HUKUM PENCERAMAH NGELAWAK DITINJAU DARI MAQASID SYARIAH
Assalamualaikum.
Deskripsi masalah
Dalam berbagai kegiatan yang bersifat Keagamaan baik acara Harlah pesantren haflatul imtihan, Walimatul Urs, walimatul Hitan, walimatul aqiqoh, walimatul Safar ibadah haji, peringatan Maulid Nabi, peringatan 10 Asyura’ Isra’ mi’raj dll yang dikemas didalamnya dengan pengajian umum, maka terkadang kita menemukan Muballig/Penceramah yang suka humor, itu semua sebagai metode untuk memotivasi jama’ah agar giat, dalam berhidmad mendengarkan fatwa dari muballig, namun demikian ada muballig yang pernah ditemukan oleh salah satu Aktifis atau orang yang gemar Ngaji dalam acara pengajian umum bahkan ucapannya sering diungkapkan oleh penceramah dalam berhumor dan bercanda yang isinya membingungkan bagi orang yang cerdas dan berpengalaman dalam bidang ilmu agama sebagaimana ayat yang disamapaikan dalam al-Qur’an .
بسم الله الرحمن الرحيم
والذين كذبوا بايتنا
dia mengungkapkan
والْ والْ والَّذين كذْ كذّ بوا بآ بآ بآ بئ بآبئ
Yang semestinya dibaca
والذين كذبوا بآياتنا سنستدرجهم من حيث لا يعلمون )
Atau dalam ayat lain
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا صُمٌّ وَبُكْمٌ فِي الظُّلُمَاتِ
Dalam hal kasus tersebut berlu adanya tanggapan yang serius terkait hukumnya humor ditinjau dari maqoshid assyariyah mengingat itu adalah ayat al-Qur’an sebagai kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sementara dijadikan ngelawak hingga merubah huruf.
PERTANYAAN :
Sejauh mana hukum muballig diperbolehkan kan ngelawak dalam berceramah?
Apakah ucapan tersebut dlm kasus dibenarkan ditinjau dari maqoshid asyyariah.?
Mohon pencerahan wahai kiyai
Waalaikum salam.
Jawaban
Hukumnya muballig ngelawak atau bercanda diperbolehkan selama atau sejauh ngelawaknya syar’iy, namun jika isinya ngelawak atau candaan diluar syar’iy seperti dusta tidak sesuai dengan kenyataan maka hukumnya dosa apalagi humor yang mengarah pada kemurtadan ini sangat berbahaya yang seharusnya penceramah lebih hati-hati agar tidak diikuti oleh orang awam, kecuali sebagai contoh/atau mencontohkan maka tidak masalah.
Dalam hal kasus diatas sama dengan santri baru yang biasa dites terlebih dahulu oleh tim penguji dulu dimasa saya adalah Ust. Suroto, dan juga saya, Ust.Rofiuddin, dll. ketika saya menguji ada sebagian santri baru dites lewat bacaan al-Qur’an ini adalah kenyataan seperti bacaan awal surat.
حم عسق
Ini dibaca Hama Asaqo’ yang semestinya dibaca
حا ميم ، عين سين، قاف
lalu dibaca
حَمَ عَسَقَ
Maka bacaan tersebut jelas salah dalam kaidah ilmu tajwid .
Jadi jika seorang muballigh atau guru mencontohkan mana yang benar dan salah maka tidak berpengaruh pada kemurtadan karena tujuannya adalah maslahah mencontohkan agar bisa dipahami mana yang benar dan yang salah karena ungkapan main-main ataupun yang tidak main tetap dihukumi serius hanya ada tiga yaitu:
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “ثلاث جِدُّهُنَّ جِدٌّ، وهَزْلُهُنَّ جِدٌّ: النكاح، والطلاق، والرَّجْعَةُ”.
[حسن] – [رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه]
المزيــد …
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Tiga perkara, seriusnya adalah serius, dan candanya adalah serius, yaitu; nikah, perceraian, dan rujuk (membatalkan perceraian).”
Hadis hasan – Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah
Uraian Hadis ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengucapkan lafal akad nikah, talak, atau rujuk dengan bercanda maka hal itu jatuh karena sikap sengaja, serius dan bercanda memiliki hukum yang satu pada perkara-perkara ini. Barangsiapa yang melangsungkan akad atas wanita yang di bawah perwaliannya, menceraikan istrinya, atau merujuknya, maka hal itu akan terlaksana tatkala ia melafalkan akadnya, baik itu secara serius, bercanda, atau main-main, karena akad-akad ini tidak memiliki khiyār al-majlis (hak pilihan antara melanjutkan dan membatalkan di lokasi transaksi), dan tidak pula khiyār asy-syarṭ (hak pilih dalam persyaratan). Ketiga hukum ini kedudukannya sangat agung dalam syariat. Oleh karena itu, tidak boleh bermain-main dan bercanda dengannya. Barangsiapa mengucapkan salah satu dari hukum-hukum ini maka ia terkena konsekuensinya
Kesimpulan ucapan seorang muballig jika tujuannya untuk maslahat seperti dalam mencontohkan mana yang bacaan lancar tartil dan tidak lancar atau mana yang salah dan benar maka tidak termasuk dosa walau dengan ucapannya menjadi humor bagi pendengar, namun demikian untuk menjaga kehatian-hatian lebih baik melawak dengan ucapan sekiranya tidak su’ul adab dengan bacaan al-Qur’an yang seharusnya harus dibaca dengan khusyu’ , kenapa demikian karena setidaknya ada dua alasan.
- Yang dibaca adalah al-Qur’an sebagai kalam Allah bukan perkataan manusia yang seharusnya dibaca dengan berakhlak.
- agar tidak ditiru oleh orang awam kerena orang awan tidak lah tahu menahu tentang hukum agama dan sehingga hal tersebut menjerumuskan pada perbuatan dosa. sebagaimana keterangan dalam Kitab ihya’ dan Sullamut Taufiq berikut:
Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin.
فالقارئ ينبغي أن يحضر فى قلبه عظمة المتكلم ويعلم أنما يقرءه ليس من كلام البشر.
Artinya:” Sudah sepantasnya pada diri orang yang membaca Al-Qur’an untuk menghadirkan dalam hatinya akan keagungan Allah. Dan mengetahui bahwa apa yang sedang dibacanya itu bukanlah dari perkataan manusia.
Allah berfirman dalam al-Qur’an.
أفلايتدبر القرآن أم على قلوب أقفالها.
Artinya:” Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an atau hati mereka yang terkunci. ( QS.Muhammad; 24)
Dalil sullamuttaufiq
قال المؤلف رحمه الله تعالى :
وقد كثر في هذا الزمان التساهل في الكلام حتى انه يخرج من بعضهم ألفاظ تخرجهم عن الاسلام ولا يرون ذلك ذنبا فضلا عن كونه كفرا……………..إلى أن قال .أو [أنْ] يَقُولَ [الشَّخْصُ] شَيْئًا مِنْ نَحْوِ هٰذِهِ الألْفاظِ البَشِعَةِ الشَّنِيعَةِ؛
وقَدْ عَدَّ الشَّيْخُ أحْمَدُ ابْنُ حَجَرٍ والقاضِي عِياضٌ رَحِمَهُما اللهُ في كِتابَيْهِما “الإعْلامُ” و”الشِّفا” شَيْئًا كَثِيرًا [مِنَ المُكَفِّراتِ] ، فَيَنْبَغِي الاطِّلاعُ عليه، فَإنَّ مَنْ لم يَعْرِفِ الشَّرَّ يَقَعْ فيه.
قاعِدَةٌ لِمَعْرِفَةِ كَثِيرٍ مِنَ الكُفْرِ:
وحاصِلُ [أيْ حُكْمُ] أَكْثَرِ تلْكَ العِباراتِ يَرْجِعُ إلى [قاعِدَةِ] أنَّ كُلَّ عَقْدٍ أو فِعْلٍ أو قَوْلٍ يَدُلُّ على اسْتِهانَةٍ أو اسْتِخْفافٍ بِاللهِ، أو كُتُبِهِ، أو رُسُلِهِ، أو مَلائِكَتِهِ، أو شَعائِرِ أو مَعالِمِ دِينِهِ، أو أحْكامِهِ، أو وَعْدِهِ، أو وَعِيدِهِ، كُفْرٌ ومَعْصِيَةٌ، فَلْيَحْذَرِ الإنْسانُ مِنْ ذٰلك جَهْدَهُ.
ا
“Pada zaman ini benar-benar telah banyak peremehan ( Gampang ) terhadap suatu perkataan, sehingga keluar dari sebagian orang kata-kata yang dapat mengeluarkan mereka dari Islam, dan mereka tidak menyangka bahwa itu dosa apalagi kekufuran”…………….hingga sampai pada perkataan Mushonnif – atau berkata selain dgn kata2 tersebut(mulai awal )tapi sama buruknya dgn kata2 diatas juga menjadikannya murtad,
Imam Syeikh Ahmad bin Hajar dalam kitab Al-I’lamu Biqowatihil islam, menghitung dan menerangkan banyak masalah murtad dan imam Qodi iyad juga demikian dalam kitab Assyifa, seyogyanya kita melihat dua kitab itu, siapa yang tak mengerti keburukan, tentu jatuh kedalamnya.
Alhashil segala ungkapan-ungkapan tersebut adalah dikembalikan kepada kaidah, setiap keyakinan, perbuatan dan perkataan yang menunjukkan terhadap penghinaan atau merendahkan Allah SWT, kitab-kitabnya, para Rasulnya, Malaikatnya, syi’ar-syiarnya atau tanda-tanda kebenarannya, janji dan ancaman-ancamannya adalah bentuk kekufuran atau kemaksiatan.Maka manusia hendaknya harus menjauhi hal tersebut dengan sungguh-sungguh.
إن العبد ليتكلم بالكلمة لا يرى بها بأسا يهوي بها في النار سبعين خريفا
“Sungguh ada seorang hamba yg berbicara dengan suatu perkataan yg dia tidak menyangka bahwa ada bahaya dalam perkataan itu, (meskipun demikian) dia tetap jatuh ke neraka yg jaraknya sampai ke dasar perjalanan 70 tahun” HR at Tirmidzi
Neraka yg jarak tempuhnya 70 tahun perjalanan adalah dasar Jahannam yg dikhususkan hanya untuk orang-orang kafir.
Disatu sisi metode dakwah itu penting dan tidak bisa diabaikan. Sebagaimana kaidah:
الطريقة اهم من المادة
“Metode penyampaian itu lebih penting daripada materi yang akan disampaikan”.
Di sinilah kita bisa memahami, bila metode dakwah kurang tepat maka dikhawatirkan kebenaran tidak begitu diminati dan kebatilan ( perbuatan dosa ) begitu larisnya. Namun di sisi lain tidak sedikit penjelasan adanya larangan bercanda yang tidak syar’i seperti candaan dusta, sebagaimana dalam kitab Jami’us Shaghir juz 1 halaman 197, Toko kitab Alhidayah Surabaya:
ويل للذي يحدث فيكذب ليضحك به القوم ويل له ويل له (رواه احد وأبو داوود والترمذي والحاكم)
Lantas apakah gurauan dalam berdakwah hukumnya dilarang ? Jawabnya “Ia” jika itu candaan yang tidak syar’i seperti ifrath ( berlebih-lebihan dll. Adapun candaan yang syar’i hukumnya boleh bahkan bisa sunnah.
Dalam kitab Al Adzkarun Nawawiyyah hlm.289-290, Darul Jawahir, imam Nawawi menjelaskan bahwa bercanda yang hukum asalnya boleh (mubah), bisa menjadi sunnah apabila bertujuan untuk mewujudkan kebaikan, atau untuk menghibur lawan bicara atau untuk mencairkan suasana yang beku.
قال العلماء; المزاح المنهي عنه ، هو الذي فيه إفراط ويداوم عليه ، فإنه يورث الضحك وقسوة القلب ، ويشغل عن ذكر الله تعالى والفكر في مهمات الدين ، ويؤول في كثير من الأوقات إلى الإيذاء ، ويورث الأحقاد ، ويسقط المهابة والوقار . فأما ما سلم من هذه الأمور ، فهو المباح الذي كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يفعله ، فإنه صلى الله عليه وسلم إنما كان يفعله في نادر من الأحوال لمصلحة ، وتطييب نفس المخاطب ومؤانسته ، وهذا لا مانع منه قطعا ، بل هو سنة مستحبة إذا كان بهذه الصفة.
Yang dilarang adalah melawak ataupun bercanda dengan kebohongan. Kalau melawak ataupun bercanda dengan sesuatu yang benar maka itu Nabi ﷺ juga melakukannya.
Yang dimaksud kalimat yang diucapkan untuk membuat tertawa orang lain yang menyebabkan masuk neraka dalam hadits tersebut adalah perkataan yg mengandung unsur ghibah (menggunjing/membicarakan kejelekan orang lain) atau yang menyakiti hati bukan sekedar bercanda biasa.
إحياء علوم الدين ج ٣ ص ١٤٠ مكتبة الشاملة
وأما قوله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بالكلمة ليضحك بها الناس يهوى بها في النار أبعد من الثريا (٣)
أراد به ما فيه غيبة مسلم أو إيذاء قلب دون محض المزاح
Dalam ihya juz 3 hal. 128 :
رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنِّي لَأَمْزَحُ وَلَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Sungguh Nabi ﷺ bersabda: “Sungguh saya bercanda tapi tidaklah saya berkata kecuali yang benar” Sunan abu Dawud dengan isnad hasan :
٤٩٩٠ – حدَّثنا مُسدَّدُ بن مُسَرْهَدٍ، حدَّثنا يحيى، عن بَهْزِ بن حكيم، حدَّثني أبي عن أبيه، قال: سمعتُ رسولَ الله -صلى الله عليه وسلم -يقول: “وَيْلٌ للَّذي يُحَدِّثُ فيكذِبُ ليُضْحِكَ به القومَ، وَيْلٌ له، وَيْلٌ له” (١).
Nabi ﷺ bersabda: “Neraka wel bagi orang yang bercerita/berbicara lalu berdusta agar orang-orang / kaum tertawa sebab dustanya, neraka wel baginya, neraka wel baginya”
Mirqah al-Mafatih Syarah Misykat al-Mashabih ( 14/153 ) :
قال النووي اعلم أن المزاح المنهي عنه هو الذي فيه إفراط ويداوم عليه فإنه يورث الضحك وقسوة القلب ويشغل عن ذكر الله والفكر في مهمات الدين ويؤول في كثير من الأوقات إلى الإيذاء ويورث الأحقاد ويسقط المهابة والوقار فأما ما سلم من هذه الأمور فهو المباح الذي كان رسول الله يفعله على الندرة لمصلحة تطييب نفس المخاطب ومؤانسته وهو سنة مستحبة
“Berkata an-Nawawi : Ketahuilah bahwa bergurau yang dilarang adalah yang keterlaluan dan terus menerus, karena hal itu akan menyebabkan tertawa dan mengeraskan hati, serta memalingkan dari mengingat Allah dan dari memikirkan masalah-masalah agama. Bahkan seringnya bergurau yang keterlauan itu menyakitkan orang lain dan menimbulkan dendam, begitu juga bisa menjatuhkan kewibawaan dan kehormatan seseorang. Adapun jika hal-hal di atas tidak ada (artinya bergurau yang tidak keterlaluan dan tidak terus menerus,dan yang tidak menyakitkan orang lain dan yang tidak menimbulkan dendam, dan yang tidak menjatuhkan kewibawaan dan kehormatan seseorang), maka bergurau adalah sesuatu yang dibolehkan, seperti yang kadang dilakukan oleh Rasulullah, demi kemaslahatan(kemanfaatan) dan menyenangkan orang yang diajak bicara serta menambah keakraban. Dan ini semua merupakan sunnah yang dianjurkan. “. Ibarot Tambahan :
Sunan turmudzi :
٢٣١٥ – حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ قَالَ: حَدَّثَنِي أَبِي، عَنْ جَدِّي، قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالحَدِيثِ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ فَيَكْذِبُ، وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ. وَفِي البَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ, هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Assunan alkubro linnasa’i :
١١٥٩١ – أَخْبَرَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ، عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، وَيْلٌ لَهُ»
Bulughulmarom :
١٣٢٣ – وَعَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ أَبيهِ، عَنْ جَدِّهِ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم-: “وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ، فَيَكْذِبُ؛ لِيُضْحِكَ بِهِ القَوْمَ، وَيْلٌ لَهُ، ثُمَّ وَيْلٌ لَهُ! ” أَخْرَجَهُ الثَّلاَثَةُ، وَإِسْنَادُهُ قَوِيٌّ
شرح النووي على مسلم
قوله : ( كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسن الناس خلقا ، وكان لي أخ يقال له أبو عمير أحسبه قال : كان فطيما قال : فكان إذا جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم فرآه قال : أبا عمير ما فعل النغير ؟ وكان يلعب به ) . أما النغير فبضم النون تصغير النغر ، بضمها وفتح الغين المعجمة ، وهو طائر صغير ، جمعه نغران . والفطيم بمعنى المفطوم .
وفي هذا الحديث فوائد كثيرة جدا منها جواز تكنية من لم يولد له ، وتكنية الطفل ، وأنه ليس كذبا ، وجواز المزاح فيما ليس إثما
فتح الباري شرح صحيح البخاري
وقد أخرج الترمذي وحسنه من حديث أبي هريرة قال قالوا يا رسول الله إنك تداعبنا ، قال : إني لا أقول إلا حقا وأخرج من حديث ابن عباس رفعه لا تمار أخاك وتمازحه الحديث ، والجمع بينهما أن المنهي عنه ما فيه إفراط أو مداومة عليه لما فيه من الشغل عن ذكر الله والتفكر في مهمات الدين ويئول كثيرا إلى قسوة القلب والإيذاء والحقد وسقوط المهابة والوقار ، والذي يسلم من ذلك هو المباح ، فإن صادف مصلحة مثل تطيب نفس المخاطب ومؤانسته فهو مستحب
الأذكار النووية ص : 279 (دار إحياء الكتب العربية)
وروينا فى كتاب الترمذى عن ابن عباس – رضي الله عنه – عن النبى – صلى الله عليه وسلم – قال ولا تمار أخاك ولا تمازحه ولا تعده موعدا فتخلفه قال العلماء المزاح المنهى عنه هو الذى فيه إفراط ويداوم عليه فإنه يورث الضحك وقسوة القلب ويشغل عن ذكر الله تعالى والفكر فى مهمات الدين ويؤول فى كثير من الأوقات إلى الإيذاء ويورث الأحقاد ويسقط المهابة والوقار فأما ما سلم من هذه الأمور فهو المباح الذى كان رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يفعله فإنه – صلى الله عليه وسلم – إنما كان يفعله فى نادر من الأحوال المصلحة وتطييب نفس المخاطب ومؤانسته وهذا لا منع منه قطعا بل هو سنة مستحبة إذا كان بهذه الصفة فاعتمد ما نقلناه عن العلماء وحققناه فى هذه الأحاديث وبيان أحكامها فإنه مما يعظم الاحتياج إليه وبالله التوفيق
بريقة محمودية في شرح طريقة محمدية وشريعة نبوية – (4 / 357)
وفي الحديث { إن الرجل ليتكلم الكلمة لا يرى بها بأسا ليضحك بها القوم } أي : لأجل أن يضحكهم { وإنه ليقع بها أبعد من السماء } أي يقع في النار أبعد من وقوعه من السماء إلى الأرض فعلى العاقل ضبط جوارحه فإنها رعاياه وهو مسئول عنها لقوله تعالى – { إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا } – وإن من أكثر المعاصي عددا وأيسرها وقوعا آثام اللسان إذ آفاته تزيد على عشرين ومن ثمة قال الله تعالى { وقولوا قولا سديدا } –
.( تنبيه ) أخذ الشافعي من هذا الخبر أن اعتياد حكايات تضحك أو فعل خيالات كذلك راد للشهادة وصرح بعضهم أنه حرام وآخرون أنه كبيرة وخصه بعض بما يؤذي الغير كله من الفيض
سلم التوفيق ص : 69- 70 (طه فوترا)
وقال الحسن أن من الخيانة أن تحدث بسر أخيك وكالمزاح إذا كان مفرطا ومداوما أما المداومة فلأنه اشتغال باللعب والهزل فيه وأما الافراط فيه فلأنه يورث كثرة الضحك وكثرة الضحك تميت القلب وتسقط المهابة وأما إذا كان المزاح مطايبة وفيه انبساط وطيب قلب فلم ينه عنه لأنه – صلى الله عليه وسلم – كان ي
مزح ولا يقول إلا حقا كما روى أن أم أيمن جاءت إلى النبى – صلى الله عليه وسلم – فقالت إن زوجى يدعوك ومن هو أهو الذى بعينه بياض قالت والله ما بعينه بياض فقال بلى إن بعينه بياضا فقالت لا والله فقال – صلى الله عليه وسلم – ما من أحد إلا وبعينه بياض وأراد بالبياض المحيط بالحدق وجاءت امرأة أخرى فقالت يا رسول الله احملنى على بعير بل نحملك على ابن البعير فقالت ما أصنع به أنه لا يحملنى فقال – صلى الله عليه وسلم – ما من بعير إلا وهو ابن بعير فكان يمزح به ذكر ذلك الغزالى فى الإحياء
حاشية الجمل على المنهج الجزء الخامس ص : 382 – 383 (دار الفكر)
(والمروءة توقى الأدناس عرفا) لأنها لا تنضبط بل تختلف باختلاف الأشخاص والأحوال والأماكن (فيسقطها أكل وشرب وكشف رأس ولبس فقيه قباء أو قلنسوة حيث) أى بمكان (لا يعتاد) لفاعلها -إلى أن قال- (وقبلة حليلة) من زوجة أو أمة (بحضرة الناس) الذين يستحى منهم فى ذلك (وإكثار ما يضحك) بينهم (أو ) إكثار (لعب شطرنج أو غناء أو استماعه أو رقص) بخلاف قليل الخمسة إلا قليل ثانيها فى الطريق ويقاس به ما فى معناه (قوله وإكثار ما يضحك إلخ) تقييد هذا بالإكثار يفهم عدم اعتباره فيما قبله والأوجه كما قاله الأذرعى اعتبار ذلك فى الكل إلا فى نحو قبلة حليلة فى حضرة الناس فى طريق فلا يعتبر تكرره -إلى أن قال- قوله وإكثار ما يضحك أى سواء فعل ذلك لجلب دنيا تحصل له من الحاضرين أو لمجرد المباسطة اهـ وفى سم ما نصه قوله وإكثار ما يضحك أى بقصد إضحاكهم فلو أكثر من حكاية تلك الحكايات لا بهذا القصد لم ترد شهادته اهـ م ر (قوله أيضا وإكثار ما يضحك) أى لما جاء فى الخبر الصحيح “من تكلم بالكلمة يضحك بها جلساء يهوى بها فى النار سبعين خريفا” فإنه يفيد أنه حرام بل كبيرة لكن يتعين حمله على كلمة فى الغير بباطل يضحك بها أعداءه لأن فى ذلك من الإيذاء ما يعادل ما فى كبائر كثيرة منه اهـ حج
Wallahu A’lam bisshowab Wailahi Uniib