
HUKUM HUTANG PIUTANG MODAL DENGAN DIAKAD ROBITHOH
Assalamualaikum
Deskripsi masalah.
Dalam menjalani kehidupan rumah tangga tentunya tidak akan terlepas dari berbagai kebutuhan yang diantaranya sandang dan pangan, maka dengan berbagai kebutuhan inilah manusia didorong oleh berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena itu manusia dapat melakukan muamalah dan saling berintraksi antara yang satu dan yang lainnya, sebut saja nama samarannya Ahmad dia tidak punya usaha ( tidak punya penghasilan ekonomi) maka dalam rangka untuk bisa bekerja seorang Amir memberikan pinjaman modal uang ( menghutangkan ) sebesar 10,000,000 agar dikelola untuk biaya menanam rumput laut atau menanam padi dengan syarat ketika panen Ahmad harus menjual hasil panennya kepada Amir dengan tarif harga kesepakatan bersama sebagai berikut:
1- Harga lebih murah dari harga pasaran ( pedagang lainnya) atau
2- Harga sama dengan harga pasaran atau
3-Harga melebihi dari harga pasaran.
Pertanyaannya.
Bagaimanakah hukum akad hutang piutang dengan cara bersyarat sebagaimana deskripsi, lalu disebut akad apa hutang piutang tersebut..?
Waalaikum salam.
Jawaban
Hutang piutang sebagaimana deskripsi hukumnya haram. Sedangkan konsekwensi dari keharaman akad tersebut selain pelakunya berdosa dan akad yang dilakukan tidak sah. Dan ulama menamai Transaksi tersebut dengan akad robithoh, karena akad ini memberi manfaat pada pemberihutang. Begitu juga haram memberi hutang pada para petani dan memberi tempo sampai waktu panen, dan memberi syarat pada yang berhutang untuk memanen tanamannya yang menyaratkan( mengharuskan ) menjual padanya ( pemberi modal/hutang.)baik harganya lebih murah dari pasaran ataupun sama bahkan sekalipun lebih tinggi dari pasaran ( pedagang lainnya.)
Referensi.
إسعاد الرفيق ج ١ ص ١٤٢- ١٤٤ مكتبة ” الهداية ” سورابيا.
ويحرم على المكلف أيضا ( أن يقرض الحاكم أو غيره من) نحو ( الأجرآء ) والعمال أو يستخدمه ذلك الرابطة ) لأنه يجر نفعا للمقرض(و) كذلك يحرم على المكلف(أن يقرض) نحو( الحراثين) وينظرهم ( إلى وقت الحصاد ) لزرعهم ويشرط عليهم أنهم يحصدون ذلك الزرع (ثم يبيعون عليه) أى على ذلك المقرض (طعامهم)الذي حصدوه أو غيره ( بأرفع من السعر )الذي فى البلد حينئذ (ولو) كان ذلك الارتفاع الذي شرطه زائدا عن سعر البلد( قليلا) كان يقول لهم أقرضكم هذه المائة إلى وقت الحصاد بشرط أن تبيعوا مني الحب مثلا بأزيد من السعر فى ذلك الوقت بكيلة مثلا فإذا جاء الوقت والسعر خمسة بدرهم فيأخذ ستة به ( ويسمون ذلك المقضيّ) وذلك لأنه يجر نفعا للمقرض قد علمت أن كل ماكان كذلك فهو حرام قال سم على التحفة وشمل قولهم جر نفع للمقرض مالو كان فيه نفع أيضا للمقترض فيفسد العقد به م ر بخلاف ماكان فيه نفع للمقترض وحده فلايفسد به العقد على كلام فيه فليراجع إنتهى .
Referensi:
[ابن حجر الهيتمي ,تحفة المحتاج في شرح المنهاج وحواشي الشرواني والعبادي ,٥/٤٧]
قَوْلُهُ كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً) أَيْ شُرِطَ فِيهِ مَا يَجُرُّ إلَى الْمُقْرِضِ مَنْفَعَةً شَمَلَ ذَلِكَ شَرْطًا يَنْفَعُ الْمُقْرِضَ وَالْمُقْتَرِضَ فَيَبْطُلُ بِهِ الْعَقْدُ فِيمَا يَظْهَرُ اهـ نِهَايَةٌ أَيْ بِخِلَافِ مَا يَنْفَعُ الْمُقْتَرِضَ وَحْدَهُ كَمَا يَأْتِي فِي الْمَتْنِ أَوْ يَنْفَعُهُمَا وَلَكِنَّ نَفْعَ الْمُقْتَرِضِ أَقْوَى كَمَا يَأْتِي فِي الشَّرْحِ اهـ سم (قَوْلُهُ وَمِنْهُ) أَيْ مِنْ الْقَرْضِ بِشَرْطِ جَرِّ مَنْفَعَةٍ لِلْمُقْرِضِ عِبَارَةُ الْكُرْدِيِّ أَيْ مِنْ رِبَا الْقَرْضِ اهـ.والله أعلم بالصواب
Terjemahan:
Diharamkan pula bagi seorang mukallaf untuk memberikan pinjaman kepada penguasa atau orang lain seperti para pekerja dan buruh, atau menggunakannya dalam suatu hubungan tertentu, karena hal tersebut mengandung manfaat bagi pemberi pinjaman.
Begitu juga, diharamkan bagi seorang mukallaf untuk memberikan pinjaman kepada para petani dan menunggu pembayaran hingga waktu panen tiba, dengan mensyaratkan bahwa mereka harus memanen hasil tanaman tersebut, lalu menjual hasil panen atau makanan mereka kepada pemberi pinjaman dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pasar pada waktu itu.
Meskipun kenaikan harga yang disyaratkan itu sedikit, hukumnya tetap haram. Misalnya, seseorang berkata kepada petani: “Aku pinjamkan kamu seratus (dirham) hingga waktu panen, dengan syarat kamu menjual hasil panenmu kepadaku dengan harga lebih tinggi dari harga pasar saat itu, misalnya satu takaran lebih banyak.” Jika ketika waktu panen tiba harga pasar adalah lima (mud) per satu dirham, tetapi pemberi pinjaman mengambil enam mud dengan harga yang sama, maka hal ini disebut sebagai al-maqdhī (transaksi yang mengandung riba), karena mendatangkan manfaat bagi pemberi pinjaman.
Sebagaimana telah diketahui, setiap transaksi yang mendatangkan manfaat bagi pemberi pinjaman adalah haram.
Imam as-Sam (dalam kitab Hasyiyah as-Sam ala at-Tuhfah) memberikan penjelasan tambahan bahwa pernyataan ulama mengenai larangan manfaat bagi pemberi pinjaman juga mencakup kasus ketika manfaat tersebut juga diperoleh oleh peminjam. Dalam hal ini, kontrak menjadi batal. Berbeda halnya jika manfaat hanya dirasakan oleh peminjam, maka kontrak tidak batal—meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini, yang perlu diteliti lebih lanjut.
Sumber:
[Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj dan Hasyiyah asy-Syarwani wa al-‘Abbadi, 5/47]
Pernyataan dari kitab Nihayah al-Muhtaj:
“Setiap pinjaman yang mengandung manfaat bagi pemberi pinjaman hukumnya haram, yakni jika di dalam akad pinjaman itu terdapat syarat yang menguntungkan pemberi pinjaman. Ini juga mencakup kondisi di mana syarat tersebut menguntungkan kedua belah pihak (peminjam dan pemberi pinjaman), sehingga kontrak menjadi batal, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Nihayah. Berbeda halnya jika manfaat hanya dirasakan oleh peminjam, atau manfaat bagi peminjam lebih dominan, sebagaimana akan dijelaskan dalam syarahnya.”
Wallahu A‘lam.