DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

HUKUM SUAMI ISTRI BERHUBUNGAN INTIM DIMALAM HARI RAYA


Assalamualaikum.
Deskripsi masalah.

Tak heran gejolak seks pasangan suami istri baru bisa meluap-luap diawali pernikahan katakanlah seorang Hamidi dan Hamida baru menikah pada tanggal 8  dibulan Dzul hijjah, yang mana keduanya  telah mengucap janji sehidup semati, sehingga serasa dunia jadi  milik berdua. Betapa tidak, setelah penantian yang panjang, akhirnya Hamidi dan Hamida  bisa menikmati  momen intim suami istri  tanpa ada lagi kekhawatiran, mulai malam pertama tanggal 8 hingga tanpa jidah  samapai  malam hari raya melakukan hubungan intim.

Pertanyaannya.
Bagaimana hukumnya jima’ dimalam hari raya   ?

J A W A B A N :

Berhubungan intim suami istri setelah sahnya akad nikah menurut agama dan pemerintah keduanya sudah halal  berapa kali boleh berhubungan seks selama  semalam, asalkan keduanya merasa nyaman, dan istrinya tidak dalam keadaan haid atau nifas. Namun demikian ulama memberikan penjelasan yang berbeda tentang hukum nafkah batin ( jima’ ) kepada pasangan suami istri yaitu:

✔️Menurut sebagian pendapat dari ulama Syafi’iyah seumur hidup suami wajib berjima’ dengan istrinya satu kali berjima’. Selebihnya disunahkan empat hari sekali dengan tanpa Udzur kecuali jika ditakutkan istri akan selingkuh, maka pada saat itu suami wajib berjima’, karena kemampuan istri itu menahan kesabaran jima’ tiga malam.
✔️Menurut Hanafiyah wajib bagi suami untuk menjima’ istrinya tiap empat bulan sekali.
✔️Menurut Hanabilah wajib bagi suami untuk berjima’ dengan istrinya empat bulan sekali bila tidak ada udzur ( alasan ).
✔️Menurut pendapat kuat dari Malikiyah , wajib bagi suami untuk menjima’ istrinya tiap empat hari sekali bila ada permintaan dari istri.

Lalu bagaimana Hukumnya jima’ dimalam  hari raya sebagaimana deskripsi?

Jawabannya adalah makruh, dan sebagian ulama melarangnya namun larangan tersebut hanya sebatas makruh tidaklah sampai mengakibatkan keharaman seperti bersetubuh di kala haid, atau nifas.

Dalam kitab Qurrotul ‘Uyun, Syekh penadhom menjelaskan dalam bait-bait Nadhom kitab tersebut, bahwa terdapat empat malam dimana persetubuhan bersama istrinya tidak diperbolehkan yaitu:

1. Malam hari raya kurban.

2. Malam pertama disetiap bulan.

3. Malam pertengahan disetiap bulan.

4. Malam terahir disetiap bulan, alasannya adalah :

1. Anak akan bertabiat jelek yang senang menumpahkan darah (menjadi pembunuh)

2. Syetan akan hadir pada persetubuhan yang dilakukan pada malam-malam itu

3. Anak yang terlahir akan mudah stress atau berakibat gila

4. Anak yang lahir akan mengidap penyakit kusta .

Adapun dampak dari bersetubuh dimalam hari raya kurban, malam pertama disetiap bulan, malam pertengahan disetiap bulan, malam terahir disetiap bulan sebenarnya Allah yang maha Tahu .

Berikut teks utuh dari kitab Qurrotul ‘Uyun :

وليلة الأضحى على المشهور كالليلة الأولى من الشهور   وضف اليها نصف كل شهر وآخر الليالى منه فآدر

أخبر رحمه الله أن الجماع يمنع فى هذه الليالى الأربعة ؛ ليلة عيد الأضحى لما قيل من أن الجماع فيها يوجب كون الولد سفاكا للدماء. والليلة الأولى من أول كل شهر, وليلة النصف من كل شهر, والليلة الأخيرة من كل شهر. لقوله عليه الصلاة والسلام لاتجامع رأس ليلة الشهر وفي النصف. وقال الغزالي رحمه الله يكره الجماع في ثلاث ليال من الشهر: الأول, والأخير, والنصف. يقال إن الشياطين يحضرون الجماع في هذه الليالي, ويقال إن الشياطين يجامعون فيها. وروي كراهة ذلك عن علي ومعاوية وأبي هريرة رضي الله عنهم. ويقال إن الجماع في هذه الليالي يورث الجنون في الولد, والله أعلم. لكن المنع في هذه الأربعة بمعنى الكراهة لا التحريم كالحيض والنفاس وضيق الوقت.

Kebetulan sekali ada nukilan dari sebuah kitab, bahwa melakukan hubungan badan (jima) pada malam-malam tersebut hukumya makruh/karena akan menghasilkan anak cacat.

Pertama: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu pada permulaan bulan, pertengahan dan akhir bulan. karena hal itu dapat menyebabkan penyakit gila, kusta, dan kerusakan syaraf padanya dan keturunannya.

Kedua: Wahai Ali, jangan kamu menggauli isterimu sesudah waktu Zhuhur. Karena hal itu (jika membuahkan janin) dapat menyebabkan anaknya kelak punya ganguan psikologis, jiwanya mudah goncang.

Ketiga: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu sambil berbicara. Karena hal itu (jika membuahkan janin) dapat menyebabkan kebisuan bagi anak. Dan jangan melihat kemaluan isterinya, karena dapat menyebabkan kebutaan bagi anak

Keempat: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu dengan dorongan syahwat pada wanita lain (membayangkan perempuan lain), karena (jika membuahkan janin) dikhawatirkan memiliki sikap seperti wanita itu dan memiliki gangguan psikologis.

Kelima: Wahai Ali, barangsiapa yang bercumbu dengan isterinya di tempat tidur janganlah sambil membaca Al-Qur’an, karena aku khawatir turun api dari langit lalu membakar keduanya.

Keenam: Wahai Ali, jangan menggauli isterimu pada malam ‘Idul Fitri, karena hal itu (jika membuahkan janin) dapat menyebabkan anak memiliki banyak keburukan

Dari kitab fathul izar sepertinya ada keterangan mubah tapi konon jika hasil hubungan intim di malam ied, baik fitri maupun ied qurban, anaknya akan memiliki jari lebih dari sepuluh, ada jari yang kembar.

Namun menurut keterangan yang ada di dalam kitab Tuhfah dan Nihayah pernyataan makruh tersebut tidak tsabit / dalilnya lemah. Jadi yang meriwayatkan masalah kemakruhan itu Imam Ghozali, dibantah oleh Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfah bahwa hadisnya tidak tsabit, kalaupun tsabit, maka doa sebelum jimak bisa menjaga dia dari syetan.

Referensi:

تحفة المحتاج

قِيلَ يَحْسُنُ تَرْكُهُ لَيْلَةَ أَوَّلِالشَّهْرِ وَوَسَطِهِ وَآخِرِهِ لِمَا قِيلَ إنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُهُ فِيهِنَّ وَيُرَدُّ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ *وَبِفَرْضِهِ الذِّكْرُ الْوَارِدُ يَمْنَعُهُ*

Referensi:

إعانة الطالبين. ج. ٣ ص.٣٤٠
ويسن ملاعبة الزوجة إيناسا وأن لايخليهاعن الجماع كل أربع .ليال مرة بغير عذر (قوله وأن لاخليها الخ)
أى ويسن أن لايخليها عن الجماع كل أربع ليال أى تحصينا لها ولأن غاية ماتبين المرأة فى الصبر عن الجماع ثلاث ليال ولذا لم يسوي الشارع للحر أكثر من أربع.

Disunnatkan bagi suami istri itu bercumbu rayu sebelum jima’ dan sunnah suami itu memberikan nafkah batin (jima’) kepada istri 4 malam 1 kali hal ini semata memelihara atas ketidak maupun bersabarnya seorang istri menahan jima’. Karena kemampuan istri itu biasanya tiga malam…….

Referensi:

(مغني المحتاج الجزء الرابع ص: ٤١٤)
(وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يُعْطِلَهُنَّ مِنَ الْمَبيتِ وَلَا الْوَاحِدَةَ بِأَءنْ يَبِيتَ عِنْدَهُنَّ أَوْ عِنْدَهَا وَيُحْصِنَهَا وَيُحْصَنَهُنَّ : لأَنَّهُ مِنَ الْمُعَاشَرَةِ بِالْمَعْرُوفِ : وَلِأَءنَّ تَرْكَهُ قَدْ يُؤءدي إلَى الْفُجُورِ، وَأَوْلَى دَرَجَاتِ الْوَاحِدَةِ أَنْ لَا يُخلَيْهَا كُلَّ أَرْبَعِ لَيَالٍ عَنْ لَيْلَةٍ اعْتِبَارًا بِمَنْ لَهُ أَرْبَعُ زَوْجَاتٍ قَالَ الْقَمولِي فِي الجَوَاهِرِ: وَالْأَوْلَى أَنْ يَنَامَا فِي فِرَاشِ وَاحِدٍ إِذَا لَمْ يَكُنْ لِأَءحَدِهِمَا عُذر في الانْفِرَادِ، سَيَّمَا إِذَا عَرَفَ حِرْصَهَا عَلَى ذَلِكَ

Referensi:

(الموسوعة الفقهية الكويتية الجزء الرابع والأوبعون ص: ٣٥)
أَمَّا ضَابِط هَذَا الْحَقِّ، وَحُكْمُهُ التَّكْلِيفِيُّ، وَمَا يَجِبُ عَلَى الزَّوْجِ مِنْ جَمَاعِ أَهْلِهِ، فَقَدِ اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِيهِ عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْوَالٍ أَحَدُهَا لِلْحَنَفِيَّةِ وَقَوْلِ لِبَعْضِ الشَّافِعِيَّةِ، وَهُوَ أَنَّ لِلزَّوْجَةِ مُطَالَبَةَ زَوْجِهَا بِالْوَطْءِ، لِأَنَّ حَلَّهُ لَهَا حَقُّهَا، كَمَا أَنَّ حَلَّهَا لَهُ حَقَّهُ. وَإِذَا طَالَبَتْهُ بِهِ فَإِءنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ وَيُجْبَرُ عَلَيْهِ فِي الْحُكْمِ مَرَّةً وَاحِدَةً، وَالزِيَادَةُ عَلَى ذَلِكَ تَجِبُ عَلَيْهِ دِيَانَةٌ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللهِ تَعَالَى مِنْ بَابِ حُسْنِ الْمُعَاشَرَةِ وَاسْتِدَامَةِ النِّكَاحِ، وَلَا تَجِبُ عَلَيْهِ فِي الْحُكْمِ عِنْدَ بَعْضِ الْحَنَفِيَّةِ، وَعِنْدَ بَعْضِهِمْ يَجِبُ عَلَيْهِ في الحُكْمِ، وَقَالُوا: يَأْءثَمُ الزَّوْجُ إِذَا تَرَكَ مَا يَجِبُ عَلَيْهِ دِيَانَةٌ مُتَعَبِّتًا مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَى الْوَطْء. وَالثَّاني: لِلشَّافِعِيَّةِ، وَهُوَ أَنَّهُ لَا يَجِبُ عَلَى الزَّوْجِ وَظَءُ زَوْجَتِهِ،
وَلَا يُجبَرُ عَلَيْهِ قَضَاءُ، وَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ فِي تَرْكِهِ، لأَءنَّهُ حَقَّهُ، فَجَازَ لَهُ تَرْكُهُ، وَلِأَءنَّ فِي دَاعِيَةِ الطَّبْعِ مَا يُغْنِي عَنْ إيجَابِهِ، وَلِأَءنَّ الْجِمَاعَ مِنْ دَوَاعِي الشَّهْوَةِ وَخُلُوصِ الْمَحَبَّةِ الَّتِي لَا يَقْدِرُ عَلَى تَكَلُّفِهَا بِالتَّصَنُّعِ، وَلَكِنْ يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ لَا يُعَطِلَهَا مِنَ الْجِمَاعِ تَحْصِينًا لَهَا، لِأَءنَّهُ مِنَ الْمُعَاشَرَةِ بِالْمَعْرُوفِ، وَلِأَءنَّ تَرْكَهُ قَدْ يُوءدِي إِلَى الْإِءضْرَارِ بِهَا أَوْ فَسَادِهَا. قَالَ الْعِزُ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ الرَّجُلُ مُخَيَّرُ بَيْنَ الْجِمَاعِ وَتَرْكِهِ، وَفِعْلُ مَا الْأَصْلَحُ لِلزَّوْجَيْنِ أَفْضَلُ. وَقَالَ الْعَزَالِيُّ: وَيَنْبَغِي أَنْ يَأْءتِيَهَا فِي كُلِّ أَرْبَعِ لَيَالٍ مَرَّةً، فَهُوَ أَعْدَلُهُ، إِذْ عَدَدُ النِّسَاءِ أَرْبَعَةً، فَجَازَ التَّأْءخِيرُ إِلَى هَذَا الْحَدِ. نَعَمْ، يَنْبَغِي أَنْ يَزِيدَ أَوْ يَنْقُص بِحسَبِ حَاجَتِهَا فِي التَّحْصِينِ، فَإِءنَّ تَحْصِينَهَا وَاجِبٌ عَلَيْهِ، وَإِنْ كَانَ لَا يَثْبُتُ الْمُطَالَبَةُ بِالْوَظءِ، وَذَلِكَ لِعُسْرِ الْمُطَالَبَةِ وَالْوَفَاءِ. وَاخْتَارَ قَوْلُ الْقَمُولِي: أَنَّهُ يُكْرَهُ الْإِعْرَاضُ عَنْهُنَّ، وَقَوَى الْوَجْهَ الْمُحَرَّمَ لِذَلِكَ. وَالثَّالِثُ: لِلْمَالِكِيَّةِ، وَهُوَ أَنَّ الْجَمَاعَ وَاجِبٌ عَلَى الرَّجُلِ لِلْمَرْءأَةِ فِي الْجُمْلَةِ إِذَا انْتَفى الْعُذْرُ، وَيُقْضَى عَلَيْهِ بِهِ حَيْثُ تَضَرَّرَتْ بِتَرْكِهِ. فَإِذَا شَكَتْ قِلْتَهُ قُضِيَ لَهَا بِلَيْلَةٍ فِي كُلِّ أَرْبَعِ عَلَى الرَّاجِحِ. وَرَوَى أَبُو الْحَسَنِ الصَّغِيرِ عَنْ أَبِي عِمْرَانَ اخْتَلَفَ فِي أَقَلِ مَا يُقْضَى بِهِ عَلَى الرَّجُلِ مِنَ الْوَطْءِ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَيْلَةٌ مِنْ أَرْبَعٍ، أَخَذَهُ مِنْ أَنَّ لِلرَّجُلِ أَنْ يَتَزَوَّجَ أَرْبَعًا مِنَ النِّسَاءِ. وَقِيلَ: لَيْلَةً مِنْ ثَلَاثٍ أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِ تَعَالَى: {لِذَّكَرِ مِثْلُ حَظِ الْأُنْثَيَيْنِ. وَقَضَى عُمَرُ بِمَرَّةٍ فِي الظُّهْرِ، لِأَنَّهُ يُحْبِلُهَا. وَالرَّابِعُ: لِلْحَنَابِلَةِ فِي الْمَذْهَبِ، وَهُوَ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى الزَّوْجِ أَنْ يَطَأَء زَوْجَتَهُ فِي كُلِّ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ مَرَّةً إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ عُذْرٌ يَمْنَعُ مِنْ ذَلِكَ. قَالُوا: لِأَنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ وَاجِبًا، لَمْ يَصِرْ بِالْيَمِينِ عَلَى تَرْكِهِ وَاجِبًا، كَسَائِرِ مَا لَا يَجِبُ، وَلِأَءنَّ النِكَاحَ شُرِعَ لِمَصْلَحَةِ الزَّوْجَيْنِ وَدَفْعِ الضَّرَرِ عَنْهُمَا، وَهُوَ مُفْضٍ إِلَى دَفْعِ ضَرَرِ الشَّهْوَةِ عَنِ الْمَرْءأَةِ كَإِءفْضَائِهِ إلَى دَفْعِ ذَلِكَ عَنِ الرَّجُلِ، فَيَكُونُ الْوَظهُ حَقًّا لَهُمَا جَمِيعًا، وَلِأَءنَّهُ لَوْ لَمْ يَكُنْ لَهَا فِيهِ حَقٌّ لَمَا وَجَبَ اسْتِنْدَانُهَا فِي الْعَزْلِ كَالْأَءمَةِ. وَإِنَّمَا اشْتَرِطَ فِي حَقِّ الْمَرْءأَةِ أَنْ يَكُونَ ثُلُثَ سَنَةٍ؛ لِأَءنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَدَّرَ فِي حَقِ الْمَوْلِيَ ذَلِكَ، فَكَذَلِكَ فِي حَقِّ غَيْرِهِ. وَأَنْ لَا يَكُونَ لَهُ عُذْرُ، لِأَءنَّهُ إِنْ كَانَ تَرْكُهُ لِمَرَضِ وَنَحْوِهِ لَمْ يَجِبْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْلٍ عُذْرِهِ. فَإِنْ أَصَرَّ الزَّوْجُ عَلَى تَرْكِ الْوَطْءِ حَتَّى انْقَضَتِ الْأَرْبَعَةُ الْأَشْهُرِ بِلَا عُذْرٍ، فَرَقَ الْقَاضِي بَيْنَهُمَا بِطَلَبِهَا، كَالْمَوْلِيَ وَالْمُمْتَنِعِ عَنِ النَّفَقَةِ وَلَوْ قَبْلَ الدُّخُولِ. نَصَّ عَلَيْهِ أَحْمَدُ فِي رِوَايَةِ ابْنِ مَنْصُورٍ. قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ: وَظَاهِرُ قَوْلِ أَصْحَابِنَا أَنَّهُ لَا يُفْرَقُ بَيْنَهُمَا لِذلِكَ، وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ الْفُقَهَاءِ، لِأَءنَّهُ لَوْ ضُرِبَتْ لَهُ الْمُدَّةُ لِذلِكَ وَفُرِقَ بَيْنَهُمَا، لَمْ يَكُنْ لِلْإِءيلَاء أَثَرُ، وَلَا خِلَافَ فِي اعْتِبَارِهِ، وَقَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيذُهُ ابْنُ الْقَيِّمِ: يَجِبُ عَلَى الرَّجُلِ وَطْءُ زَوْجَتِهِ بِالْمَعْرُوفِ أَيْ بِقَدْرِ حَاجَتِهَا وَقُدْرَتِهِ – كَمَا يُطْعمهَا وَيُنْفِقُ عَلَيْهَا بِقَدْرٍ حَاجَتِهَا وَقُدْرَتِهِ – مِنْ غَيْرِ تَحْدِيدٍ بِمَرَّةٍ فِي كُلِّ شَهْرٍ أَوْ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ أَوْ أُسْبُوعِ أَوْ يَوْمٍ مِنْ أَرْبَعَةٍ أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ، وَذَلِكَ لأَءنَّ دِلَالَةَ نُصُوصِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ عَدَمُ تَقْدِيرِ ذَلِكَ، أَوْ أَي شَيْءٍ مِمَّا يُوجِبُهُ عَقْدُ النِّكَاحِ عَلَى كُلِّ وَاحِدٍ مِنَ الزَّوْجَيْنِ.
وَالرُّجُوعُ فِيهِ إِلَى الْعُرْفِ، قَالَ تَعَالَى: وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ، وَقَالَ ﷺ لِهِنْدِ زَوْجَةِ أَبِي سُفْيَانَ: خُذِي مَا يَكْفِيكَ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ قَالَ ابْنُ الْقَيِّمِ: وَقَالَتْ طَائِفَةٌ: يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ بَطَأَءهَا بِالْمَعْرُوفِ، كَمَا يُنْفِقُ عَلَيْهَا بِالْمَعْرُوفِ، وَيَكْسُوهَا وَيُعَاشِرُهَا بِالْمَعْرُوفِ، بَلْ هَذَا عُمْدَةُ الْمُعَاشَرَةِ
وَمَقْصُودُهَا، وَقَدْ أَمَرَ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَنْ يُعَاشِرَهَا بِالْمَعْرُوفِ ، وَالْوَظءُ دَاخِل فِي هَذِهِ الْمُعَاشَرَةِ وَلَا بُدَّ، قَالُوا: وَعَلَيْهِ أَنْ يُشْبِعَهَا وَطءا إِذَا أَمْكَنَهُ ذَلِكَ، كَمَا أَنَّ عَلَيْهِ أَنْ يُشْبِعَهَا قُوتا، وَكَانَ شَيْخُنَا رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى يُرجح هَذَا الْقَوْلَ وَيَخْتَارُهُ. فَإِنْ تَنَازَعَ الزَّوْجَانِ فِي الْوَطءِ الْمُسْتَحَقِّ لَهَا، فَرَضَ الْحَاكِمُ ذَلِكَ بِاجْتِهَادِهِ بِحَسَبِ الْعُرْفِ وَحَالَةِ الزَّوْجَيْنِ، كَمَا يَفْرِضُ لَهَا النَّفَقَةَ وَالسُّكْنَى وَسَاءر حُقُوقِهَا ثُمَّ قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ: وَحصُولُ الضَّرَرِ لِلزَّوْجَةِ بِتَرْكِ الوَطءِ مُقْتَضِ لِلْفَسْخِ بِكُل حَالٍ، سَوَاءٌ كَانَ بِقَصْدِ مِنَ الزَّوْجِ أَوْ بِغَيْرِ قَصْدِ، وَلَوْ مَعَ قُدْرَتِهِ وَعَجْزِهِ، كَالنَّفَقَةِ وَأَوْلَى لِلْفَسْخِ بِتَعَذرِهِ فِي الْإِءيلَاءِ إِجْمَاعًا.والله أعلم بالصواب


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM