HUKUM SHALAT BERJAMAAH KETIKA DIPERTENGAHAN SHALAT DIKETAHUI ANGGOTA TUBUHNYA ADA NAJIS

HUKUM SHALAT BERJAMAAH KETIKA DIPERTENGAHAN SHALAT KETAHUI ANGGOTA TUBUHNYA ADA NAJIS

Assalamualaikum

Deskripsi Masalah

Katakanlah seorang pria bernama Ahmad yang sedang melaksanakan shalat berjemaah di masjid pada waktu Maghrib. Ahmad, bersama para jamaah lainnya, dipimpin oleh Imam yang dikenal di lingkungan tersebut. Shalat berlangsung dengan khusyuk, suasana masjid sunyi, hanya terdengar lantunan bacaan Imam yang menggetarkan hati setiap makmum.

Di tengah-tengah rakaat pertama, seorang makmum bernama Zaid yang berada di shaf belakang secara tak sengaja melihat bagian belakang kaki Imam ketika sang Imam sedang sujud. Dalam pandangan singkat itu, Zaid memperhatikan sesuatu yang aneh — ada noda yang jelas tampak seperti najis di telapak kaki sang Imam katakanlah kotoran kotoran ayam atau cecak dalam kondisi yang sedemikian Zaid mulai gelisah, pikirannya terpecah antara melanjutkan shalat dan kekhawatirannya terhadap najis di kaki Imam. Menurut pengetahuannya, salah satu syarat sahnya shalat adalah suci dari najis, baik di badan, pakaian, maupun tempat.

Sementara itu, Zaid terus melanjutkan shalat, mencoba fokus, namun pikiran tersebut terus mengganggunya. Hingga ketika shalat memasuki rakaat kedua, Musykil semakin kuat dalam benaknya:

Narasi ini menggambarkan sebuah dilema yang mungkin dialami oleh seseorang dalam situasi shalat berjemaah, di mana kepastian hukum tentang najis menjadi pusat kebingungan yang harus dihadapi dengan hati-hati dan ilmu.

Pertanyaannya.

  1. Jika memang benar ada najis, apa yang harus dilakukan oleh makmum ( Zaid ) ?
  2. Bagaimana cara mengingatkan Imam dalam kondisi sebagaimana deskripsi?
  3. Kalau ternyata Makmum memberi peringatan kepada Namum Imam tidak menghiraukan apa langkah yang pantas bagi Makmum ?
  4. Bagaimana sholatnya imam kalau makmum memberi tau kepada imam setelah solat?
    Mohon jawabannya terimakasih.

Wa’alaikumussalam

Berikut adalah jawaban dari pertanyaan yang diajukan:

  1. Apa yang harus dilakukan oleh makmum ( Zaid ) jika benar-benar mengetahui ada najis di kaki imam?
    Jika makmum ( Zaid ) mengetahui bahwa di kaki imam ada najis, maka yang harus dilakukan adalah memberi tahu imam dengan segera, karena najis yang menempel pada tubuh atau pakaian imam dapat membatalkan shalatnya. Namun, jika imam tidak mengetahuinya sampai shalat selesai, pandangan ulama Mazhab Syafi’i, jika seseorang shalat dalam keadaan terdapat najis yang tidak disadari, dan baru mengetahuinya setelah selesai shalat, maka shalatnya tidak sah dan wajib diulangi. Namun, jika imam segera diberi tahu dan najis tersebut bisa dibersihkan tanpa melakukan gerakan yang membatalkan shalat, maka imam bisa tetap melanjutkan shalatnya.

Jawaban .No 2

Dari pertanyaan bagaimana cara untuk memberi tahu imam bahwa di kakinya ada najis?

Cara yang paling tepat adalah memberi isyarat yang tidak membatalkan shalat, seperti mengucapkan “subhanallah” dengan suara pelan jika yang mengetahui adalah makmum laki-laki. Jika makmum perempuan, mereka bisa menepukkan tangan sebagai tanda bahwa ada sesuatu yang harus diperhatikan oleh imam (ini berdasarkan sunnah Rasulullah ﷺ yang menjelaskan cara makmum memberi isyarat kepada imam).

Imam An-Nawawi dalam kitabnya “Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab” menyebutkan bahwa jika ada sesuatu yang perlu diperhatikan oleh imam saat shalat, maka makmum dianjurkan untuk mengucapkan “subhanallah” bagi laki-laki, dan menepuk tangan bagi perempuan.
Makmum Memberikan Peringatan dengan Cara yang Lebih Jelas

  • Jika imam tidak merespon peringatan awal, makmum dapat mencoba cara yang lebih jelas, misalnya: Mengucapkan “Subhanallah” dengan lebih keras agar imam menyadari ada sesuatu yang salah.
  • Jika memungkinkan, makmum bisa menggerakkan tangan dengan isyarat tertentu tanpa melakukan gerakan besar yang membatalkan shalat.

Jawaban No.3
Jika imam tidak menghiraukan atau tidak menyadari peringatan dari makmum terkait adanya najis pada tubuh atau pakaiannya selama shalat, apa langkah yang harus diambil Makmum ( Zaid )

Berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil oleh makmum:

  1. Makmum Boleh Mufaraqah ( Memisahkan Diri dari Imam )
  • Jika imam tidak merespons peringatan, makmum boleh memisahkan diri dari jamaah (shalat munfarid) dan melanjutkan shalat sendiri. Ini bisa dilakukan karena shalat di belakang imam yang memiliki najis dan tetap melanjutkannya dianggap tidak sah (dalam mazhab Syafi’i). Caranya adalah dengan berniat untuk memisahkan diri dari imam (niat mufaraqah) dan menyelesaikan shalat secara sendirian (munfarid). Niat ini bisa dilakukan dalam hati tanpa perlu ucapan verbal. Dalil: Dalam mazhab Syafi’i, diperbolehkan bagi makmum untuk memisahkan diri dari imam jika ada alasan yang sah, seperti imam yang batal atau dalam kondisi tidak sah untuk melanjutkan shalat (misalnya, karena ada najis).
  1. Makmum Dapat Mengikuti Imam Hingga Shalat Selesai (Jika Tidak Tahu Najisnya) sebagaimana makmum yang lain
  • Jika imam tidak menghiraukan peringatan makmum, dan makmum tidak yakin apakah imam menyadari atau tidak, sebagian ulama memperbolehkan makmum untuk tetap mengikuti imam sampai selesai shalat dengan niat bahwa dia tidak mengetahui pasti apakah imam menyadari atau tidak. Namun, setelah shalat selesai: Jika diketahui dengan pasti bahwa ada najis pada imam, maka shalat imam (dan makmum yang mengikuti imam) dalam kondisi najis dianggap tidak sah, dan mereka harus mengulangi shalat tersebut.

Jawaban No 4

Dari pertanyaa bagaimana hukum shalat imam jika makmum memberi tahu setelah shalat selesai?

-Jika imam baru mengetahui adanya najis setelah shalat selesai, maka hukumnya menurut Mazhab Syafi’i, shalat imam dianggap tidak sah karena shalat dengan najis yang diketahui setelahnya. Dalam hal ini, imam harus mengulangi shalatnya, dan jika para makmum mengetahui hal ini setelah shalat, maka mereka pun harus mengulanginya.

Kesimpulan:
✅Makmum harus memberi tahu imam dengan segera menggunakan isyarat seperti mengucapkan “subhanallah” (untuk laki-laki) atau menepukkan tangan (untuk perempuan).

✅Jika najis bisa segera dibersihkan tanpa banyak gerakan, imam bisa melanjutkan shalatnya.
✅Jika najis baru diketahui setelah shalat selesai, dalam mazhab Syafi’i shalat harus diulang.

✅Jika imam tidak menghiraukan atau tidak menyadari peringatan dari makmum terkait adanya najis pada tubuh atau pakaiannya selama shalat, berikut adalah langkah-langkah yang bisa diambil oleh makmum:

  1. Makmum Boleh Memisahkan Diri dari Imam
    ✅Jika imam tidak merespons peringatan, makmum boleh memisahkan diri dari jamaah (shalat munfarid) dan melanjutkan shalat sendiri. Ini bisa dilakukan karena shalat di belakang imam yang memiliki najis dan tetap melanjutkannya dianggap tidak sah (dalam mazhab Syafi’i).
    ✅Caranya adalah dengan berniat untuk memisahkan diri dari imam (niat mufaraqah) dan menyelesaikan shalat secara sendirian (munfarid). Niat ini bisa dilakukan dalam hati tanpa perlu ucapan verbal. Dalil: Dalam mazhab Syafi’i, diperbolehkan bagi makmum untuk memisahkan diri dari imam jika ada alasan yang sah, seperti imam yang batal atau dalam kondisi tidak sah untuk melanjutkan shalat (misalnya, karena ada najis).
  2. Makmum Dapat Mengikuti Imam Hingga Shalat Selesai (Jika Tidak Tahu Najisnya)
    ✅Jika imam tidak menghiraukan peringatan makmum, dan makmum tidak yakin apakah imam menyadari atau tidak, sebagian ulama memperbolehkan makmum untuk tetap mengikuti imam sampai selesai shalat dengan niat bahwa dia tidak mengetahui pasti apakah imam menyadari atau tidak.
    Namun, setelah shalat selesai: Jika diketahui dengan pasti bahwa ada najis pada imam, maka shalat imam (dan makmum yang mengikuti imam) dalam kondisi najis dianggap tidak sah, dan mereka harus mengulangi shalat tersebut.
  3. Makmum Memberikan Peringatan dengan Cara yang Lebih Jelas
    ✅Jika imam tidak merespon peringatan awal, makmum dapat mencoba cara yang lebih jelas, misalnya:
  4. Mengucapkan “Subhanallah” dengan lebih keras agar imam menyadari ada sesuatu yang salah.
    • Jika memungkinkan, makmum bisa menggerakkan tangan dengan isyarat tertentu tanpa melakukan gerakan besar yang membatalkan shalat.
      ✅Jika imam tidak menghiraukan peringatan dan ada najis yang pasti, maka makmum sebaiknya memisahkan diri dari imam dan melanjutkan shalat sendiri.
      ✅Jika makmum tetap mengikuti imam dan baru menyadari najis setelah shalat selesai, maka shalatnya harus diulang karena dianggap tidak sah (khususnya dalam mazhab Syafi’i).

Wallahu a’lam bish-shawab.


Referensi:

١) اَلْمَجْمُوْعُ شَرْحُ الْمُهَذَّبِ (٤/ ٢٣٨)
وَاِنْ سَهَا الْاِمَامُ فيِ صَلَاتِهِ فان كان في قراءة فتح عليه المأموم لما روى أنس قال ” كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم يلقن بعضهم بعضا في الصلاة ” وإن كان في ذكر غيره جهر به المأموم ليسمعه فيقوله وَإِنْ سَهَا فِيْ فِعْلٍ سَبَّحَ بِهِ لِيُعْلِمَهُ فان لم يقع للامام أنه سها لم يعمل بقول المأموم لان من شك في فعل نفسه لم يرجع فيه الي قول غيره كالحاكم إذا نسى حكما حكم به فشهد شاهدان أنه حكم به وهو لا يذكره وَأَمَّا الْمَأْمُوْمُ فَيُنْظَرُ فِيْهِ فَاِنْ كَانَ سَهْوُ اْلِامَامِ فِيْ تَرْكِ فَرْضٍ مِثْلُ أَنْ يَقْعُدَ وَفَرْضُهُ أَنْ يَقُوْمَ أَوْ يَقُوْمَ وَفَرْضُهُ أَنْ يَقْعُدُ لَمْ يُتَابِعْهُ لِاَنَّهُ اِنَّمَا يَلْزَمُهُ مُتَابَعَتُهُ فِيْ أَفْعَالِ الصَّلَاةِ وَمَا يَأْتِي بِهِ لَيْسَ مِنْ أَفْعَالِ الصَّلاَةِ

٢). فَتْحُ الْمُعِيْنِ بِشَرْحِ قُرَّةِ الْعَيْنِ بِمُهِمَّاتِ الدِّيْنِ (٢/ ٤٢)
( فَرْعٌ ) لَوْ قَامَ إِمَامُهُ لِزِيَادَةٍ كَخَامِسَةٍ وَلَوْ سَهْوًا لَمْ يَجُزْ لَهُ مُتَابَعَتُهُ وَلَوْ مَسْبُوْقًا أَوْ شَاكًّا فِيْ رَكْعَةٍ بَلْ يُفَارِقُهُ وَيُسَلِّمُ أَوْ يَنْتَظِرُهُ عَلَى الْمُغْتَمَدِ

٣). بُغْيَةُ الْمُسْتَرْشِدِيْنِ (ص:٥٧
)مسألة : ك) : قام الإمام بعد السجدة الأولى انتظره المأموم في السجود لعله يتذكر ، لا في الجلوس بين السجدتين لأنه ركن قصير أو فارقه وهو أولى هنا ، ولا تجوز متابعته ، وَلَوْ تَشَهَّدَ الْإمَامُ فِيْ ثَالِثَةِ الرُّبَاعِيَّةِ سَاهِياً فَارَقَهُ الْمَأْمُوْمُ أَوِ انْتَظَرَهُ فِي الْقِيَامِ ، وأفتى الشهاب الرملي بوجوب المفارقة مطلقاً ، وجوّز سم انتظاره قائماً ، وجوز ابن حجر في الفتاوى متابعته إن لم يعلم خطأه بتيقنه أنها ثالثة

٤). روضة الطالبين ٣٧٥/١
إِذَا أَخْرَجَ الْمَأْمُومُ نَفْسَهُ عَنْ مُتَابَعَةِ الْإِمَامِ، فَالْمَذْهَبُ أَنَّهُ لَا تَبْطُلُ صَلَاتُهُ، سَوَاءً فَارَقَ بِعُذْرٍ أَوْ بِغَيْرِهِ، هَذَا جُمْلَتُهُ. وَتَفْصِيلُهُ: أَنَّ فِي بُطْلَانِ الصَّلَاةِ بِالْمُفَارَقَةِ طَرِيقَيْنِ. أَحَدُهُمَا: لَا تَبْطُلُ. وَالثَّانِي: عَلَى قَوْلَيْنِ. أَصَحُّهُمَا: لَا تَبْطُلُ. وَاخْتَلَفُوا فِي مَوْضِعِ الْقَوْلَيْنِ، عَلَى طُرُقٍ. أَصَحُّهَا: هُمَا فِيمَنْ فَارَقَ بِغَيْرِ عُذْرٍ. فَأَمَّا الْمَعْذُورُ فَيَجُوزُ قَطْعًا. وَقِيلَ: هُمَا فِي الْمَعْذُورِ. فَأَمَّا غَيْرُهُ فَتَبْطُلُ صَلَاتُهُ قَطْعًا. وَقِيلَ: هُمَا فِيهِمَا، وَاخْتَارَهُ الْحَلِيمِيُّ. وَقَالَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ: وَالْأَعْذَارُ كَثِيرَةٌ، وَأَقْرَبُ – مُعْتَبَرًا – أَنْ يُقَالَ: كُلُّ مَا جَوَّزَ تَرْكَ الْجَمَاعَةِ ابْتِدَاءً، جَوَّزَ الْمُفَارَقَةَ. وَأَلْحَقُوا بِهِ مَا إِذَا!تَرَكَ الْإِمَامُ سُنَّةً مَقْصُودَةً، كَالتَّشَهُّدِ الْأَوَّلِ وَالْقُنُوتِ. وَأَمَّا إِذَا لَمْ يَصْبِرْ عَلَى طُولِ الْقِرَاءَةِ لِضَعْفٍ أَوْ شُغْلٍ فَالْأَصَحُّ أَنَّهُ عُذْرٌ. هَذَا كُلُّهُ إِذَا قَطَعَ الْمَأْمُومُ الْقُدْوَةَ وَالْإِمَامُ بَعْدُ فِي الصَّلَاةِ. أَمَّا إِذَا انْقَطَعَتْ بِحَدَثِ الْإِمَامِ، وَنَحْوِهِ، فَلَا تَبْطُلُ صَلَاةُ الْمَأْمُومِ قَطْعًا بِكُلِّ حَالٍ.

٥). الشرقاوي ١/٢٤٢
.قوله والمأموم أى ما دام مأموما بخلاف ما لو انقطعت القدوة بسلام الإمام أو نية المفارقة فيصح الإقتداء به حينئذ فإذا سلم الإمام فقام مسبوق فاقتدى به آخر أو مسبوقون فاقتدى بعضهم ببعض صح مع الكراهة، هذا في غير الجمعة أما فيها فلا يصح ولا يدركها المقتدي بذلك (قوله والمشكوك في مأموميته) أى المتردد فيها كأن وجد رجلين يصليان و تردد أيهما الإمام فلا يصح إقتداؤه بواحد منهما لكن محل ذلك إذا هجم واقتدى بأحدهما فإذا اجتهد فأداه إجتهاده إلى أن أحدهما هو الإمام صح اقتداؤه به و وجبت الإعادة إن تبين كونه مأموما وإلا فلا.

٦). حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب ١/‏٥٢٢ — الجمل
وَلَوْ تَوَهَّمَ أَوْ ظَنَّ كَوْنَهُ مَأْمُومًا لَمْ يَصِحَّ اقْتِدَاؤُهُ بِهِ أَيْضًا، وَمَحِلُّهُ كَمَا قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ عِنْدَ هُجُومِهِ فَإِذَا اجْتَهَدَ فِي أَيُّهُمَا الْإِمَامُ وَاقْتَدَى بِمَنْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهُ الْإِمَامُ فَيَنْبَغِي أَنْ يَصِحَّ كَمَا يُصَلِّي بِالِاجْتِهَادِ فِي الْقِبْلَةِ وَالثَّوْبِ وَالْأَوَانِي اهـ.

٧). بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ : ١٢١-١٢٢ مكتبة دار الفكر
( فَائِدَةٌ ) قَالَ فِيْ كَشْفِ النِّقَابِ وَالْحَاصِلُ أَنَّ قَطْعَ الْقُدْوَةِ تَعْتَرِيْهِ اْلأَحْكَامُ الْخَمْسَةُ وَاجِباً كَأَنْ رَأَى إِمَامَهُ مُتَلَبِّسًا بِمُبْطِلٍ وَسُنَّةٍ لِتَرْكِ اْلإِمَامِ سُنَّةً مَقْصُوْدَةً وَمُبَاحًا كَأَنْ طَوَّلَ اْلإِمَامُ وَمَكْرُوْهاً مُفَوِّتاً لِفَضِيْلَةِ الْجَمَاعَةِ إِنْ كَانَ لِغَيْرِ عُذْرٍ وَحَرَاماً إِنْ تَوَقَّفَ الشِّعَارُ عَلَيْهِ أَوْ وَجَبَتِ الْجَمَاعَةُ كَالْجُمْعَةِ اهـ.

٨). المجموع ٢/٢٣٦
وقد تجب المفارقة كأن رأى إمامه متلبسا بما يبطل الصلاة ولو لم يعلم الإمام به كأن رأى على ثوبه نجاسة غير معفو عنها أى خفية تحت ثوبه وكشفها الريح مثلا_قوله أى خفية أما الظاهرة فالواجب فيها الإستئناف لعدم انعقاد الصلاة.

٩). حاشية الجمل على شرح المنهج = فتوحات الوهاب بتوضيح شرح منهج الطلاب ١/‏٥٢٢ — الجمل
وَلَوْ تَوَهَّمَ أَوْ ظَنَّ كَوْنَهُ مَأْمُومًا لَمْ يَصِحَّ اقْتِدَاؤُهُ بِهِ أَيْضًا
وَمَحِلُّهُ كَمَا قَالَهُ الزَّرْكَشِيُّ عِنْدَ هُجُومِهِ فَإِذَا اجْتَهَدَ فِي أَيُّهُمَا الْإِمَامُ وَاقْتَدَى بِمَنْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهُ الْإِمَامُ فَيَنْبَغِي أَنْ يَصِحَّ كَمَا يُصَلِّي بِالِاجْتِهَادِ فِي الْقِبْلَةِ وَالثَّوْبِ وَالْأَوَانِي اهـ.

١٠) . حاشية البجيرمي على الخطيب = تحفة الحبيب على شرح الخطيب ٢/‏١٤٢ — البجيرمي
والْمَشْكُوكُ فِي مَأْمُومِيَّتِهِ كَأَنْ وَجَدَ رَجُلَيْنِ يُصَلِّيَانِ وَشَكَّ فِي أَيِّهِمَا الْإِمَامُ فَلَا يَصِحُّ اقْتِدَاؤُهُ بِوَاحِدٍ مِنْهُمَا وَإِنْ ظَنَّهُ الْإِمَامُ وَلَوْ بِالِاجْتِهَادِ فِيمَا يَظْهَرُ خِلَافًا لِلزَّرْكَشِيِّ اهـ قَوْلُهُ: (وَلَا بِمَنْ تَلْزَمُهُ إعَادَةٌ) مَحَلُّهُ إنْ عَلِمَ الْمَأْمُومُ بِحَالِهِ حَالَ الِاقْتِدَاءِ أَوْ قَبْلَهُ وَنَسِيَ _ فإِنْ لَمْ يَعْلَمْ مُطْلَقًا أَوْ إلَّا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَلَا إعَادَةَ لِصِحَّةِ الْقُدْوَةِ لِأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّ الْإِمَامَ مُحْدِثٌ وَتَبَيُّنَ حَدَثِ الْإِمَامِ بَعْدَ الصَّلَاةِ لَا يُوجِبُ الْإِعَادَةَ اهـ ع ش._

١١). حاشية الجمل ٥٧/٢
لُهُ: كَمَا فِي قِصَّةِ أَبِي بَكْرٍ) أَيْ حَيْثُ كَانَ يُصَلِّي إمَامًا بِالنَّاسِ فِي مَرَضِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَأَحَسَّ النَّبِيُّ يَوْمًا بِالْخِفَّةِ فَدَخَلَ يُصَلِّي وَأَبُو بَكْرٍ مُحْرِمٌ بِالنَّاسِ فَتَأَخَّرَ أَبُو بَكْرٍ وَقَدَّمَهُ لَكِنْ فِيهِ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ الَّذِي هُوَ الْمُدَّعَى وَيُجَابُ بِأَنَّهُ إذَا جَازَ الِاسْتِخْلَافُ مَعَ عَدَمِ الْبُطْلَانِ فَمَعَ بُطْلَانِهَا أَوْلَى اهـ. مِنْ الْحَلَبِيِّ وَمِثْلُهُ شَرْحُ م ر وَقَوْلُهُ كَمَا فِي قِصَّةِ أَبِي بَكْرٍ إلَخْ غَرَضُهُ مِنْهُ بَيَانُ جَوَازِ الصَّلَاةِ   بِإِمَامَيْنِ   بِالتَّعَاقُبِ لَا الِاسْتِبْدَالِ عَلَى الِاسْتِخْلَافِ إذْ لَا اسْتِخْلَافَ فِي قِصَّةِ أَبِي بَكْرٍ لِانْتِفَاءِ شَرْطِهِ وَتَقَدَّمَ الْكَلَامُ عَلَيْهِ فِي صَلَاةِ الْجَمَاعَةِ، وَقَوْلُهُ وَيُجَابُ عَنْهُ بِأَنَّهُ إذَا جَازَ الِاسْتِخْلَافُ إلَخْ هَذَا صَرِيحٌ فِي أَنَّهُ يَجُوزُ لِلْإِمَامِ أَنْ يَتَأَخَّرَ وَيُقَدِّمَ آخَرَ مَعَ بَقَائِهِ فِي الصَّلَاةِ وَهُوَ خِلَافُ مَا صَرَّحَ بِهِ الشَّيْخَانِ فِي بَابِ صَلَاةِ الْمُسَافِرِ نَقْلًا عَنْ الْمَحَامِلِيِّ لَكِنْ حَمَلَ الشِّهَابُ ابْنُ حَجَرٍ عَدَمَ الصِّحَّةِ عَلَى مَا لَوْ اسْتَخْلَفَ مَعَ بَقَائِهِ عَلَى الْإِمَامَةِ اهـ. رَشِيدِيٌّ عَلَى م ر.

١٢).  اعانة الطالبين ٢/٤٢
(قوله: ولا قدوة بمقتد) أي ولا يصح قدوة بمقتد حال قدوته لاستحالة اجتماع كونه تابعا متبوعا، وما في الصحيحين من أن الناس اقتدوا بأبي بكر خلف النبي (ص)، محمول على أنهم كانوا مقتدين به (ص) وأبو بكر يسمعهم التكبير، كما في الصحيحين أيضا. (قوله: ولو احتمالا) أي شكا، وهو منصوب على أنه خبر لكان محذوفا بتأويله باسم الفاعل، أي ولا يصح قدوته بمقتديا، ولو كان مريد القدوة شاكا في كونه مقتديا بأن تردد في كونه إماما أو مأموما، كأن رأى رجلين يصليان جماعة، وشك أيهما الامام؟ قال ح ل: فإن ظنه أحدهما بالاجتهاد عمل باجتهاده.

واعترض بأن شرط الاجتهاد أن يكون للعلامة فيه مجال، ولا مجال لها هنا، لان مدار المأمومية على النية لا غير، وهي لا يطلع عليها. وأجيب بأن للقرائن مدخلا في النية. ا. ه‍. (قوله: وإن بان إماما) أي لا تصح القدوة فيما إذا شك في أنه مقتد أو لا؟ ولو تبين له بعد ذلك أنه إمام. وصورة ذلك، فيما إذا اقتدى بأحد شخصين متساويين في الموقف معتقدا أن من اقتدى به هو الامام، ثم بعد ذلك طرأ له شك في كونه إماما أو مأموما، فلا تصح القدوة به، ولو تبين له بعد ذلك أنه إمام.

١٣). بغية المسترشدين للسيد باعلوي الحضرمي صحـ : ١٢١-١٢٢ مكتبة دار الفكر
( فَائِدَةٌ ) قَالَ فِيْ كَشْفِ النِّقَابِ وَالْحَاصِلُ أَنَّ قَطْعَ الْقُدْوَةِ تَعْتَرِيْهِ اْلأَحْكَامُ الْخَمْسَةُ وَاجِباً كَأَنْ رَأَى إِمَامَهُ مُتَلَبِّسًا بِمُبْطِلٍ وَسُنَّةٍ لِتَرْكِ اْلإِمَامِ سُنَّةً مَقْصُوْدَةً وَمُبَاحًا كَأَنْ طَوَّلَ اْلإِمَامُ وَمَكْرُوْهاً مُفَوِّتاً لِفَضِيْلَةِ الْجَمَاعَةِ إِنْ كَانَ لِغَيْرِ عُذْرٍ وَحَرَاماً إِنْ تَوَقَّفَ الشِّعَارُ عَلَيْهِ أَوْ وَجَبَتِ الْجَمَاعَةُ كَالْجُمْعَةِ اهـ.
وقد تجب المفارقة كأن رأى إمامه متلبسا بما يبطل الصلاة ولو لم يعلم الإمام به كأن رأى على ثوبه نجاسة غير معفو عنها أى خفية تحت ثوبه وكشفها الريح مثلا_قوله أى خفية أما الظاهرة فالواجب فيها الإستئناف لعدم انعقاد الصلاة. المجموع ٢/٢٣٦

١٣) .المأموم.إعانة الطالبين ٢/٤١

.ولا يصح قدوة بمن اعتقد بطلان
صلاته بأن ارتكب مبطلا في اعتقاد

إعانة الطالبين ١/١١٣
ويجب الستر من الأعلى هذا في غير القدم بالنسبة للحرة أما هي فيجب سترها حتى من أسفلها اذ باطن القدم عورة كما علمت نعم يكفي ستره بالأرض لكونها تمنع ادراكه فلا تكلق لبس نحو خف فلو رؤي في حال سجودها أو وقفت على نحو سرير مخرق بحيث يظهر من أخراقه ضر ذلك فتنبه له.

إعانة الطالبين ٢/٤٥

.كل ما يوجب الإعادة إذا طرأ في الأثناء أوظهر أوجب الإستئناف ولا يجوز الإستمرار مع نية المفارقة وكل ما لا يوجب الإعادة مما يمنع صحة الإقتداء إبتداء عند العلم إذا طرأ في الأثناء أو ظهر لا يوجب الإستئناف ويجوز الإستمرار مع نية المفارقة.

إعانة الطالبين ٢/٤٥

.كل ما يوجب الإعادة إذا طرأ في الأثناء أوظهر أوجب الإستئناف ولا يجوز الإستمرار مع نية المفارقة وكل ما لا يوجب الإعادة مما يمنع صحة الإقتداء إبتداء عند العلم إذا طرأ في الأثناء أو ظهر لا يوجب الإستئناف ويجوز الإستمرار مع نية المفارقة.

١٤) .الموسوعة الفقهية الكويتية

لو رأى المأموم في أثناء الصلاة الإمام متلبسا بما يبطل الصلاة كأن رأى على ثوبه أو بدنه نجاسة أو تبين أن الإمام محدث أو جنب فإنه يجب على المأموم مفارقته ويتم صلاته منفردا بانيا على ما صلى مع الإمام، وهذا عند المالكية والشافعية في الجملة.

وقال الشافعية: إن استمر المأموم في هذه الحالة على المتابعة لحظة أو لم ينو المفارقة بطلت صلاته بالاتفاق – أي اتفاق فقهاء الشافعية – لأنه صلى بعض صلاته خلف محدث مع علمه بحدثه، وممن صرح ببطلان صلاته إذا لم ينو المفارقة ولم يتابعه في الأفعال الشيخ أبو حامد والقاضي أبو الطيب في تعليقهما والمحاملي وخلائق من كبار الأصحاب، وسواء كان الإمام عالما بحدث نفسه أم لا، لأنه لا تفريط من المأموم في الحالين، وهذا هو المذهب وبه قطع الجمهور كما قال النووي

(و) ثالثها: (ستر عورة) ولو خالياً في ظلمة (بما) أي بجرم (يمنع إدراك لونها من أعلى وجوانب) لها لا من أسفلها فلو ريئت من ذيله كأن كان بعلو والرائي أسفل لم يضر ذلك. (ولو) سترها (بطين ونحو ماء كدر) كماء صاف متراكم بخضرة، فعلم أنه يجب التطيين أو نحوه على فاقد الثوب ونحوه. وأنه لو كان بحيث ترى عورته من طوقه في ركوع أو غيره بطلت عندهما فليزره أو يشد وسطه ونحوه من زيادتي. (وعورة رجل) حراً كان أو عيره (ومن بهارق) ولو مبعضة (ما بين سرة وركبة) لخبر البيهقي وإذا زوج أحدكم أمته عبدة، أو أجيره فلا تنظر الأمة إلى عورته والعورة ما بين السرة والركبة وقيس بالرجل من بهارق بجامع أن رأس كل منهما ليس بعورة، وتعبيري بذلك أعم من تعبيره بالأمة.(و) عورة (حرة غير وجه وكفين ) ظهراً وبطناً إلى الكوعين لقوله تعالى: {وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَاۖ} وهو مفسر بالوجه والكفين وإنما لم يكونا عورة لأن الحاجة تدعو إلى إبرازهما (وخنثى كأنثى) رقاً وحرية هذا من زيادتي. فلو اقتصر الخنثى الحر على ستر ما بين سرته وركبته لم تصح صلاته، (وله) ـ أي المصلى ـ (ستر بعضها بيد) لحصول مقصود الستر (فإن وجد كافيه) أي بعضها (قدم) وجوباً (سوأتيه) أي قبله ودبره لأنهما أفحش من غيرهما. وسميا سوأتين لأن انكشافهما يسوء صاحبهما، (ثم) إن لم يكفهما قدم (قبله) لأنه متوجه به إلى القبلة فكان ستره أهم تعظيماً لها ولأن الدبر مستور غالباً بالأليين.

fokus  :
.(و) عورة (حرة غير وجه وكفين ) ظهراً وبطناً إلى الكوعين لقوله تعالى: {وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَاۖ} وهو مفسر بالوجه والكفين وإنما لم يكونا عورة لأن الحاجة تدعو إلى إبرازهما

١٥) منهج القويم

. (و) عورة (الحرة) الصغيرة والكبيرة (في صلاتها وعند الأجانب) ولو خارجها (جميع بدنها إلا الوجه والكفين) ظهراً وبطناً إلى الكوعين، لقوله تعالى: {ولا يبدينّ زينتهن إلا ما ظهر منها} أي وما ظهر منها وجهها وكفاها، وإنما لم يكونا عورة حتى يجب سترهما لأن الحاجة تدعوه إلى إبرازهما، وحرمة نظرهما ونظر ما عدا بين السرة والركبة من الأمة ليس لأن ذلك عورة، بل لأن النظر إليه مظنة للفتنة.

منهج القويم

فصل: في شروط القدوة (شروط صحة القدوة: أن لا يعلم ) المقتدي (بطلان صلاة إمامه، بحدث أو غيره) كنجاسة، لأنه حيئنذ ليس في صلاة، فكيف يقتدي به

بجيرمى على الخطيب

(وَ) الرَّابِعُ (إذَا نَابَهَا) أَيْ أَصَابَهَا (شَيْءٌ ) مِمَّا مَرَّ (فِي الصَّلَاةِ) أَيْ صَلَاتِهَا (صَفَّقَتْ) لِلْحَدِيثِ الْمَارِّ بِضَرْبِ بَطْنِ كَفٍّ أَوْ ظَهْرِهَا عَلَى أُخْرَى, أَوْ ضَرْبِ ظَهْرِ كَفٍّ عَلَى بَطْنِ أُخْرَى لَا بِضَرْبِ بَطْنِ كُلٍّ مِنْهُمَا عَلَى بَطْنٍ مِنْ أُخْرَى, فَإِنْ فَعَلَتْهُ عَلَى وَجْهِ اللَّعِبِ وَلَوْ ظَهْرًا عَلَى ظَهْرٍ عَالِمَةً بِالتَّحْرِيمِ بَطَلَتْ صَلَاتُهَا وَإِنْ قَلَّ لِمُنَافَاتِهِ لِلصَّلَاةِ. تَنْبِيهٌ: لَوْ صَفَّقَ الرَّجُلُ وَسَبَّحَ غَيْرُهُ جَازَ مَعَ مُخَالَفَتِهِمَا السُّنَّةَ, وَالْمُرَادُ بَيَانُ التَّفْرِقَةِ بَيْنَهُمَا فِيمَا ذُكِرَ لَا بَيَانُ حُكْمِ التَّنْبِيهِ وَإِلا فَإِنْذَارُ الْأَعْمَى وَنَحْوِهِ وَاجِبٌ, فَإِنْ لَمْ يَحْصُلْ الْإِنْذَارُ إلا بِالْكَلَامِ أَوْ بِالْفِعْلِ الْمُبْطِلِ وَجَبَ وَتَبْطُلُ الصَّلَاةُ بِهِ عَلَى الْأَصَحِّ

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Slot demo https://mooc.unesa.ac.id/usutoto-4d/ slot online slot online akurat77 Demo Slot Pg Toto 4D https://wiki.clovia.com/ Slot Gacor Gampang Maxwin Slot77 Daun77 Daun77 slot thailand Daun77 slot77 4d Usutoto situs slot gacor Usutoto Usutoto slot toto slot Daun77 Daun77 Daun77 Akurat77 Akurat77 Akurat77 Akurat77 MBAK4D MBAK4D DWV99 DWV138 DWVGAMING METTA4D MBAK4D MBAK4D MBAK4D METTA4D DWV99 DWV99 MBAK4D MBAK4D MBAK4D SLOT RAFFI AHMAD METTA4D https://aekbilah.tapselkab.go.id/toto4d/ https://aekbilah.tapselkab.go.id/spaceman/ METTA4D METTA4D METTA4D demo slot MBAK4D METTA4D MINI1221 https://www.concept2.cz/ https://berlindonerkebab.ca/ togel malaysia sabung ayam online tototogel slot88 MBAK4D MBAK4D DWV138 METTA4D