Perlindungan Hak Korban Pelecehan Seksual dalam Perspektif Fikih Islam
Deskripsi Masalah
Undang-undang dibuat untuk dipatuhi, baik undang-undang yang berkaitan dengan agama (syariat Islam) maupun undang-undang negara, sebagaimana firman Allah:
ياأيهاالذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولى الأمر منكم –
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59)
Namun demikian, masih terdapat sebagian masyarakat yang melanggar hukum, seperti kasus pelecehan seksual. Misalnya, kasus yang terjadi di Sukabumi tahun lalu, di mana seorang ustaz dilaporkan telah memperkosa salah satu santrinya.
Dalam hukum Islam, terutama dalam kasus pelecehan seksual atau zina, terdapat situasi yang sering kali dilematis bagi korban. Di satu sisi, korban yang ingin melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang dihadapkan pada tuntutan pembuktian sesuai syariat, yaitu menghadirkan empat orang saksi mata yang menyaksikan perbuatan tersebut secara langsung. Namun, dalam konteks modern, pembuktian biasanya dilakukan dengan bukti video, foto, atau rekaman yang diakui keotentikannya oleh pakar forensik atau telematika. Sayangnya, dalam perspektif fikih klasik, bukti-bukti semacam ini belum dianggap sebagai pengganti kehadiran saksi, sehingga korban yang melaporkan tanpa saksi bisa dikenai sanksi qadzaf (menuduh zina tanpa bukti) atau bahkan dianggap sebagai pengakuan zina (iqrar biz zina).
Di sisi lain, jika korban tidak melaporkan, ia berisiko mengalami trauma psikologis berkepanjangan, menghadapi dampak sosial, atau bahkan dituduh melakukan zina, misalnya dalam kasus kehamilan. Sementara itu, pelaku bisa saja lolos dari jeratan hukum.
Pertanyaan:
Bagaimana fikih Islam membela hak korban pelecehan seksual yang hanya memiliki bukti berupa video atau foto, yang keotentikannya telah diakui oleh pakar telematika, tanpa mendatangkan empat orang saksi? Apakah bukti semacam ini dapat diterima dalam hukum Islam sebagai pengganti pembuktian saksi?
Waalaikum salam
Jawabannya.
Hukum Islam tidak membenarkan pembuktian zina yang dilakukan dengan memberikan bukti saksi hanya berupa video atau foto walaupun diakui keotentikanya oleh pakar telematika, karena ulama’ sepakat tanpa adanya khilaf, bahwa yang bisa menetapkan zina adalah 4 orang saksi laki-laki-laki, hal ini sudah dinash dalam al Quran. Dengan demikian tidak dibenarkan dengan bukti saksi video melaikan harus mendatangkan 4 orang saksi laki-laki, karena 4 orang saksi itu sudah nash.
REFERENSI
التشريع الجنائي في الإسلام ٣ /٤٣٠
٥٢٧ – عدد شهود الزنا: من المتفق عليه أن الزنا لا يثبت إلا بشهادة أربعة شهود، وهذا إجماع لا خلاف فيه بين أهل العلم، لقوله تعالى: {وَاللاتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ} [النساء: 15]، وقوله: {وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً} [النور: ٤]، وقوله: {لَوْلا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ} [النور: 13]. ولقد جاءت السنة مؤكدة لنصوص القرآن، ومن ذلك أن سعد بن عبادة قال لرسول الله ﷺ “أرأيت لو وجدت مع امرأى رجلاً أمهله حتى آتى بأربعة شهداء؟ فقال النبى ﷺ نعم”، وروى عن رسول الله ﷺ أنه قال لهلال بن أمية لما قذف امرأته بشريك بن سحماء: “البينة وإلا حد فى ظهرك” وروى عنه أنه قال: “أربعة شهداء وإلا فحد فى ظهرك” وليس لكل إنسان أن يشهد فتقبل شهادته، وإنما الشاهد الذى تقبل شهادته هو من توفرت فيه شروط معينة، بعضها عام يجب توفره فى كل شهادة، وبعضها خاص يجب توفره فى الشهادة على الزنا والله أعلم بالصواب
Jumlah Saksi dalam Kasus Zina
Dari halaman 3/430 kitab At-Tasyri’ Al-Jina’i fil Islam:
527 – Jumlah Saksi Zina
Disepakati oleh para ulama bahwa zina tidak dapat dibuktikan kecuali dengan kesaksian empat orang saksi. Hal ini adalah ijmak (konsensus) yang tidak diperselisihkan di kalangan ahli ilmu. Dasar hukum ini adalah firman Allah Ta’ala:
1. “Dan perempuan-perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan-perempuanmu, maka datangkanlah empat orang saksi di antara kamu untuk memberikan kesaksian terhadap mereka.” (QS. An-Nisa: 15)
2. “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang terpelihara kehormatannya (dengan zina), kemudian mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (sebanyak) delapan puluh kali cambukan.” (QS. An-Nur: 4)3. “Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atasnya? Maka karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi itu, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang dusta.” (QS. An-Nur: 13)
Sunnah Nabi ﷺ juga menegaskan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. Diriwayatkan bahwa Sa’ad bin ‘Ubadah pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Bagaimana pendapatmu jika aku menemukan seorang laki-laki bersama istriku? Haruskah aku memberinya kesempatan hingga aku mendatangkan empat orang saksi?” Nabi ﷺ menjawab, “Ya.”
Diriwayatkan juga bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada Hilal bin Umayyah ketika ia menuduh istrinya berzina dengan Syarik bin Sahma’: “Bawa bukti, atau jika tidak, maka hukuman cambuk akan diberikan padamu.” Dalam riwayat lain beliau bersabda, “Empat orang saksi, atau jika tidak, maka hukuman cambuk akan diberikan padamu.”
Namun, tidak semua orang bisa menjadi saksi yang diterima kesaksiannya. Saksi yang kesaksiannya diterima adalah mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu, baik syarat umum yang berlaku pada setiap jenis kesaksian, maupun syarat khusus yang berlaku pada kasus tertentu.