PERBEDAAN ANTARA JUAL BELI DAN RIBA
Perdagangan telah menjadi urat nadi orang-orang Makkah dan sekitarnya. Suku yang mendominasi penduduk Makkah adalah Quraisy.
Para pedagang biasa menjalankan aktivitas perniagaan ke Syam pada musim panas dan ke Yaman pada musim dingin.
Selama itu pula, mereka telah mengenal praktik riba, termasuk paman Nabi sendiri, Abbas bin Abdul Muthalib. Sampai kemudian turun ayat Alquran yang melarang riba. Daerah yang berada di sebelah tenggara Makkah, Thaif, saat itu adalah pusat perdagangan antarsuku. Ada orang-orang Yahudi yang bermukim di dalamnya.
Dengan demikian bahwa bagi kalangan Yahudi, praktik riba bukan hal baru. Keberadaan Yahudi di sana pun membuat praktik riba kian subur.
Studi kasus seseorang melakukan transaksi jual beli dengan sistem tidak kes/ utang katakanlah Tajir dari Dairah desa yang jauh ia telah biasa merantau kedaerah lain bisnis Pakaian sarung dan celana dll. dengan sistem utangan ( jual beli namun tidak kes / utang ) dengan jangka waktu pembayaran tiga bulan pembayaran harus lunas. Pada satu hari seorang TAJIR Menjualnya kepada Ahmad berupa sarung LAMIRI dengan Harga Utangan sebesar 3000000 keduanya sepakat. Setelah sampai jangka waktu 3 bulan si TAJIR menagihnya kepada Ahmad, namun sayangnya Ahmad dalam usahanya menanam tembakau tidak sukses sehingga ia minta maaf kepada TAJIR dan mohon despensasi waktu agar diperpanjang 3 bulan lagi dan Ahmad berjanji akan membayar lebih dengan nominal 4000000 maka TAJIR pun setuju ( sepakat ). Dan ia bilang bahwa utang kamu bukan 3000000 melainkan 4000000 yang harus dibayar ia jawab Ahmad. Namun demikian sarungnya Ahmad yang diperoleh dari Tajir telah dijual kepada orang lain. Disisi lain ada pengutang sepakat akan memberikan tambahan berupa uang kepada pemilik dana ketika jatuh tempo utangnya diperpanjang.
Jadi, jika seseorang berutang kepada orang lain, sampai datang waktu melunasinya, maka si pemberi utang itu akan bertanya begini: “Apakah kau akan membayar utangmu atau memberikan tambahan uang (karena tidak bisa membayar pokok utang)?”
Bila orang yang berutang itu membayar, maka pemberi utang tersebut mendapatkan pokok utangnya.
Sedangkan jika yang berutang itu tidak sanggup membayar pada saat jatuh tempo, maka nilai yang harus dibayar bertambah. Dengan kata lain, si pemberi utang akan memperoleh pokok utang dan tambahan dari pokok utang tersebut.
Pertanyaannya.
Bagaimanakah hukum transaksi Tajir dan Ahmad Jual beli keduanya dengan sistem tidak kes/ hutangan dengan jangka tempo waktu sebagaimana deskripsi? Lalu apa perbedaan jual beli dan riba.
Waalaikum salam
Jawaban.
Hukum transaksi jual belinya Tajir dan Ahmad secara tidak kes ( hutang ) sah, namun cara bayarnya setelah melewati waktu dengan menambah nominal uang 3 juta menjadi 4 juta selebihnya itu adalah riba. Oleh karenanya bedakan antara jual beli dan riba.
Adapun Jual beli adalah adanya pertukaran barang dengan uang yang mana masing-masing dari keduanya sebagai imbalan dari yang lain seperti hal halnya Sarung Lamiri sebagaimana deskripsi dijual 3 juta miski standarnya adalah 1,500000 atau menjual baju seharga 20000 miski semestinya 10000 selama kedua belah pihak pejual dan pembeli saling merelakan, karena sarung/baju tersebut dibeli dengan imbalan senilai harga sebagaimana tersebut diatas.
Sedangkan Riba adalah adanya kewajiban pembayaran yang tidak ada imbalannya. Seperti uang Rp 10000 ditukar Rp.20000, karena sisa Rp. 10000 tidak ada imbalannya, dan tidak masuk pada kategori imbalan adanya tempo, sebab tempo bukanlah harta sebagaimana contoh dalam diskrisipi yaitu hutang Sarung Lamiri 3 juta kemudian setelah jatuh tempo tidak bisa bayar lalu waktunya diundurkan sekaligus menambah membayarnya menjadi 4 juta.Jadi pembayaran utang seperti diatas masuk dalam kategori riba yang diharamkan, karena tempo bukan berupa barang yang bisa ditukar. Kasus tersebut mirip dengan Konsep riba jahiliyah yaitu adanya tambahan dari pinjaman pokok yang diberikan oleh orang yeng memberikan hutang kepada orang yang berhutang karena tidak mampu membayar pada saat jatuh tempo.
Dengan kata lain Riba jahiliyah adalah kondisi di mana pengutang sepakat akan memberikan tambahan berupa uang kepada pemilik dana ketika jatuh tempo utangnya diperpanjang atau si pemberi utang akan memperoleh pokok utang dan tambahan dari pokok utang tersebut.
Bahkan, dijelaskan kembali, bahwa praktik riba tidak hanya pada urusan utang-piutang tetapi juga hewan ternak.
Imam Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir dalam ‘Tafsir At-Thabary’ menyampaikan, ketika orang yang berutang tidak bisa mengembalikan hewan ternak yang dipinjamnya, maka durasi pengembalian utang memang bisa diperpanjang. “Tetapi saat pengembalian, dia harus menyerahkan hewan ternak yang lebih tua,” Wallahu ‘A’lam bisshowab.
مرقاد صعود التصديق فى شرح سلم التوفيق ص ٤٨
وحرم الربا كما قال تعالى فى كتابه العزيز : وأحل الله البيع وحرم الربا . قال سليمان الجمل يعني واحل الله لكم الأرباح فى التجارة بالبيع والشراء وحرم الربا الذي هو زيادة فى المال لأجل تأخير الأجل وذكر بعض العلماء الفرق بين البيع والربا فقال إذا باع ثوبا يساوي عشرة بعشرين فقد جعل ذات الثوب مقابلا بعشرين فلما حصل التراضى على هذا التقابل صار كل منهما مقابلا للآخر فى المالية عندهما فلم يكن آخذا من صاحبه شيأ بغير عوض .أما إذا باع عشرة دراهم بعشرين فقد أخذ العشرة الزائدة بغير عوض لايمكن أن يقال أن العوض هو الإمهال بمدة الأجل لأن الإمهال ليس مالا حتى يجعله عوضا عن العشرة الزائدة فقد ظهر الفرق بين الصورتين .إنتهى
(تفسرر ابن كثير)
( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُّضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ )
آل عمران (١٣٠)
يقول تعالى ناهيا عباده المؤمنين عن تعاطي الربا وأكله أضعافا مضاعفة ، كما كانوا يقولون في الجاهلية – إذا حل أجل الدين : إما أن يقضي وإما أن يربي ، فإن قضاه وإلا زاده في المدة وزاده الآخر في القدر ، وهكذا كل عام ، فربما تضاعف القليل حتى يصير كثيرا مضاعفا .
وأمر تعالى عباده بالتقوى لعلهم يفلحون في الأولى والأخرى.
تفسير الطبرى
كان أبي يقول: إنما كان الربا في الجاهلية في التضعيف وفي السن, يكون للرجل فضل دين، فيأتيه إذا حل الأجل فيقول له: تقضيني أو تزيدني؟فإن كان عنده شيء يقضيه قضى، وإلا حوَّله إلى السن التي فوق ذلك = إن كانت ابنة مخاض يجعلها ابنة لبون في السنة الثانية، ثم حِقَّة، ثم جَذَعة، ثم رباعيًا،ثم هكذا إلى فوق = وفي العين يأتيه،فإن لم يكن عنده أضعفه في العام القابل، فإن لم يكن عنده أضعفه أيضًا، فتكون مئة فيجعلها إلى قابل مئتين، فإن لم يكن عنده جعلها أربعمئة، يضعفها له كل سنة أو يقضيه. قال: فهذا قوله: لا تأكلوا الربا أضعافًا مضاعفة. والله أعلم بالصواب