauhid dari umatnya yang bergembira dengan kelahiran Nabi dan menunjukkan kecintaannya kepada beliau dengan segala kemampuannya? Demi umurku, pasti balasannya dari Allah Yang Maha Mulia adalah dimasukkan ke dalam surga dengan rahmat-Nya yang luas.”
Al-Hafizh Ibn Nasiruddin ad-Dimasyqi memberikan komentar tentang hadis ini dengan bait syairnya:
“Jika seorang kafir yang telah datang kecamannya, dan kedua tangannya binasa dalam neraka kekal selamanya, Diringankan azabnya setiap hari Senin, karena kegembiraannya atas lahirnya Ahmad yang terpuji, Maka bagaimana dengan seorang hamba yang sepanjang hidupnya, berbahagia dengan Ahmad dan mati dalam keadaan bertauhid?”
Pada cerita Abu Lahab dalam Sahih Bukhari, di mana siksaannya diringankan setiap hari Senin karena membebaskan budaknya *Thuwaibah* saat menerima kabar kelahiran Nabi. Dari cerita ini, dipahami bahwa kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, bahkan dari seseorang yang kafir, dapat mendatangkan kebaikan. Jadi, bagi seorang Muslim yang mencintai Nabi, merayakan kelahirannya dianggap sebagai amal shaleh.
2. Bukti dari Al-Qur’an
Beberapa ulama yang mendukung perayaan Maulid mengutip ayat 58 dari Surah Yunus:
سورة يونس: ٥٨: “قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ.”
_“Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’”_
Mereka menafsirkan “karunia Allah” dan “rahmat-Nya” sebagai merujuk kepada Nabi Muhammad SAW yang disebut sebagai rahmat bagi seluruh alam dalam Surah Al-Anbiya: 107 :
“وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين.”
Oleh karena itu, perayaan Maulid dianggap sebagai bentuk kegembiraan atas kedatangan Nabi sebagai rahmat bagi alam.
Juga, hadis Nabi tentang puasa pada hari Senin digunakan sebagai bukti, di mana Nabi SAW bersabda:
_“Hari itu adalah hari aku dilahirkan, dan hari aku diutus atau wahyu diturunkan kepadaku.”_
Dari hadis ini, dipahami bahwa Nabi sendiri menunjukkan rasa syukurnya pada hari kelahirannya.
3. Kritik terhadap bukti
Di sisi lain, ulama yang menolak perayaan Maulid berpendapat bahwa bukti-bukti ini tidak mendukung perayaan secara spesifik. Mereka menafsirkan Surah Yunus: 58 sebagai perintah umum untuk bergembira dengan nikmat Allah, dan bukan secara khusus untuk Maulid Nabi. Mereka juga menganggap hadis tentang puasa hari Senin sebagai bentuk syukur Nabi secara pribadi, bukan sebagai ajakan untuk merayakan hari kelahirannya.
4. Melihat perayaan Maulid dari perspektif Maqasid Syariah*
Dari perspektif Maqasid Syariah(tujuan syariat), penting untuk mengevaluasi apakah perbuatan ini mencapai salah satu dari lima tujuan utama syariat Islam: menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta.
Dalam konteks perayaan Maulid Nabi, ulama yang mendukung perayaan ini melihat beberapa maqasid yang dapat tercapai:
1. Menjaga agama: Perayaan Maulid dianggap sebagai sarana untuk memperkuat cinta kepada Nabi SAW, yang merupakan bagian dari iman. Melalui perayaan Maulid, umat Muslim diingatkan tentang ajaran Nabi, kehidupan, dan nilai-nilai Islam, sehingga memperkuat iman.
2. Menjaga jiwa:Melalui perayaan Maulid, kegiatan sosial seperti sedekah, doa, dan dzikir menjadi lebih umum, yang memberikan ketenangan dan kesejahteraan bagi yang berpartisipasi. Dengan fokus pada ajaran Nabi SAW, perayaan ini dapat meningkatkan kondisi spiritual dan mental individu.
3. Menjaga akal: Salah satu aspek penting dari perayaan Maulid adalah pendidikan mengenai kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Ini dapat membantu menjaga pemahaman umat tentang Islam dan meningkatkan pengetahuan agama.
4.Menjaga keturunan: Perayaan Maulid dapat menjadi sarana untuk mengajarkan generasi muda nilai-nilai Islam. Dengan mengenalkan mereka pada kehidupan Nabi, nilai-nilai moral Islam dapat ditanamkan sejak dini, mendukung kesinambungan generasi yang mematuhi syariat.
5. *Menjaga harta:* Meskipun ada kritik mengenai pemborosan dalam perayaan Maulid, kegiatan ini dapat diarahkan pada bentuk-bentuk yang lebih produktif dan bermanfaat. Misalnya, perayaan Maulid dapat diatur dengan sederhana dan dana yang dikumpulkan dapat disalurkan untuk kegiatan amal seperti membantu fakir miskin dan membutuhkan.
Kesimpulan dari Perspektif Maqasid Syariah
Dari perspektif “Maqasid Syariah“, selama perayaan Maulid dilakukan dengan niat baik dan dalam kerangka syariat, serta tidak disertai hal-hal yang bertentangan dengan prinsip Islam, perayaan ini dapat dianggap positif. Karena dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan syariat seperti memperkuat iman, menyebarluaskan ilmu, meningkatkan kondisi psikologis, dan membantu orang lain. Namun, perayaan harus tetap dalam batas yang wajar, dengan penekanan pada keikhlasan dan niat yang murni untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Berikut adalah beberapa referensi yang dapat digunakan untuk memperdalam topik mengenai perayaan Maulid Nabi dan perbedaan pendapat ulama:
1. Al-Qur’an:
Surah Yunus: 58: “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.’”
Surah Al-Anbiya: 107 : “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.”
2.Hadis:
Hadis riwayat Sahih Muslim terkait puasa hari Senin, di mana Nabi Muhammad SAW bersabda, _“Hari itu adalah hari aku dilahirkan.”_ (HR. Muslim).
– Hadis dalam Sahih Bukhari mengenai Abu Lahab, yang siksaan nerakanya diringankan setiap hari Senin karena memerdekakan budaknya Thuwaibah setelah mendengar kelahiran Nabi Muhammad SAW.
3. Kitab-Kitab Klasik:
Al-Ibtida’ oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, membahas inovasi-inovasi baru dalam Islam dan pandangan ulama terhadapnya.
Al-Hawi Lil Fatawi oleh Jalaluddin As-Suyuti, mendukung perayaan Maulid Nabi berdasarkan berbagai dalil syar’i.
I’anah at-Thalibin oleh Sayyid Bakri Syatha yang membahas dasar-dasar Maulid dari perspektif fiqh.
4. Pandangan Ulama:
Ibn Taymiyyah dalam Iqtida’ al-Sirat al-Mustaqim mengkritik perayaan Maulid, tetapi juga mengatakan bahwa jika niatnya adalah bentuk penghormatan kepada Nabi, bisa dihargai.
Imam As-Suyuti yang mendukung perayaan Maulid sebagai bentuk syukur dan cinta kepada Nabi Muhammad SAW.
5. Maqasid Syariah: Buku-buku yang membahas teori Maqasid Syariah seperti karya Imam Asy-Syatibi dalam Al-Muwafaqat fi Usul al-Shariah, yang bisa menjadi dasar analisis apakah suatu tindakan sejalan dengan tujuan utama syariat Islam.
يُعدّ مولد النبي محمد صلى الله عليه وسلم من الأعياد الإسلامية التي يحتفل بها المسلمون في إندونيسيا بل وفي جميع أنحاء العالم. يُحتفل به في اليوم الثاني عشر من شهر ربيع الأول. وغالبًا ما يُثار جدل حول حكم الاحتفال بمولد النبي محمد صلى الله عليه وسلم. وفي هذا الصدد، أكد مجلس الترشيد أنه لا يوجد دليل صريح يتضمن أمرًا أو نهيًا بشأن الاحتفال بمولد النبي محمد صلى الله عليه وسلم.
السؤال
هل صحيح أنه لا يوجد دليل صريح يمنع أو يأمر بالاحتفال بمولد النبي محمد صلى الله عليه وسلم؟
الجواب
الاحتفال بالمولد النبوي الشريف يثير خلافًا بين العلماء. هذا الخلاف ينشأ من وجهات نظر مختلفة حول الأدلة والشريعة.
١. عدم وجود دليل خاص
صحيح أنه لا يوجد دليل خاص يأمر أو ينهى عن الاحتفال بالمولد النبوي. وبالتالي، يعتبر هذا الأمر من الأمور الاجتهادية التي يحق للعلماء مناقشتها باستخدام الأدلة العامة والقواعد الشرعية. يرى العلماء الذين لا يدعمون الاحتفال بالمولد أن النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه لم يحتفلوا بالمولد، وبالتالي يُعتبر ممارسة جديدة في الإسلام.
ومع ذلك، فإن بعض العلماء الذين يؤيدون الاحتفال بالمولد يشيرون إلى قصة أبو لهب في صحيح البخاري، روى الإمام البخارى تعليق أن سيدنا العباس إبن أبي طالب رضى الله رأى أخاه أبالهب بعد موته فى النوم فقال له مالك فقال فى النار إلاأنه خفف عني كل ليلة اثنين وأسقى من بين إصبعي هاتين ماء فأشار إلى الرأس إصبعه وإن ذلك بإعتقاق ثويبة عندما بشرتني بولادة النبي وبإضاعها له . وقال العلامة الحافظ شمس الدين من كبائر العلماء بن جزرى فى عرف التعريف بالمولد الشريف بعد ذكره قصة أبى لهب مع ثويبة : فإذا كان هذا أبو لهب الكافر الذي نزل القرآن بذمه جوزى فى النار بفرحه ليلة مولده صلى الله عليه وسلم فماحال المسلم الموحد من أمته عليه السلام يسر ويفرح بمولده ويبذل ماتصل إليه قدرته فى محبته صلى الله عليه وسلم؟ لعمرى إنمايكون جزاؤه من الله الكريم أن يدخله بفضله العميم الجنات النعيم . وعلق الحافظ إبن ناصر الدين الدمشقي على هذا الحديث حيث قال: إذا كان هذا كافرا جاء ذمه # وتبت يداه فى الجحيم مخلدا
أتى أنه فى يوم الإثنين دائما#
يخفف عنه للسرور بأحمدا
فماالظن بالعبد الذي طول عمره # بأحمد مسرورا ومات موحدا
وحديث سيدنا العباس رؤيا حق وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم يجعل لرؤيا الحق إعتبارا خاصا فى التشريع حيث شرع الآذان موافقة لرؤيا رآها أحد الصحابة فى منامه
( عرف التعريف المولد الشريف للشيخ إبن ناصر الدمشقي )
من هذه القصة، يُفهم أن الفرح بولادة النبي محمد صلى الله عليه وسلم، حتى من شخص كافر، يمكن أن يجلب الخير. لذلك، فإن الاحتفال بولادة النبي بالنسبة للمسلم الذي يحب النبي يعتبر عملًا صالحًا.
٢. الدليل من القرآن الكريم
يستشهد بعض العلماء الذين يؤيدون الاحتفال بالمولد بالآية ٥٨ من سورة يونس:
“قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ”.
يفسرون “فضل الله” و”رحمته” على أنهما إشارة إلى النبي محمد صلى الله عليه وسلم الذي وُصف بأنه رحمة للعالمين في سورة الأنبياء: ٢٠٧. ولذلك، يُعتبر الاحتفال بالمولد نوعًا من الفرح بقدوم النبي كرحمة للعالم.
وأيضًا، يتم استخدام حديث النبي حول صيام يوم الاثنين كدليل، حيث قال النبي صلى الله عليه وسلم:
“ذلك يوم وُلدت فيه، ويوم بُعثت فيه أو نزل الوحي علي فيه.”
من هذا الحديث، يُفهم أن النبي بنفسه أظهر شكره في يوم ميلاده.
٣. النقد على الأدلة
من ناحية أخرى، يرى العلماء الذين يرفضون الاحتفال بالمولد أن هذه الأدلة لا تدعم الاحتفال بشكل خاص. يفسرون سورة يونس: ٥٨ على أنها أمر عام بالفرح بنعم الله، وليس خصيصًا للمولد النبوي. كما يرون أن حديث صيام يوم الاثنين هو تعبير عن شكر النبي بشكل شخصي، وليس دعوة للاحتفال بيوم ميلاده.
٤. النظر في الاحتفال بالمولد من منظور مقاصد الشريعة
من منظور “مقاصد الشريعة” (أهداف الشريعة)، من المهم تقييم ما إذا كان هذا العمل يحقق أحد الأهداف الخمسة الرئيسية للشريعة الإسلامية: حفظ الدين، وحفظ النفس، وحفظ العقل، وحفظ النسل، وحفظ المال.
في سياق الاحتفال بالمولد النبوي، يرى العلماء الذين يدعمون هذا الاحتفال عدة مقاصد يمكن تحقيقها:
١. حفظ الدين: يُعتبر الاحتفال بالمولد وسيلة لتعزيز المحبة للنبي صلى الله عليه وسلم، وهو جزء من الإيمان. من خلال الاحتفال بالمولد، يتم تذكير المسلمين بتعاليم النبي وحياته وقيم الإسلام، مما يعزز الإيمان.
٢. حفظ النفس: من خلال الاحتفال بالمولد، تصبح الأنشطة الاجتماعية مثل الصدقة والدعاء والذكر أكثر شيوعًا، مما يوفر الطمأنينة والرفاهية للمشاركين. مع التركيز على تعاليم النبي صلى الله عليه وسلم، يمكن أن يحسن الاحتفال الحالة الروحية والنفسية للأفراد.
٣. حفظ العقل: من الجوانب المهمة للاحتفال بالمولد التعليم حول حياة وتعاليم النبي محمد صلى الله عليه وسلم. هذا يمكن أن يساعد في الحفاظ على فهم الأمة للإسلام وزيادة المعرفة الدينية.
٤. حفظ النسل: يمكن أن يكون الاحتفال بالمولد وسيلة لتعريف الأجيال الناشئة بقيم الإسلام. من خلال تعريفهم بحياة النبي، يمكن زرع القيم الأخلاقية الإسلامية فيهم من سن مبكرة، مما يدعم استمرارية جيل يلتزم بالشريعة.
٥. حفظ المال:على الرغم من الانتقادات المتعلقة بالإسراف في الاحتفال بالمولد، يمكن توجيه هذه الأنشطة إلى أشكال أكثر إنتاجية وفائدة. على سبيل المثال، يمكن تنظيم الاحتفال بالمولد ببساطة وتوجيه الأموال التي تم جمعها إلى أنشطة خيرية مثل مساعدة الفقراء والمحتاجين.
الخلاصة من منظور مقاصد الشريعة
من منظور “مقاصد الشريعة”، ما دام الاحتفال بالمولد يتم بنية حسنة وفي إطار الشريعة، ولا يصاحبه أمور تتعارض مع المبادئ الإسلامية، فيمكن اعتبار هذا الاحتفال إيجابيًا. لأنه يمكن أن يسهم في تحقيق أهداف الشريعة مثل تعزيز الإيمان، ونشر العلم، وتحسين الحالة النفسية، ومساعدة الآخرين. ومع ذلك، يجب أن يظل الاحتفال ضمن حدود معقولة، مع التركيز على الإخلاص والنوايا الخالصة للتقرب إلى الله تعالى.
بعض المراجع التي يمكن استخدامها لتعميق موضوع الاحتفال بالمولد النبوي واختلاف الآراء بين العلماء:
١. القرآن الكريم:
سورة يونس: ٥٨: “قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ.”
سورة الأنبياء: ١٠٧: “وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين.”
٢. الأحاديث النبوية:
حديث رواه صحيح مسلم عن صيام يوم الاثنين، حيث قال النبي صلى الله عليه وسلم: “ذلك يوم وُلدت فيه.”
يمكن العثور عليه في صحيح مسلم، كتاب الصيام، باب صوم يوم الإثنين والخميس
حديث في صحيح البخاري عن أبو لهب، حيث خُفف عنه العذاب كل يوم اثنين لأنه أعتق جاريته ثويبة بعد سماعه خبر ولادة النبي محمد صلى الله عليه وسلم
موجود في صحيح البخاري، كتاب النكاح، باب ما جاء في فضل من يعتق جارية.
٣. الكتب الكلاسيكية:
الابتداع لابن حجر العسقلاني: يناقش الابتكارات الجديدة في الإسلام وآراء العلماء حولها.
يمكن العثور على نقاش الابتداع في كتاب ابن حجر، خاصة في الفصل الذي يتناول البدع
الحاوي للفتاوي لجلال الدين السيوطي: يدعم الاحتفال بالمولد النبوي استنادًا إلى الأدلة الشرعية.
يذكر المولد النبوي في الفصل المتعلق بالاحتفالات الدينية.
إعانة الطالبين للسيد بكري شطة، الذي يناقش أسس المولد من منظور الفقه.
مذكور في الفصول المتعلقة بالبدع أو الاحتفالات الدينية.
٤. آراء العلماء:
ابن تيمية في اقتضاء الصراط المستقيم*: ينتقد الاحتفال بالمولد، لكنه يقول أيضًا إنه إذا كانت النية هي تكريم النبي، يمكن تقديره يمكن العثور عليه في الفصل المتعلق بالبدع.
الإمام السيوطي: يتناول الاحتفال بالمولد كنوع من الشكر والمحبة للنبي محمد صلى الله عليه وسلم موجود في كتب الفتاوى الخاصة به في مواضع تتعلق بالبدع الحسنة أو المستحدثات.
٥. مقاصد الشريعة : كتب الإمام الشاطبي في الموافقات تحتوي على تحليل عميق لمقاصد الشريعة في الأجزاء التي تتناول الابتكارات الجديدة وكيفية موافقتها مع مقاصد الشريعة الخمسة
يمكن العثور عليها في الأجزاء التي تناقش مقاصد الشريعة في الابتكارات الدينية.
الصفحات الدقيقة قد تختلف حسب الطبعات المختلفة لهذه الكتب. يفضل الرجوع إلى الفهارس في الكتب المعنية لتحديد المواضع بدقة.