TALAK DAN MACAM-MACAMNYA DITINJAU DARI BERBAGAI SISI

TALAK DAN MACAM-MACAMNYA DITINJAU DARI BERBAGAI SISI

Assalamualaikum
Deskripsi Masalah.
Dalam kehidupan berkeluarga sehari-harinya tidaklah terlepas dari komunikasi, bahkan terkadang orang dengan mudah mengungkapkan kata-kata talak walaupun hanya bercanda tidak tahunya bisa jadi talak, Oleh karena itu penting saya mengetahui ucapan-ucapan kata selain tersebut yang dapat merusak nikah, baik ucapan itu jelas atau kata-kata yang semakna ataupun kata yang berbentuk sindiaran :


Pertanyaan


1.Apakah yang dinamakan talak..?

  1. Ada berapakah Macam-manya pembagian talak mohon penjelasan beserta contohnya.

Waalaikum salam.
Jawaban No.1
🅰️ Pengertian talak.
TALAK Isim masdarnya At-Tathliiq.Talak ditinjau dari segi etemologi berarti melepaskan , mengangkat/ menghilankan ikatan, artinya Talak adalah dilepaskan dengan tanpa ikatan.
Adapun yang dimaksud dengan talak secara Istilah syara’ menurut Syaikh Wahbah Assuhailiy Talak adalah melepaskan ikatan pernikahan dengan lafal talak atau yang semakna dengannya, atau mengangkat ikatan pernikahan secara langsung atau ditangguhkan dengan lafal yang di khususkan. Dengan kata lain ” Talak ” adalah melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafaz yang tertentu, misalnya suami berkata terhadap istrinya : Engkau telah aku talak. Dengan ucapan ini ikatan nikah menjadi lepas, artinya suami istri jadi cerai.
Talak yaitu perbuatan yang halal, namun juga suatu hal yang dibenci oleh Allah sebagaimana sabda Nabi SAW.


عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :أبغض الحلال إلى الله الطلاق
( رواه أبو داود وصححه إبن ماجة ورجح الحاكم إرساله حاكم


Referensi


الفقه الإسلامي و أدلته – ٦٦٥٠/٧٧٢٢
معنى الطلاق: الطلاق لغة، حل القيد والإطلاق، ومنه ناقة طالق، أي مرسلة بلا قيد، وأسير مطلق، أي حل قيده وخلي عنه، لكن العرف خص الطلاق بحل القيد المعنوي، وهو في المرأة، والإطلاق في حل القيد الحسي في غير المرأة.
وشرعا: حل قيد النكاح، أو حل عقد النكاح بلفظ الطلاق ونحوه. أو رفع قيد النكاح في الحال أو المآل بلفظ مخصوص.

فتح القريب فى باب الطلاق.
فصل فى أحكام الطلاق وهو لغة حل القيد وشرها إسم لحل قيد النكاح

الموسوعة الفقهية – ١٨٠٣٨/٣١٩٤٩
طلاق
التعريف:
١ – الطلاق في اللغة: الحل ورفع القيد، وهو اسم مصدره التطليق، ويستعمل استعمال المصدر، وأصله: طلقت المرأة تطلق فهي طالق بدون هاء، وروي بالهاء (طالقة) إذا بانت من زوجها، ويرادفه الإطلاق، يقال: طلقت وأطلقت بمعنى سرحت، وقيل: الطلاق للمرأة إذا طلقت، والإطلاق لغيرها إذا سرح، فيقال: طلقت المرأة، وأطلقت الأسير، وقد اعتمد الفقهاء هذا الفرق، فقالوا: بلفظ الطلاق يكون صريحا، وبلفظ الإطلاق يكون كناية.
وجمع طالق طلق، وطالقة تجمع على طوالق، وإذا أكثر الزوج الطلاق كان مطلاقا ومطليقا، وطلقة (١) . والطلاق في عرف الفقهاء هو: رفع قيد النكاح في الحال أو المآل بلفظ مخصوص أو ما يقوم مقامه (٢)
والمراد بالنكاح هنا: النكاح الصحيح خاصة، فلو كان فاسدا لم يصح فيه الطلاق، ولكن يكون متاركة أو فسخا.
والأصل في الطلاق أنه ملك الزوج وحده، وقد يقوم به غيره بإنابته، كما في الوكالة والتفويض، أو بدون إنابة، كالقاضي في بعض الأحوال، قال الشربيني في تعريف الطلاق نقلا عن التهذيب: تصرف مملوك للزوج يحدثه بلا سبب، فيقطع النكاح .


(١)المصباح المنير، ومختار الصحاح، والمغرب والقاموس، والدار المختار ٣ / ٢٢٦.
(٢) الدر المختار ٣
/ ٢٢٦ – ٢٢٧، وانظر الشرح الكبير ٢ / ٣٤٧، والمغني ٧ / ٢٩٦، ومغني المحتاج ٣ / ٢٧٩

Jawaban .No.2
🅱️.Macam-macam talak atau perceraian dari sisi hukumnya,
Pertama:
Para ulama’ fikih membangi perceraian dari sisi hukum syar’inya menjadi dua:
1️⃣Talak yang dibolehkan (jaiz) yang sesuai dengan syariat Islam itu dinamakan ‘Talak Sunni’ yaitu mentalak isteri dengan sekali talak saat dia dalam kondisi hamil atau dalam kondisi suci yang belum digauli.
2️⃣Talak yang dilarang yaitu talak yang menyalahi syariat Islam, maka talaq ini dinamakan dengan ‘talak bid’i. Talaq bid’i ini ada dua macam:

🅰️.Talak bid’i dari segi waktunya. Contoh, mentalak isteri padahal belum dipastikan kehamilannya, maka iddahnya harus berdasarkan masa haidnya jika dia masih mengalami haid atau ditalak saat isterinya  suci tapi sudah digauli (dijima’). Kalau telah jelas kehamilannya, maka dibolehkan mentalaknya, meskipun dia telah digauli waktu suci. Begitu juga kalau seorang wanita termasuk orang  yang tidak diharuskan menunggu iddah seperti wanita yang belum pernah digauli, maka kalau dia ditalak dalam kondisi haid, talak tersebut masih termasuk talak sunah. Atau termasuk  orang yang tidak haid seperti masih kecil atau sudah tua dan berumur, maka tidak mengapa kalau dia ditalak.
🅱️.Talak bid’i dari sisi bilangannya, seperti mentalak lebih dari sekali dengan mengatakan ‘Kamu saya talak dua.’ atau dia mengatakan, ‘Kamu saya talak tiga.’ Karena yang sesuai sunah adalah mentalak satu kali saja.
Talak bid’ah adalah suami mentalak terhadap istrinya ketika istrinya itu haid atau ketika istrinya itu suci (tidak haid) yang telah terjadi jimak, Hukumnya dilarang dan haram. Madzhab Syafi’i menyatakan talaknya sah dan terjadi walaupun haram , akan tetapi ada perbedaan ulama.


الحاوي الكبير ج.١٠،ص.١١٥
طَلَاقُ الْبِدْعَةِ فِي حَيْضٍ أَوْ فِي طُهْرٍ مُجَامَعٍ فِيهِ. فَهُوَ مَحْظُورٌ مُحَرَّمٌ بِوِفَاقٍ. وَاخْتُلِفَ فِي وُقُوعِهِ مَعَ تَحْرِيمِهِ. فَمَذْهَبُنَا إِنَّهُ وَاقِعٌ وَإِنْ كَانَ مُحَرَّمًا. وَهُوَ قَوْلُ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَجُمْهُورِ الْفُقَهَاءِ.

Para ulama berbeda pendapat akan jatuhnya talak bid’i ini, pendapat yang kami pilih adalah bahwa talak seperti tidak jatuh. Maka talak tiga jatuhnya cuma talak satu saja.
Kedua: Jenis talak dari segi lafadz (perkataan)
Para ulama fikih membagi talak dari segi ucapan menjadi dua; Sharih (ucapan yang  jelas) dan kinayah (kiasan).
Ucapan yang jelas (sharih) adalah sesuatu yang tidak difahami kecuali talak. Seperti ucapan seorang suami kepada istrinya, ‘Kamu saya talak’ atau ‘Kamu sudah ditalak.’ Maka talak seperti ini jatuh, baik sang suami niat cerai atau tidak.
Sementara kiasan (kinayah) adalah ucapan yang maksudnya masih ada kemungkinan talak atau lainnya. Seperti suami mengatakan kepada istrinya ‘Kamu lepas’ atau ‘kamu bebas’ atau ‘urusanmu ada ditanganmu’ atau ‘kamu bebas, silakan pergi kemana saja’ atau ‘silakan kembali ke keluargamu’ atau ‘saya sudah tidak ada butuh lagi kepadamu’ dan semisal itu.
Maka yang menjadi patokan pada macam ini adalah niat. Kalau suami niat talak, maka jatuh talak. Kalau tidak, maka tidak jatuh talak.

Ketiga:
Macam talak dari sisi dampaknya.
Perceraian dilihat dari sisi akibatnya dibagi menjadi dua bagian:
1️⃣.Talak raj’i. Yaitu ketika suami mentalak istrinya talak satu atau dua tanpa imbalan (bukan khulu). Maka dia dibolehkan untuk rujuk (kembali lagi) sebelum selesai masa iddahnya.
2️⃣. Talak bain. Talak jenis ini ada dua macam;

🅰️.Bain Kubra, yaitu seorang suami mentalak istrinya tiga kali. Maka sejak itu isterinya tidak halal lagi kecuali jika suaminya ingin kembali lagi maka ia harus memenuhi lima syarat:

  1. Habis masa iddahnya (dari suami pertama)lalu
  2. Nikah dengan laki-laki lain dengan nikah yang sah kemudian diceraikannya (berpisah dengan suami kedua).
  3. Suami kedua tersebut harus mewathi’ (menjima’) farji’nya/bukan dubur dengan syarat dzakarnya tegang dan harus orang dewasa/bukan anak kecil.
  4. Suami kedua harus menthalaq bain (thalak 3 atau khulu’ dan atau setelahnya habis iddahnya thalak roj’iy)
  5. Habisnya iddah dari suami kedua. .

ﺍﻟﺒﺎﺟﻮﺭﻱ ٢/١٥٤
ﻓﺈﻥ ﻃﻠﻘﻬﺎ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﺛﻼﺛﺎ ﺃﻯ ﻣﻌﺎ ﺃﻭ ﻣﺮﺗﺒﺎ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﺣﺮﺍ ﺃﻭ ﻃﻠﻘﺘﻴﻦ ﺍﻥ ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪﺍ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ ﺃﻭ ﺑﻌﺪﻩ ﻟﻢ ﺗﺤﻞ ﻟﻪ ﺍﻻ ﺑﻌﺪ ﻭﺟﻮﺩ ﺧﻤﺲ ﺷﺮﺍﺋﻂ ﺃﺣﺪﻫﺎ ﺍﻧﻘﻀﺎﺀ ﻋﺪﺗﻬﺎ ﻣﻨﻪ ﺃﻯ ﺍﻟﻤﻄﻠﻖ ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻰ ﺗﺰﻭﻳﺠﻬﺎ ﺑﻐﻴﺮﻩ ﺗﺰﻭﻳﺠﺎ ﺻﺤﻴﺤﺎ ﻭﺍﻟﺜﺎﻟﺚ ﺩﺧﻮﻟﻪ ﺍﻯ ﺍﻟﻐﻴﺮ ﺑﻬﺎ ﻭﺇﺻﺎﺑﺘﻬﺎ ﺑﺄﻥ ﻳﻮﻟﺞ ﺣﺸﻔﺘﻪ ﺃﻭ ﻗﺪﺭﻫﺎ ﻣﻦ ﻣﻘﻄﻮﻋﻬﺎ ﺑﻘﺒﻞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﻻ ﺑﺪﺑﺮﻫﺎ ﺑﺸﺮﻁ ﺍﻹﻧﺘﺸﺎﺭ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﻭﻛﻮﻥ ﺍﻟﻤﻮﻟﺞ ﻣﻤﻦ ﻳﻤﻜﻦ ﺟﻤﺎﻋﻪ ﻻ ﻃﻔﻼ ﻭﺍﻟﺮﺍﺑﻊ ﺑﻴﻨﻮﻧﺘﻬﺎ ﻣﻨﻪ ﺃﻯ ﺍﻟﻐﻴﺮ ﺃﻯ ﺇﻣﺎ ﺑﺎﻟﻄﻼﻕ ﺍﻟﺜﻼﺙ ﺃﻭ ﺑﺨﻠﻊ ﺃﻭ ﺑﺎﻧﻘﻀﺎﺀ ﺍﻟﻌﺪﺓ ﻓﻲ ﺍﻟﻄﻼﻕ ﺍﻟﺮﺟﻌﻲ ﻭﺍﻟﺨﺎﻣﺲ ﺇﻧﻘﻀﺎﺀ ﻋﺪﺗﻬﺎ ﻣﻨﻪ .

🅱️.Bain Sughra, yaitu seorang suami menceraikan istrinya talak satu atau dua sampai selesai masa iddahnya. Atau mentalak istrinya dengan imbalan yang dinamakan Khulu atau dia mentalaknya sebelum digauli. Dalam kondisi seperti ini dia (suami) dibolehkan rujuk (kembali lagi) akan tetapi harus dengan akad nikah yang baru dan mahar baru.
Keempat: Jenis talak dari segi secara langsung atau Muallaq ( menggantungkan).
Hal ini ada dua macam:
1️⃣.Talak langsung  atau tanpa jeda. Contoh, suami mengatakan kepada istrinya ‘Kamu saya ceraikan’ atau melafazkan dengan lafaz kiasan disertai niat menceraikan tanpa digantungkan dengan syarat tertentu.
2️⃣.Talak mu’allaq, maksudnya yang digantungkan dengan suatu syarat. Hal ini ada tiga macam:
Memberikan syarat saja, maka jatuh cerai dalam semua kondisi. Contoh dia mengatakan, ‘ Jika kamu memasuki rumah, maka kamu cerai.’ Ketika si-Istri memasuki rumah , maka istrinya jatuh talaq/ cerai. Karena dia menggantungkan hanya pada syarat saja, sedangkan syaratnya telah terpenuhi.
Hanya sumpah saja, maka tidak jatuh cerai, tapi harus bayar kafarat sumpah. Misalnya dia mengatakan, “Kalau saya berbicara dengan Suhartono, maka istriku jatuh talak.” Maksudya, dia tidak ingin berbicara dengan Suhartono dan ini hanya sumpah semata. Karena tidak ada hubungan antara pembicaraannya dengan Suhartono dan perceraian istrinya.
Berpotensi mengandung makna syarat saja atau sumpah saja. Maka hal ini dikembalikan kepada niat yang digantungkan. Seperti (suami) mengatakan kepada istrinya, ‘Kalau kamu keluar dari rumah, maka jatuh talak kamu.’ Maka ada kemungkinan dia inginkan sekedar syarat saja, dalam artian bahwa istrinya kalau keluar dengan hati suka rela maka akan jatuh cerai atasnya. Maka waktu itu dia menginginkan perceraian.
Atau ada kemungkinan, dia tidak bermaksud menjatuhkan cerai, dia tetap menginginkan dia sebagai istrinya meskipun istrinya keluar rumah, dia tidak menginginkan perceraian. Akan tetapi dia bermaksud melarangnya keluar rumah, sehingga dia gantungkan perceraian itu sebagai ancaman kepadanya. Kalau dia keluar dalam kondisi seperti ini, maka tidak jatuh cerai. Karena dia bermaksud sumpah. Untuk lebih jelasnya lihat dalam kitab Mausuah al-Fiqhiyah al-Quwaitiyah berikut:


التقريب فى باب الطلاق.
“فصل” والطلاق ضربان صريح وكناية فالصريح ثلاثة ألفاظ الطلاق والفراق والسراح ولا يفتقر صريح الطلاق إلى النية والكناية كل لفظ احتمل الطلاق وغيره ويفتقر إلى النية والنساء فيه ضربان ضرب في طلاقهن سنة وبدعة وهن ذوات الحيض فالسنة أن يوقع الطلاق في طهر غير مجامع فيه والبدعة أن يوقع الطلاق في الحيض أو في طهر جامعها فيه وضرب ليس في طلاقهن سنة ولا بدعة وهن أربع الصغيرة والآيسة والحامل والمختلعة التي لم يدخل بها.


“Fasal”
Dan perceraian itu ada dua jenis: Jelas dan Sindiran. Talak Jelas itu ada tiga kata: cerai dan pemisah dan bebas. Talak Yang Jelas tidak membutuhkan niat, sedang talak kinayah yaitu semua lafat yang memuat talak dan kinayah itu membutuhkn niyat. Dan dalam urusa talak, perempuan itu ada macam : 1. Tidak haram: 2. Haram yaitu perempuan yang dalam keadaan haid. Sedang perempuan yang dicerai mendapat hukum tidak haram yaitu menjatuhkan talak dalam keadaan suci dan belum kikumpuli. Sedangkan talak yang mendapat hukum haram yaitu menjatuhkan talak dalam waktu haid atau dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri, perempuan yang telah luas, hamil, perempuan yang dikhuluk tidak dicampurinya.

الموسوعة الفقهية١٨١١٨/٣١٩٤٩ .

أنواع الطلاق:
٣٣ – للطلاق أنواع مختلفة تختلف بحسب النظر إليه. – فهو من حيث الصيغة المستعملة فيه على نوعين: صريح وكنائي – ومن حيث الأثر الناتج عنه على نوعين: رجعي وبائن، والبائن على نوعين: بائن بينونة صغرى، وبائن بينونة كبرى – ومن حيث صفته على نوعين: سني وبدعي – ومن حيث وقت وقوع الأثر الناتج عنه على ثلاثة أنواع: منجز، ومعلق على شرط، ومضاف إلى المستقبل. وتفصيل ذلك كما يلي:

أولا: الصريح والكنائي:
٣٤ – اتفق الفقهاء (١) ، على أن الصريح في الطلاق هو: ما لم يستعمل إلا فيه غالبا، لغة أو عرفا، وعرف كذلك بأنه: ما ثبت حكمه الشرعي بلا نية، وليس بين التعريفين تناف، بل تكامل، فالأول تعريفه بحسب اللفظ المستعمل فيه، والثاني بحسب الأثر الناتج عنه.كما اتفقوا على أن الكنائي في الطلاق هو: ما لم يوضع اللفظ له، واحتمله وغيره، فإذا لم يحتمله أصلا لم يكن كناية، وكان لغوا لم يقع به شيء (٢) . واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية، وكذلك بالنية المناقضة قضاء فقط، وعلى ذلك فلو أطلق اللفظ الصريح، وقال: لم أنو به شيئا وقع به الطلاق، ولو قال: نويت غير الطلاق لم يصدق قضاء وصدق ديانة، هذا ما لم يحف باللفظ من قرائن الحال ما يدل على صدق نيته في إرادة غير الطلاق، فإن وجدت قرينة تدل على عدم قصده الطلاق  صدق قضاء أيضا، ولم يقع به عليه طلاق، وذلك كما إذا أكره على  الطلاق فطلق صريحا غير نا وبه الطلاق، فإنه لا يقع ديانة ولا قضاء لقرينة الإكراه (٣) . وهذا لدى الجمهور، وخالف الحنفية وقالوا بوقوع الطلاق من المكره كما تقدم. أما الكنائي فلا يقع به الطلاق إلا مع النية، ذلك أن اللفظ يحتمل الطلاق  وغيره، فلا يصرف إلى الطلاق إلا بالنية، وأما وقوعه بالنية فلأن اللفظ يحتمله، فيصرف إليه بها. وقد ألحق المالكية الكنايات الظاهرةبالصريح، فأوقعوا الطلاق بها بغير نية، وهي الكنايات التي تستعمل في الطلاق كثيرا وإن لم توضع له في الأصل، وهي لفظ: الفراق والسراح. والحنابلة مع المالكية هنا في قول القاضي، إلا أن مفهوم كلام الخرقي أنه لا يقع به الطلاق من غير نية مطلقا.
٣٥ – وهل يحل محل النية قرائن الحال في وقوع الطلاق بالكناية من غير نية؟ . ذهب الحنفية والحنابلة في المعتمد إلى أن قرائن الحال كالنية في وقوع الطلاق باللفظ الكنائي، كما لو قال لزوجته في حالة غضب: الحقي بأهلك، فإنه طلاق ولو لم ينوه، وكذلك إذا كان في حالة مساءلة الطلاق. وذهب المالكية، والشافعية، والحنابلة في رواية إلى عدم الاعتداد بقرائن الحال هنا، فلا يقع الطلاق باللفظ الكنائي عندهم إلا إذا نواه مطلقا. وقد ذهب الفقهاء إلى أن الألفاظ الصريحة في الطلاق هي مادة (طلق) وما اشتق منها لغة وعرفا، مثل: طلقتك، وأنت طالق، ومطلقة.فلو قال لها: أنت مطلقة بالتخفيف كان كناية، فلا يقع  الطلاق به إلا بالنية. وقد تقدمت الإشارة إلى أن المالكية أنزلوا
الكنايات المشهورة منزلة الصريح في وقوع الطلاق بها من غير نية، وإن لم يعدوها من الصريح (٤) . وذهب الشافعية في المشهور والحنابلة، إلى أن الصريح ألفاظ ثلاثة هي: الطلاق والفراق والسراح، وما اشتق منها لغة وعرفا، مثل: طلقتك، وأنت طالق، ومطلقة، فلو قال: أنت مطلقة بالتخفيف كان كناية، لعدم اشتهاره في الطلاق. وأما الكنائي فما وراء الصريح من الألفاظ مما يحتمل الطلاق كلفظ: اعتدي، واستبرئي رحمك، والحقي بأهلك، وأنت خلية، وأنت مطلقة بغير تشديد ونحو ذلك (٥) . ونص الحنفية على وقوع الطلاق باللفظ المصحف، ثم إن كان اللفظ صريحا وقع الطلاق به بغير نية، كلفظ: طلاغ، وتلاغ، وطلاك، وتلاك. . . بلا فرق بين أن يكون المطلق عالما أو جاهلا، إلا أن يقول المطلق: تعمدت التصحيف هذا للتخويف به، ويحف به من قرائن الحال ما يصدقه، كالإشهاد على ذلك قبلالطلاق، فإنه لا يقع به شيء على المفتى به، وإلا وقع الطلاق (٦) . ولم يحصر الفقهاء الصريح في الطلاق بالعربية، بل أطلقوه فيها وفي غيرها، وذكروا ألفاظا بالفارسية والتركية يقع بها الطلاق صريحا بغير نية، مثل: ” سان بوش ” بالتركية ” وبهشتم ” بالفارسية، وقد جرى في هذه الألفاظ بعض اختلاف بينهم، أهي من الصريح أم من الكنائي؟ والحقيقة أن مرد ذلك إلى من يعلم بهذه اللغات والأعراف (٧) .
ما يقع بالصريح والكنائي من الطلاق:
٣٦ – ذهب جمهور الفقهاء (٨) إلى أن طلاق الزوج يكون رجعيا دائما ولا يكون بائنا إلا في أحوال ثلاث، وهي:
أ – الطلاق قبل الدخول، ويكون بائنا.
ب – الطلاق على مال، ويكون بائنا ضرورة وجوب المال به على الزوجة، ذلك أنها لم تبذله له إلا لبينونتها.
ج – الطلاق الثلاث، وذلك ضرورة وقوع البينونة الكبرى به، بنص الآية الكريمة: {فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره} (٩) . هذا إلى جانب أحوال يكون الطلاق في بعضها بائنا إذا كان بحكم القاضي، كالتفريق للغيبة، والتفريق للإيلاء، والتفريق للعيب، والتفريق للشقاق والضرر، والتفريق للإعسار بالنفقة.
وذهب الحنفية إلى أن الكنائي يقع الطلاق به بائنا مطلقا، إلا ألفاظا قليلة قدر وجود لفظ الطلاق الصريح فيها، فيكون رجعيا، مثل: اعتدي، واستبرئي رحمك، وأنت واحدة. والتقدير: طلقتك فاعتدي، وطلقتك فاستبرئي رحمك، وأنت طالق طلقة واحدة (١٠) أما الصريح فيقع به الطلاق رجعيا بشروط، وهي:
الأول: يكون بعد الدخول، فإذا كان قبل الدخول وقع به الطلاق بائنا مطلقا، سواء أكان بلفظ صريح أم بلفظ كنائي.
الثاني: أن لا يكون مقرونا بعوض، فإن قرن بعوض (طلاق على مال) كان بائنا.
الثالث: أن لا يكون مقرونا بعدد الثلاث لفظا أو إشارة أو كتابة، وأن لا يكون الثالثبعد طلقتين سابقتين عليه، رجعيتين أو بائنتين؛ لأن الطلاق الثالث لا يكون إلا بائنا بينونة كبرى.
الرابع: أن لا يكون موصوفا بصفة تنبئ عن البينونة، أو تدل عليها من غير حرف العطف، كقوله لها: أنت طالق بائنا، بخلاف: أنت طالق وبائن، فإنه يقع بالأولى طلقة رجعية، وبالثانية طلقة بائنة، وكذلك أنت طالق طلقة تملكين بها نفسك، فإنه بائن.
الخامس: أن لا يكون مشبها بعدد أو صفة تدل على البينونة، كأن يقول لها: أنت طالق مثل هذه ويشير بأصابعه الثلاثة، فإنها تبين منه بثلاث طلقات. فإذا تخلف شرط من هذه الشروط وقع به الطلاق بائنا (١١) .
ثانيا: الرجعي والبائن:
٣٧ – الطلاق الرجعي هو: ما يجوز معه للزوج رد زوجته في عدتها من غير استئناف عقد، والبائن هو: رفع قيد النكاح في الحال. هذا، والطلاق البائن على قسمين: بائن بينونة صغرى، وبائن بينونة كبرى. فأما البائن بينونة صغرى فيكون بالطلقةالبائنة الواحدة، وبالطلقتين البائنتين، فإذا كان الطلاق ثلاثا، كانت البينونة به كبرى مطلقا، سواء كان أصل كل من الثلاث بائنا أم رجعيا بالاتفاق.
فإذا طلق الزوج زوجته رجعيا حل له العود إليها في العدة بالرجعة، دون عقد جديد، فإذا مضت العدة عاد إليها بعقد جديد فقط.
فإذا طلق زوجته طلقة بائنة واحدة أو اثنتين جاز له العود إليها في العدة وبعدها، ولكن ليس بالرجعة، وإنما بعقد جديد.
فإذا طلقها ثلاثا كانت البينونة كبرى، ولم يحل له العود إليها حتى تنقضي عدتها وتتزوج من غيره، ويدخل بها، ثم تبين منه بموت أو فرقة، وتنقضي عدتها، فإن حصل ذلك حل له العود إليها بعقد جديد (١٢) ، وذلك لقوله سبحانه: {فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره فإن طلقها فلا جناح عليهما أن يتراجعا إن ظنا أن يقيما حدود الله وتلك حدود الله يبينها لقوم يعلمون} (١٣) .
البينونة الكبرى والصغرى:
٣٨ – البينونة عند إطلاقها تنصرف
للصغرى، ولا تكون كبرى إلا إذا كانت ثلاثا.إلا أن طرق وقوع الثلاث اختلف الفقهاء في بعضها، واتفقوا في بعضها الآخر حسب الآتي:
اتفق الفقهاء على أن الزوج إذا طلق زوجته مرة واحدة رجعية أو بائنة، ثم عاد إليها بعقد أو رجعة، ثم طلقها مرة أخرى رجعيا أو بائنا، ثم عاد إليها بعقد أو رجعة، ثم طلقها للمرة الثالثة كان ثلاثا، وبانت منه بينونة كبرى، وذلك لقوله سبحانه: {الطلاق مرتان فإمساك بمعروف أو تسريح بإحسان} (١٤) . وقوله: {فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره} (١٥) . كما اتفقوا على أنه إذا طلقها مرة واحدة، ثم طلقها ثانية بعد انقضاء عدتها، أن الثانية لا تقع عليها، لعدم كونها محلا للطلاق، لانقضاء الزوجية بالكلية، والطلاق خاص بالزوجات، وكذلك إذا طلقها ثالثة بعد ذلك، فإنها لا تقع عليها، وفي هذه الحال تكون البينونة صغرى ويحل له العود إليها بعقد جديد.
والمطلقة قبل الدخول بها إذا طلقها: فإنالحكم يختلف باختلاف اللفظ.
فذهب المالكية والحنابلة إلى وقوع الثانية والثالثة عليها – كالمدخول بها – إذا عطفهن على بعضهن بالواو فقال: أنت طالق وطالق وطالق؛ لأن العطف بالواو يقتضي المغايرة، فتكون الأولى غير الثانية، وهن كالكلمة الواحدة (١٦) . وذهب الحنفية إلى أنه لو قال لغير الموطوءة: أنت طالق واحدة وواحدة بالعطف، أو قبل واحدة، أو بعدها واحدة، تقع واحدة بائنة، ولا تلحقها الثانية لعدم العدة، وكذلك إذا عطفها بالفاء وثم. وفي أنت طالق واحدة بعد واحدة، أو قبلها أو مع واحدة أو معها واحد ثنتان، الأصل: أنه متى أوقع بالأول لغا الثاني، أو بالثاني اقترنا، لأن الإيقاع في الماضي إيقاع في الحال.ويقع بأنت طالق واحدة وواحدة إن دخلت الدار ثنتان لو دخلت لتعلقهما بالشرط دفعة، وتقع واحدة إن قدم الشرط، لأن المعلق كالمنجز (١٧) . وقال الشافعية: لو قال لغير موطوءة: أنت طالق وطالق وطالق وقعت طلقة؛ لأنها تبينبالأولى، فلا يقع ما بعدها، ولو قال لها: إن دخلت الدار فأنت طالق وطالق فدخلت وقعت ثنتان في الأصح لأنهما متعلقان بالدخول ولا ترتيب بينهما، وإنما يقعان معا، والثاني مقابل الأصح لا يقع إلا واحدة كالمنجز، ولو عطف بثم أو نحوها مما يقتضي الترتيب لم يقع بالدخول إلا واحدة.ولو قال لها: أنت طالق إحدى عشرة طلقة طلقت ثلاثا، بخلاف إحدى وعشرين، فلا يقع إلا طلقة للعطف.ولو قال لها: أنت طالق طلقة مع طلقة، أو معها طلقة، فثنتان معا في الأصح، وقيل على الترتيب واحدة تبين بها.ولو قال لها: أنت طالق طلقة قبل طلقة أو طلقة بعدها طلقة، فطلقة واحدة؛ لأنها تبين بالأولى، فلا تصادف الثانية نكاحا (١٨) أما المدخول بها إن طلقها طلقة واحدة، ثم طلقها ثانية في عدتها، فإن كانت الأولى رجعية، فقد ذهب الجماهير إلى وقوع الثانية، فإذا طلقها ثالثة في العدة – وكانت الثانية رجعية أيضا – وقعت الثالثة وبانت منه بينونة كبرى، هذا ما لم ينو بالثانية والثالثة تأكيد الأولى، فإن نوى تأكيد الأولى صدق ديانة، ولم يصدق قضاء، وأمضي عليه الثلاث، ما لمتحف به قرائن أحوال ترجح صحة نيته، فإن حفت به قرائن حال ترجح صحة نيته صدق ديانة وقضاء، كما إذا طلق زوجته فسئل: ماذا فعلت؟ فقال: طلقتها، أو قلت: هي طالق، نص على ذلك الحنفية (١٩) . ونص الشافعية على قريب من ذلك، قال في مغني المحتاج: وإن قال: أنت طالق، أنت طالق، أنت طالق وتخلل فصل، فثلاث، سواء أقصد التأكيد أم لا، لأنه خلاف الظاهر، لكن إذا قال: قصدت التأكيد، فإنه يدين، فإن تكرر لفظ الخبر فقط، كأنت طالق طالق طالق، فكذا عند الجمهور خلافا للقاضي في قوله: يقع واحدة، وإن لم يتخلل فصل، فإن قصد تأكيدا – أي قصد تأكيد الأولى بالأخيرتين – فواحدة. . . أو قصد استئنافا فثلاث. . وكذا إذا أطلق بأن لم يقصد تأكيدا ولا استئنافا يقع ثلاث في الأظهر (٢٠) . والحنابلة في هذا مع الشافعية (١٢) . والمالكية مذهبهم لا يخرج عن ذلك. قال الدردير: وإن كرره ثلاثا بلا عطف لزمه ثلاث في المدخول بها كغيرها، أي غير المدخول بها يلزمه الثلاث إن نسقه ولو حكما، كفصلهبسعال، إلا لنية تأكيد فيهما – أي في المدخول بها وغيرها – فيصدق بيمين في القضاء، وبغيرها في الفتوى، بخلاف العطف فلا تنفعه نية التأكيد مطلقا كما تقدم، لأن العطف ينافي التأكيد (٢٢) .
٣٩ – فإذا طلقها بائنا واحدة، أو اثنتين معا، ثم طلقها ثانية وثالثة في عدتها، لم تقع الثانية أو الثالثة عند الشافعية والمالكية والحنابلة لخروجها عن الزوجية بالأولى، فلم تعد محلا للطلاق بعد ذلك (٢٣) . وذهب الحنفية إلى أن الأولى أو الثانية إذا كانتا بلفظ صريح، لحقتها الثانية والثالثة، بلفظ صريح كانت أو كنائي، فإذا كانت الأولى أو الثانية بائنا لحقتها الثانية والثالثة إذا كانت بلفظ صريح فقط، فإذا كانت بائنا لم تلحقها إذا أمكن جعلها إخبارا عنها لاحتمال ذلك، كقوله لها: أنت بائن بائن فإن لم يمكن جعلها إخبارا عنها لحقتها أيضا، كقوله لها: أنت بائن ثم قوله: أنت بائن بأخرى، فإنها تلحقها لتعذر جعلها إخبارا عنها (٢٤) فإذا طلقها وذكر أنه ثلاث لفظا وقع ثلاث عند جمهور الفقهاء وكذلك إذا قال: اثنتين، فإنه يقع عليه اثنتان، كأن يقول لها: أنت طالق ثلاثا، أو أنت طالق اثنتين (٢٥) . فإذا قال لها: أنت طالق وأشار بأصابعه الثلاث، فقد ذهب الحنفية والشافعية إلى أنه إن قال لها: (هكذا) مع الإشارة وقع الثلاث، وإن قال: مثل هذه، مع الإشارة بالثلاث وقع ثلاث إن نواها، وإلا وقعت واحدة، فإن لم يقل شيئا مع الإشارة بالأصابع وقعت واحدة ولغت الإشارة.فإن كتب لها ثلاثا بدل الإشارة بالأصابع، فمثل الإشارة. فإن قال لها: أنت طالق أكبر الطلاق  أو أغلظه. . فإن نوى به ثلاثا، فثلاث لاحتمال اللفظ ذلك، وإلا وقع به واحدة بائن (٢٦) . إلا أن الشافعية نصوا على أنه لو قال لها: أنت طالق، ونوى عددا وقع ما نواه، فإن قال: أنت طالق واحدة، ونوى عددا، وقع ما نواه واحدة به على الراجح؛ لأن الملفوظ يناقض المنوي، واللفظ أقوى، فالعمل به أولى. وقيل: يقع المنوي عملا بالنية (٢٧) . والحنابلة مع الحنفية والشافعية فيما تقدم،إلا أنه روي عن الإمام أحمد قوله: وإذا قال لها: أنت برية، أو أنت بائن أو حبلك على غاربك، أو الحقي بأهلك، فهو عندي ثلاث، ولكن أكره أن أفتي به، سواء دخل بها أم لم يدخل (٢٨) . أما الحنفية والشافعية فيوقعون بذلك ثلاثا إن نواها، لاحتمال اللفظ لها، فإذا لم ينو الثلاث لم يقع به ثلاث.والمالكية مع الجمهور في كل ما تقدم، إلا أنهم في المسألة الأخيرة يقولون: يقع ثلاث مطلقا، إلا في الخلع أو قبل الدخول، فيكون واحدة (٢٩) . فإذا قال لها: أنت طالق واحدة، ونوى به ثلاثا، وقع واحدة، وبطلت النية، لعدم احتمال اللفظ لها، فإن قال لها: أنت طالق ثلاثا ونوى به واحدة، وقع عليه ثلاث عند الجميع، لصراحة اللفظ، فلا تعمل النية بخلافه.فإن قال لها: أنت طالق ونوى به ثلاثا، وقع به واحدة عند الحنفية، وهو إحدى روايتين عند الحنابلة، وفي الرواية الثانية يقع ثلاث، وهو قول مالك والشافعي (٣٠)
ثالثا – السني والبدعي
٤٠ – قسم الفقهاء الطلاق من حيث وصفه الشرعي إلى سني وبدعي يريدون بالسني: ما وافق السنة في طريقة إيقاعه، والبدعي: ما خالف السنة في ذلك، ولا يعنون بالسني أنه سنة، لما تقدم من النصوص المنفرة من الطلاق، وأنه أبغض الحلال إلى الله تعالى.وقد اختلف الفقهاء في بعض أحوال كل من السني والبدعي، واتفقوا في بعضها الآخر، كما يلي: قسم الحنفية الطلاق إلى سني وبدعي، وقسموا السني إلى قسمين: حسن وأحسن فالأحسن عندهم: أن يوقع المطلق على زوجته طلقة واحدة رجعية في طهر لم يطأها فيه، ولا في حيض أو نفاس قبله، ولم يطأها غيره فيه بشبهة أيضا، فإن زنت في حيضها ثم طهرت، فطلقها لم يكن بدعيا. وأما الحسن: فأن يطلقها واحدة رجعية في طهر لم يطأها فيه ولا في حيض أو نفاس قبله، ثم يطلقها طلقتين أخريين في طهرين آخرين دون وطء، هذا إن كانت من أهل الحيض، وإلا طلقها ثلاث طلقات في ثلاثة أشهر، كمن بلغت بالسن ولم تر الحيض.وهذا في المدخول أو المختلى بها، أما غيرالمدخول أو المختلى بها، فالحسن: أن يطلقها واحدة فقط، ولا يهم أن يكون ذلك في حيض أو غيره ، ولا يضر أن طلاقها يكون بائنا؛ لأنه لا يكون إلا كذلك.وما سوى ذلك فبدعي عندهم، كأن يطلقها مرتين أو ثلاثا في طهر واحد معا أو متفرقات، أو يطلقها في الحيض أو النفاس، أو يطلقها في طهر مسها فيه، أو في طهر مسها في الحيض قبله.فإن طلقها في الحيض، ثم طلقها في الطهر الذي بعده، كان الثاني بدعيا أيضا؛ لأنهما بمثابة طهر واحد، وعليه أن ينتظر حيضها الثاني، فإذا طهرت منه طلقها إن شاء، ويكون سنيا عند ذلك، ولو طلقها في الحيض، ثم ارتجعت، ثم طلقها في الطهر الذي بعده كان بدعيا في الأرجح، وهو ظاهر المذهب، وقال القدوري: يكون سنيا.وهذا كله ما لم تكن حاملا، أو صغيرة دون سن الحيض، أو آيسة، فإن كانت كذلك كان طلاقها سنيا، سواء مسها أم لم يمسها؛ لأنها في طهر مستمر، ولكن لا يزيد على واحدة، فإن زاد كان بدعيا. واستثنى الحنفية من البدعي عامة: الخلع، والطلاق على مال، والتفريق للعلة، فإنه لا يكون بدعيا ولو كان في الحيض، لمافيه من الضرورة، وكذلك تخييرها في الحيض سواء اختارت نفسها في الحيض أم بعده وكذلك اختيارها نفسها في الحيض، سواء أخيرها في الحيض أم قبله، فإنه لا يكون بدعيا لأنه ليس من فعله المحض (٣١) . وقسم جمهور الفقهاء الطلاق من حيث وصفه الشرعي إلى سني وبدعي، ولم يذكروا للسني تقسيما، فهو عندهم قسم واحد خلافا للحنفية، إلا أن بعض الشافعية قسموا الطلاق إلى سني وبدعي، وما ليس سنيا ولا بدعيا وهو المرجح عندهم، والذي ليس سنيا ولا بدعيا هو ما استثناه الحنفية من البدعي كما تقدم والسني عند الجمهور: هو ما يشمل الحسن والأحسن عند الحنفية معا. والبدعي عندهم: ما يقابل البدعي عند الحنفية، إلا أنهم خالفوهم في أمور، أهمها: أن الطلاق الثلاث في ثلاث حيضات سني عند الحنفية، وهو بدعي عند الجمهور، وكذا الطلاق  ثلاثا في طهر واحد لم يصبها فيه، فإنه سني عند الشافعية أيضا، وهو رواية عند الحنابلة، اختارها الخرقي. وذهب المالكية إلى أنه محرم كما عند الحنفية، وهو رواية ثانية عند الحنابلة (٣٢) هذا، والمدار على معرفة السني والبدعي من الطلاق القرآن والسنة، أما القرآن فقوله تعالى: {يا أيها النبي إذا طلقتم النساء فطلقوهن لعدتهن} (٣٣) وقد فسر ابن مسعود رضي الله عنه ذلك بأن يطلقها في طهر لا جماع فيه، ومثله عن ابن عباس رضي الله عنهما (٣٤) . وأما السنة فما رواه ابن عمر رضي الله عنهما أنه طلق امرأته وهي حائض، فسأل عمر رضي الله عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ذلك فقال له رسول الله صلى الله عليه وسلم: مره فليراجعها، ثم ليتركها حتى تطهر، ثم تحيض، ثم تطهر، ثم إن شاء أمسك بعد وإن شاء طلق قبل أن يمس، فتلك العدة التي أمر الله أن يطلق لها النساء (٣٥) . وما ورد عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: طلاق السنة تطليقة وهي طاهر في غير جماع، فإذا حاضت وطهرت طلقها أخرى، فإذا حاضت وطهرت طلقها أخرى، ثم تعتد بعد ذلك بحيضة (٣٦)والمعنى العام في السني والبدعي، أن السني يمنع الندم، ويقصر العدة على المرأة فيقل تضررها من الطلاق.
حكم الطلاق البدعي من حيث وقوعه ووجوب العدة بعده:

٤١ – اتفق جمهور الفقهاء على وقوع الطلاق البدعي، مع اتفاقهم على وقوع الإثم فيه على المطلق لمخالفته السنة المتقدمة. فإذا طلق زوجته في الحيض وجب عليه مراجعتها، رفعا للإثم لدى الحنفية في الأصح عندهم، وقال القدوري من الحنفية: إن الرجعة مستحبة لا واجبة (٣٧) . وذهب الشافعي إلى أن مراجعة من طلقها بدعيا سنة، وعبر الحنابلة عن ذلك بالاستحباب. وذهب المالكية إلى تقسيم البدعي إلى: حرام ومكروه، فالحرام: ما وقع في الحيض أو النفاس من الطلاق  مطلقا، والمكروه: ما وقع في غير الحيض والنفاس، كما لو أوقعه في طهرها الذي جامعها فيه، وعلى هذا يجبر المطلق في الحيض والنفاس على الرجعة رفعا للحرمة، ولا يجبر غيره على الرجعة وإن كان بدعيا (٣٨)وهذا كله ما دامت الرجعة ممكنة، بأن كان الطلاق رجعيا، فإذا كان بائنا بينونة صغرى أو كبرى تعذر الرجوع واستقر الإثم.دليل ذلك ما تقدم من أمر رسول الله صلى الله عليه وسلم عبد الله بن عمر رضي الله عنهما باسترجاع زوجته ما دام ذلك ممكنا، فإذا لم يكن ممكنا للبينونة امتنع الرجوع، فقد ورد عن ابن عمر رضي الله عنهما أنه كان إذا سئل عن الرجل يطلق امرأته وهي حائض يقول: أما أنت طلقتها واحدة أو اثنتين، إن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يرجعها. ثم يمهلها حتى تحيض حيضة أخرى، ثم يمهلها حتى تطهر، ثم يطلقها قبل أن يمسها، وأما أنت طلقتها ثلاثا، فقد عصيت ربك فيما أمرك به من طلاق امرأتك، وبانت منك (٣٩) .
رابعا – الطلاق المنجز والمضاف والمعلق
الأصل في الطلاق التنجيز، إلا أنه يقبل التعليق والإضافة باتفاق الفقهاء، وله تفصيلات وأحكام كما يلي:
أ – الطلاق المنجز
٤٢ – تعريفه: هو الطلاق الخالي في صيغته عن التعليق والإضافة، كقوله: أنت طالق، أو اذهبي إلى بيت أهلك، ينوي طلاقها.
حكمه: أنه ينعقد سببا للفرقة في الحال، ويعقبه أثره بدون تراخ ما دام مستوفيا لشروطه، فإذا قال لها: أنت طالق، طلقت للحال وبدأت عدتها، هذا مع ملاحظة الفارق بين البائن والرجعي كما تقدم.
ب – الطلاق المضاف
٤٣ – تعريفه: هو الطلاق الذي قرنت صيغته بوقت بقصد وقوع الطلاق  عند حلول ذلك الوقت، كقوله: أنت طالق أول الشهر القادم، أو آخر النهار، أو أنت طالق أمس.
حكمه: ذهب الجمهور إلى أن الطلاق المضاف إلى المستقبل ينعقد سببا للفرقة في الحال، ولكن لا يقع به الطلاق إلا عند حلول أجله المضاف إليه بعد استيفائه لشروطه الأخرى، فإذا قال لها: أنت طالق آخر هذا الشهر، لم تطلق حتى ينقضي الشهر، ولو قال: في أوله طلقت أوله، ولو قال: في شهر كذا، طلقت في أوله عند الأكثر، وخالف البعض وقالوا يقع في آخره. فإذا أضاف  الطلاق إلى زمن سابق، فإن قصد وقوعه للحال مستندا إلى ذلك الزمن
السابق، وقع للحال كالمنجز مقتصرا على وقت إيقاعه، وقيل: يلغو، وإن قصد الإخبار عن نفسه، وأنه طلقها في ذلك الزمن السابق، صدق في ذلك بيمينه إن كان التصديق ممكنا، فإن كان مستحيلا، كأن يقول لها: أنت طالق منذ خمسين سنة وعمرها أقل من ذلك كان لغوا (٤٠) . هذا مذهب الحنفية.وذهب المالكية إلى أنه إن أضاف طلاقه إلى زمن مستقبل كأن قال لها: أنت طالق بعد سنة، أو أنت طالق يوم موتي طلقت للحال منجزا، وكذلك إذا أضافه إلى زمن ماض قاصدا به الإنشاء، كقوله: أنت طالق أمس، فإنها، تطلق للحال، فإن قصد به الإخبار دين عند المفتي (٤١) . ونص الحنابلة على أنه إن قال: أنت طالق أمس ولا نية له، فظاهر كلام أحمد أن الطلاق لا يقع، وقال القاضي في بعض كتبه: يقع الطلاق، وإن قصد الإخبار صدق، ووقع الطلاق  (٤٢) . ومذهب الشافعية كالحنفية، إلا أنهم خالفوهم فيما لو أضافه إلى زمن سابق محال ولميكن له نية، فإنه يقع عندهم، كما لو قال لها: أنت طالق قبل أن تخلقي، فإنه يقع للحال إذا لم يكن له نية (٤٣) .
ج – الطلاق المعلق على شرط
٤٤ – التعليق على شرط هنا هو ربط حصول مضمون جملة بحصول مضمون جملة أخرى (٤٤) سواء أكان ذلك المضمون من قبل المطلق أو المطلقة أو غيرها، أو لم يكن من فعل أحد.فإن كان من فعل المطلق أو المطلقة أو غيرهما سمي يمينا لدى الجمهور مجازا، وذلك لما فيه من معنى القسم، وهو: تقوية عزم الحالف أو عزم غيره على فعل شيء أو تركه، كما إذا قال لزوجته: أنت طالق إن دخلت دار فلان، أو: أنت طالق إن ذهبت أنا إلى فلان، أو: أنت طالق إن زارك فلان. . . فإن كان  الطلاق معلقا لا على فعل أحد، كما إذا قال لها: أنت طالق إن طلعت الشمس مثلا، كان تعليقا، ولم يسم يمينا، لانتفاء معنى اليمين فيه، وإن كان في الحكم مثل اليمين، وهنالك من الفقهاء من أطلقعليه اليمين أيضا (٤٥) . وأدوات الربط والتعليق هي: إن، وإذا وإذ ما وكل، وكلما، ومتى، ومتى ما، ونحو ذلك، كلها تفيد التعليق بدون تكرار إلا: كلما، فإنها تفيد التعليق مع التكرار (٤٦) . وقد يكون التعليق بدون أداة، كما إذا قال – لها: علي الطلاق سأفعل كذا، فهو بمثابة قوله: علي الطلاق إن لم أفعل كذا، وهو – التعليق المعنوي، وقد جاء به العرف.
حكمه: اتفق جمهور الفقهاء على صحة اليمين بالطلاق أو تعليق  الطلاق على شرط مطلقا، إذا استوفى شروط التعليق الآتية: فإذا حصل الشرط المعلق عليه وقع  الطلاق، دون اشتراط الفور إلا أن ينويه، وإذا لم يحصل لم يقع، سواء في ذلك أن يكون الشرط المعلق عليه من فعل الحالف أو المحلوف عليها، أو غيرهما، أو لم يكن من فعل أحد، هذا إذا حصل الفعل المعلق عليه طائعا ذاكرا التعليق، فإن حصل منه الفعل المعلق عليه ناسيا أو مكرها وقع الطلاق به أيضا عند الجمهور. وعند الشافعية فيه قولان أظهرهما: أنها لم تطلق (٤٧) .ثم ما دام لم يحصل المعلق عليه لم يمنع من قربان زوجته عند الجمهور، وقال مالك: يضرب له أجل المولي.وذهب المالكية (٤٨) إلى أنه إن علق طلاقه بأمر في زمن ماض ممتنع عقلا أو عادة أو شرعا حنث للحال، وإن علقه بأمر ماض واجب فعله عقلا أو شرعا أو عادة فلا حنث عليه. وإن علقه بأمر في زمن مستقبل، فإن كان محقق الوجود أو مظنون الوجود عقلا أو عادة أو شرعا لوجوبه نجز للحال، كما إذا قال: هي طالق إن لم أمس السماء، أو هي طالق إن قمت، أو إن صليت.وإن كان المعلق عليه مستحيلا، أو نادرا، أو مستبعدا عقلا أو عادة أو شرعا لحرمته، لم يحنث، كما لو قال: أنت طالق لو جمعت بين الضدين، أو إن لمست السماء، أو إن زنيت.
شروط صحة التعليق :
يشترط لوقوع الطلاق المعلق على شرط ما يلي:
٤٥ – ١ – أن يكون الشرط المعلق عليه معدوما عند الطلاق وعلى خطر الوجود في المستقبل، فإذا كان الشرط موجودا عند التعليق، كما إذا قال لها: أنت طالق إن كانأبوك معنا الآن، وهو معهما، فإنه طلاق صحيح منجز يقع للحال، وليس معلقا، أما أنه على خطر الوجود، فمعناه: أن يكون الشرط المعلق عليه ممكن الحصول في المستقبل، فإذا كان مستحيل الحصول لغا التعليق، ولم يقع به شيء، لا في الحال ولا في المستقبل، كما إذا قال لها: إن عاد أبوك حيا – وهو ميت – في الحياة الدنيا فأنت طالق، فإنه لغو. وهذا مذهب الحنفية، وذهب المالكية إلى وقوعه منجزا، وللحنابلة فيه قولان (٤٩) .
٤٦ – ٢ – أن يكون التعليق متصلا بالكلام، فإذا فصل عنه بسكوت، أو بكلام أجنبي، أو كلام غير مفيد، لغا التعليق ووقع الطلاق منجزا، كما لو قال لها: أنت طالق، وسكت برهة، ثم قال: إن دخلت دار فلان، أو قال لها: أنت طالق، ثم قال لها: أعطني ماء، ثم قال: إن لم تدخلي دار فلان. إلا أنه يغتفر الفاصل الضروري، كما إذا قال لها: أنت طالق، ثم تنفس لضرورة، ثم قال: إن دخلت دار فلان، فإنه معلق، ولا يقع إلا بدخولها الدار المحلوف عليها، وكذلك: إساغة اللقمة، أو كلمة مفيدة، كأن يقول لها: أنت طالق بائنا إن دخلت دار فلان، فإنه معلق ويقع به بائنا عند الدخول، فإن قال لها: أنت طالق رجعيا إن دخلت دار فلان، لغا التعليق ووقع الرجعي منجزا؛ لأن كلمة ” رجعيا ” لم تفد شيئا، فكانت قاطعا للتعليق، بخلاف كلمة ” بائن ” فإنها أفادت، فلم تكن قاطعا، وهذا المثال وفق مذهب الحنفية الذين يوقعون بكلمة ” بائن ” طلاقا بائنا (٥٠) .
٤٦ – ٣ – أن لا يقصد به المجازاة، فإذا قصد به المجازاة، وقع منجزا ولم يتعلق بالشرط، كما إذا قالت له: يا خسيس، فقال لها: إن كنت كذلك فأنت طالق، يريد معاقبتها، لا تعليق الطلاق على تحقق الخساسة فيه، فإنه يقع الطلاق هنا منجزا، سواء أكان خسيسا أم لا، فإن أراد التعليق لا المجازاة تعلق الطلاق، ويدين (٥١) .
٤٨ – ٤ – أن يذكر المشروط في التعليق، وهو المعلق عليه، فلو لم يذكر شيئا، كما إذا قال لها: أنت طالق إن، فإنه لغو في الراجح لدى الحنفية، وهو قول أبي يوسف، وقال محمد بن الحسن: تطلق للحال (٥٢)
٤٩ – ٥ – وجود رابط، وهو أداة من أدوات الشرط، وقد تقدمت، إلا أن يفهم الشرط من المعنى، فإنه يتعلق بدون رابط، كما إذا قال لها: علي الطلاق سأذهب إلى فلان، فإنه تعليق صحيح مع عدم الرابط (٥٣) .
٥٠ – ٦ – قيام الزوجية بين الحالف والمحلوف عليها عند التعليق، حقيقة أو حكما، بأن تكون زوجته أو معتدته من رجعي أو بائن، فإذا لم تكن زوجته عند التعليق، ولا معتدته، لغا التعليق ولم يقع عليها به شيء، كما إذا قال لأجنبية عنه: أنت طالق إن دخلت دار فلان، فإنه لغو، إلا أن تكون زوجة لغيره، فإنه يتوقف التعليق عندها على إجازة زوجها؛ لأنه فضولي، فإن أجازه الزوج صح التعليق، ثم إن دخلت بعد الإجازة وقع الطلاق عليها، وإلا فلا.هذا مالم يعلق الطلاق على نكاحها، فإن علقه عليه صح التعليق أيضا ولو لم تكن زوجته أو معتدته عند التعليق، كأن يقول لأجنبية عنه: إن تزوجتك فأنت طالق، ثم يتزوجها، فإنها تطلق بذلك، وكذلك قوله: كل امرأة أتزوجها فهي طالق، ثم يتزوج امرأة أجنبية، فإنها تطلق بذلك لصحة التعليق هنا، فإذا علق بغير نكاحها لم يصح التعليق، ويلغو الطلاق، كما إذا قال لأجنبية عنه: إن دخلت دار فلان فأنت طالق، ثم دخلتها قبل زواجها منه أو بعده، فإنها لا تطلق. وهذا كله لدى المالكية، وفي القول الراجح عند الحنفية، وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف.وقال محمد بن الحسن: لا يصح التعليق، ويلغو الطلاق. وقال الشافعية والحنابلة: لاينعقد الطلاق  هنا، كما لو علقه على غير الزواج. فإذا علقه بمقارنة النكاح لا عليه، لغا بالاتفاق، كأن يقول لأجنبية: أنت طالق مع نكاحك، فإنه لغو، وكذلك إذا علقه على انتهاء النكاح، كأن يقول لها: أنت طالق مع موتي، أو مع موتك، فإنه لغو أيضا لعدم الملك (٥٤ ) .
٥١ – ٧ – قيام الزوجية بين الحالف والمحلوف عليها عند حصول الشرط المعلق عليه حقيقة أو حكما، بأن تكون زوجة له أو معتدة من طلاق رجعي أو بائن، فإذا لم تكن كذلك عند وقوع الشرط لم يقع الطلاق به عليها، فإذا قال لزوجته: إن دخلت دار فلان فأنت طالق، فدخلتها وهي زوجته أو معتدتهطلقت، وإن دخلتها بعد أن طلقها وانقضت عدتها، لم تقع عليها الطلقة المعلقة، لعدم صلاحيتها لوقوع الطلاق عليها عندئذ (٥٥) .
٥٢ – ٨ – كون الزوج أهلا لإيقاع الطلاق عند التعليق، بأن يكون بالغا عاقلا عند الجمهور، خلافا للحنابلة كما سبق، ولا يشترط كونه كذلك عند حصول الشرط المعلق عليه، فلو قال لها الزوج عاقلا: إن دخلت دار فلان فأنت طالق، ثم جن، ثم دخلت الدار المحلوف عليها، فإنها تطلق، وكذلك إذا دخلتها قبل جنونه، فإنها تطلق أيضا، بخلاف ما لو علق طلاقها وهو مجنون، فإنه لغو (٥٦) .
انحلال الطلاق المعلق على شرط
٥٣ – إذا علق الزوج الطلاق على شرط، فإنه ينحل بحصول الشرط المعلق عليه مرة واحدة، مع وقوع  الطلاق به على الزوجة في هذه المرة، فإذا عادت إليه ثانية في العدة أو بعدها، لم تقع عليها به طلقة أخرى لانحلاله، هذا ما لم يكن التعليق بلفظ (كلما) ، وإلا وقع عليهابه ثانية وثالثة؛ لأن كلما تفيد التكرار دون غيرها.وعلى ذلك فلو قال لزوجته: أنت طالق ثلاثا إن دخلت دار فلان، ثم طلقها منجزا واحدة قبل دخول الدار، ثم مضت عدتها، ثم دخلت الدار المحلوف عليها، ثم عادت إليه بزوجية أخرى، جاز، فإذا دخلت الدار المحلوف عليها بعد ذلك لم يضرها، ولم يقع عليها بذلك شيء،لانحلال  الطلاق المعلق بالدخول الأول بعد العدة، فإذا علق طلاقها الثلاث على دخول الدار، ثم نجز طلاقها مرة واحدة، وانقضت عدتها دون أن تدخل الدار المحلوف عليها، ثم عادت إليه بعقد جديد، ثم دخلتها، وقع الثلاث عليها، لعدم انحلال اليمين المعلقة، بخلاف ما لو دخلتها بعد عدتها، فإنها تنحل بذلك. وكذلك تنحل اليمين المعلقة على شرط بزوال الحل بالكلية، كما إذا علق طلاقها الثلاث على دخول الدار، ثم طلقها ثلاثا منجزة، ثم تزوجها بعد التحليل، ثم دخلت الدار ولم تكن دخلتها من قبل، فإنها لا تطلق هنا لانحلال اليمين المعلقة بزوال الحل بالكلية، وذلك بوقوع الثلاث عليها، على خلاف وقوع ما دون الثلاث، فإنه لا يزيل الحل، فلا تنحل به اليمين المعلقة إلا بحصول الشرط فعلا مرة.وهذا مذهب الحنفية والمالكية، وللشافعية فيه أقوال ثلاثة: الأول: يقع مطلقا، والثاني: لا يقع مطلقا، والثالث: يقع بما دون الثلاث، ولا يقع بعد الثلاث، وذهب الحنابلة إلى وقوعه في الكل.
كما تنحل اليمين المعلقة على شرط بردة الحالف مع لحاقه بدار الحرب، فلو طلقها معلقا، ثم ارتد ولحق بدار الحرب، ثم عاد إلى الإسلام، وعاد إليها، ثم فعلت المعلق عليه، فإنها لا تطلق بذلك، لانحلال اليمين المعلقة بردته، وهذا قول الإمام أبي حنيفة، وخالفه الصاحبان: أبو يوسف ومحمد، وقالا: لا ينحل التعليق بالردة مطلقا.وتنحل اليمين المعلقة على شرط أيضا بفوت محل البر، فإذا قال لها: أنت طالق إن دخلت دار فلان، ثم خربت الدار، أو إن كلمت زيدا فمات زيد، انحلت اليمين المعلقة، حتى لو أن الدار الخربة بنيت ثانية فإن اليمين المعلقة لا تعود، لأنها غير الدار المحلوف عليها (٥٦)تعليق الطلاق على شرطين:
٥٤ – إذا علق طلاقها على شرطين أو أكثر وقع الطلاق عليها بحصول المعلق عليه كله في النكاح، وكذلك بوقوع الثاني أو الأخير فقط في النكاح، وعلى هذا فإن حصل الشرط الأول في النكاح، والشرط الثاني بعده، كما إذا قال لها: إن جاء زيد وعمرو فأنت طالق، فجاء زيد، ثم طلقها منجزا واحدة، ثم جاء عمرو بعد انقضاء عدتها، لم تطلق ثانية بمجيئه. فإن طلقها منجزا واحدة إثر تعليقه، ثم جاء الأول زيد بعد انقضاء العدة، ثم تزوجها فجاء عمرو وهي زوجته، وقع عليها المعلق، فكانتا اثنتين، نص على ذلك الحنفية (٥٧) .
الاستثناء في الطلاق
تعريفه وحكمه
٥٥ – الاستثناء في اللغة: هو الإخراج بإلا أو بإحدى أخواتها، بعضا مما يوجبه عموم سابق، تحقيقا أو تقديرا، والأول هو المتصل، والثاني هو المنقطع، والأول هو المراد هنا دون الثاني لدى الفقهاء، ويضاف إلى الأول الاستثناء الشرعي، وهو التعليق على مشيئة الله تعالى (٥٨) ، أخذا من قوله سبحانه:{إذ أقسموا ليصرمنها مصبحين ولا يستثنون} (٥٩) . والاستثناء الشرعي – وهو التعليق على مشيئة الله تعالى – مبطل للطلاق، (أي لا يقع به الطلاق) لدى الحنفية والشافعية إذا استوفى شروطه للشك فيما يشاؤه سبحانه، وخالف الحنابلة والمالكية، وقالوا: لا يبطل الطلاق به – أي يقع به الطلاق  (٦٠) . أما الاستثناء اللغوي بإلا وأخواتها فمؤثر وملغ للطلاق بحسبه إذا استوفى شروطه، وعلى ذلك لو قال لزوجته: أنت طالق ثلاثا إلا واحدة، طلقت اثنتين فقط، ولو قال: أنت طالق ثلاثا إلا اثنتين طلقت واحدة فقط، فإن قال: أنت طالق ثلاثا إلا ثلاثا، وقع الثلاث؛ لأنه إلغاء، وليس استثناء، والإلغاء باطل هنا.
شروطه
يشترط لصحة الاستثناء من الطلاق، سواء أكان استثناء لغويا أم تعليقا على مشيئة الله تعالى، شروط هي (٦١)
٥٦ – ١ – اتصاله بالكلام السابق عليه، أي اتصال المستثنى بالمستثنى منه، بحيث يعدان كلاما واحدا عرفا، فإن فصل بينهما بكلام أو سكوت لغا الاستثناء، وثبت حكم الطلاق، فإذا قال لها: أنت طالق، ثم قال: إن شاء الله تعالى منفصلا، طلقت، أو قال: أنت طالق اثنتين، ثم سكت، ثم قال: إلا واحدة وقع اثنتان، ولغا الاستثناء، وكذلك إذا قال لها: أنت طالق ثلاثا، ثم سألها عن أمر، ثم قال: إلا اثنتين، فإنها تطلق ثلاثا، لإلغاء الاستثناء بالكلام الفاصل.إلا أنه يعفى هنا عن الفاصل القصير الضروري، كالسكوت للتنفس أو إساغة اللقمة، كما يعفى عن الكلام المفيد المتعلق بالمستثنى منه، كأن يقول لها: أنت طالق ثلاثا يا زانية إلا اثنتين، فإنها تطلق بواحدة، لأن لفظة (زانية) بيان لسبب الطلاق، وكذلك قوله لها: أنت طالق ثلاثا بائنا إلا اثنتين عند الحنفية، فإنه يقع به واحدة بائنة عندهم، بخلاف: أنت طالق ثنتين رجعيتين إلا واحدة، فإنه يقع به اثنتان رجعيتان، ويلغو الاستثناء لعدم إفادة هذا الفاصل.
٥٧ – ٢ – نية الحالف الاستثناء قبل الفراغ من التلفظ في الطلاق عند المالكية والشافعيةفي الأصح، فإن نواه بعده لم يصح ويقع الطلاق  بدونه، وفي قول ثان للشافعية إن نواه بعده جاز، وقال الحنفية: يصح بغير نية مطلقا، ولم أر من نص على ذلك من الحنابلة، ولعلهم مع الحنفية في ذلك.
٥٨ – ٣ – أن يكون الاستثناء بصوت مسموع لنفسه على الأقل، فلو كان دون ذلك لم يصح الاستثناء، لأنه مجرد نية، وهي غير كافية لصحته بالاتفاق.
٥٩ – ٤ – عدم استغراق المستثنى للمستثنى منه، فإذا قال: أنت طالق ثلاثا إلا ثلاثا لم يصح؛ لأنه رجوع وإلغاء، وليس استثناء. وهل يجوز استثناء الأكثر؟ نص الجمهور على صحته، ونص الحنابلة على عدم صحته (٦٢) . إلا أنه إن قال: طالق ثلاثا إن شاء الله تعالى قاصدا الاستثناء متصلا لغا طلاقه عند الجمهور، خلافا للحنابلة لما تقدم.وهل يجب تقديم المستثنى منه على المستثنى؟ نص الشافعية والحنفية على عدم شرطية ذلك، وسووا بين أن يقدم المستثنى أو المستثنى منه، فلو قال: أنت طالق ثلاثا إلا واحدة وقع ثنتان، وإذا قال: أنت إلا واحدةطالق ثلاثا وقع ثنتان أيضا، وإذا قال: أنت طالق إن شاء الله تعالى، صح الاستثناء أو قال: إن شاء الله تعالى فأنت طالق فكذلك ما دام أدخل الفاء على (أنت) فإن لم يدخلها فقولان، المفتى به منهما: عدم الوقوع (٦٣) . وهل يجب التلفظ بالمستثنى والمستثنى منه؟ نص الحنفية على عدم اشتراط ذلك، وعلى هذا إذا قال لزوجته: أنت طالق ثلاثا، ثم كتب متصلا: إلا واحدة، وقع اثنتان، ولو كتب: أنت طالق ثلاثا، ثم قال متصلا: إلا واحدة وقع اثنتان أيضا. فإن كتبهما معا، ثم أزال الاستثناء وقع اثنتان فقط، ولا قيمة لإزالة الاستثناء بعد كتابته؛ لأنه رجوع عنه، والرجوع هنا غير صحيح (٦٤)
٦٠ – ٥ – أن لا يكون المستثنى جزء طلقة، فإن استثنى جزء طلقة لم يصح الاستثناء، وعلى ذلك إذا قال لزوجته: أنت طالق ثلاثا إلا نصف طلقة طلقت ثلاثا، ولو قال لها: أنت طالق اثنتين إلا ثلثي طلقة، طلقت اثنتين أيضا لدى الجمهور، وهو الصحيح لدى الشافعية، والثاني: يصح الاستثناء، ويستثنى بجزء الطلقة طلقة كاملة (٦٥)وهل يكون الاستثناء من المستثنى منه الملفوظ دون المملوك؟ ذكر الحنفية ذلك، وذكر الشافعية قولين، الأصح منهما: أن الاستثناء من الملفوظ كالحنفية. والثاني: أنه يعتبر من المملوك، وعلى ذلك فلو قال لزوجته: أنت طالق خمسا إلا ثلاثا طلقت اثنتين عند الحنفية والأصح من قولي الشافعية، وفي قول الشافعية الثاني طلقت ثلاثا؛ لأنه يملك عليها ثلاثا، فلما استثنى منه ثلاثا كان رجوعا فلغا. وكذلك إذا قال لها: أنت طالق عشرا إلا تسعا، فإنها تطلق بواحدة على القول الأول، وبثلاث على القول الثاني.وللمالكية في ذلك قولان. الراجح منهما اعتبار الملفوظ فيستثنى منه، ومقابل الراجح اعتبار المملوك، فلو قال لها: أنت طالق خمسا إلا اثنتين، فعلى الراجح يلزمه ثلاث، وعلى المرجوح يلزمه واحدة. (٦٧)


(١) ابن عابدين ٣ / ٢٤٣ – ٢٩٦، والدسوقي ٢ / ٣٧٨، ومغني المحتاج ٣ / ٢٨٠، والمغني ٧ / ٣١٨ – ٣١٩.
(٢) المغني ٧ / ٣٢٩.
(٣) الدسوقي ٢ / ٣٧٩.
(٤) ابن عابدين ٣ / ٢٤٧ – ٢٤٨، والدسوقي ٢ / ٣٧٨، المغني ٧ / ٣٢٢، ٣٢٦، ومغني المحتاج ٣ / ٢٨٠.
(٥) مغني المحتاج ٣ / ٢٨٠، والمغني ٧ / ٣١٨ – ٣١٢، ونيل المآرب ٢ / ٢٣٧.
(٦) ابن عابدين 3 / 249 ط. عيسى الحلبي.
(٧) ابن عابدين ٣ / ٢٤٨، والحطاب ٤ / ٤٤، ومغني المحتاج ٣ / ٢٨٠، والمغني ٧ / ١٢٤، ٢٣٨.
(٨) المغني ٧ / ٤٥٤، ومغني المحتاج ٣ / 
(٩) الآية / ٢٣٠ من سورة البقرة.
(١٠) الاختيار ٣ / ١٣٢.
(١١) ابن عابدين ٣ / ٢٥٠، ٣ / ٢٧٨ – ٢٨١.
(١٢) ابن عابدين ٣ / ٢٩٣، والدسوقي ٢ / ٣٨٥، ومغني المحتاج ٣ / ٣٩٦، والمغني ٧ / ٤١٧.
(١٣) الآية / ٢٣٠ من سورة البقرة.
(١٤) الآية / ٢٢٩ من سورة البقرة.
(١٥) لآية ٢٣٠ من سورة البقرة.
(١٦) المغني ٧ / ٤١٨، والدسوقي ٢ / ٣٨٥.
(١٧) الدر المختار ٣ / ٢٨٨.
(١٨) مغني المحتاج ٣ / ٢٩٧.
(١٩) ابن عابدين ٣ / ٢٩٣.
(٢٠) مغني المحتاج ٣ / ٢٩٦.
(٢١) المغني ٧ / ٤١٧.
(٢٢) الشرح الكبير ٢ / ٣٨٥.
(٢٣) مغني المحتاج ٣ / ٢٩٤.
(٢٤) الدر المختار ٣ / ٣٠٩ – ٢١٠.
(٢٥) المغني ٧ / ٤١٨.
(٢٦) الدر المختار ابن عابدين عليه ٣ / ٢٧٤ – ٢٧٧.
(٢٧) مغني المحتاج ٣ / ٢٩٤ و ٣٢٦.
(٢٨) المغني ٧ / ٣٢٤.
(٢٩) المغني ٧ / ٣٢٥، والدسوقي ٢ / ٣٦٤.
(٣٠) الدسوقي ٢ / ٣٦٤، ومغني المحتاج ٣ / ٣٢٦، والمغني ٧ / ٤٢٠ – ٤١٢.
(٣١) الدر المختار وابن عابدين عليه ٣ / ٢٣٠ – ٢٣٤.
(٣٢) المغني ٧ / ٣٠١، ومغني المحتاج ٣ / ٣١١ – ٣١٢، والدسوقي ٢ / ٣٦١ وما بعدها.
(٣٣) الآية ١ من سورة الطلاق.
(٣٤) المغني ٧ / ٢٩٨.
(٤٥) حديث: ” مرة فليراجعها. . . ” تقدم فـ ٩.
(٣٦) المغني ٧ / ٢٩٨. وأثر عبد الله بن مسعود: طلاق السنة تطليقة، أخرجه النسائي (٧ / ١٤٠) .
(٣٧) ابن عابدين ٣ / ٢٣٣.
(٣٨) الدسوقي ٢ / ٣٦١ – ٣٦٢.
(٣٩) حديث: ” أن ابن عمر كان إذا سئل عن الرجل يطلق امرأته. . “. أخرجه مسلم (٢ / ١٠٩٤) .
(٤٠) الدر المختار ٣ / ٢٦٥ – ٢٦٨، ومغني المحتاج ٣ / ٣١٤، والمغني ٧ / ٣٦٣ – ٣٦٤.
(٤١) الشرح الكبير وحاشية الدسوقي عليه ٢ / ٣٩٠.
(٤٢) المغني ٧ / ٣٦٣ – ٣٦٤.
(٤٣) مغني المحتاج ٤ / ٣١٥.
(٤٤) الدر المختار ٣ / ٣٤١ ط. الحلبي.
(٤٥) الدر المختار ٣ / ٣٤١، والمغني ٧ / ٣٦٩.
(٤٦) ابن عابدين ٣ / ٣٥٠ – ٣٥٢.
(٤٧) مغني المحتاج ٣ / ٣١٦ و ٣٢٦، والمغني ٧ / ٣٧٩.
(٤٨) الشرح الكبير والدسوقي عليه ٢ / ٣٨٩ – ٣٩٧.
(٤٩) الدر المختار ٣ / ٣٤١ – ٣٤٨، والشرح الكبير ٢ / ٣٧٠، ومغني المحتاج ٣ / ٢٩٢.
(٥٠) الدر المختار ٣ / ٣٦٦ – ٣٦٧، والمغني ٧ / ٢٤٠ و ٢٩٤ ومغني المحتاج ٣ / ٣٣٤.
(٥١) الدر المختار ٣ / ٣٤٣، ومغني المحتاج ٣ / ٣٣٤.
(٥٢) الدر المختار ٣ / ٣٤٤.
(٥٣) الدر المختار ٣ / ٣٤٤.
(٥٤) الدر المختار ٣ / ٣٤٤، والدسوقي ٣ / ٣٧٠ – ٣٧٦، والخرشي ٤ / ٣٢ ومغني المحتاج ٣ / ٣٩٢
(٥٥) مغني المحتاج ٣ / ٢٩٢، والدسوقي ٣ / ٣٧٠ – ٣٧٦، والدر المختار ٣ / ٣٤٥.
(٥٦) الدسوقي ٣ / ٣٦٥، ومغني المحتاج ٣ / ٢٧٩، والدر المختار ٣ / ٣٤٨.
(٥٧) المغني ٧ / ٢٩٤ – ٢٩٦، مغني المحتاج ٣ / ٢٩٣، والدسوقي ٢ / ٣٧٥ – ٣٧٦، والدر المختار ٣ / ٣٥٢ – ٣٥٣.
(٥٨) الدر المختار ٣ / ٣٦٣ – ٣٦٤.
(٥٩) مغني المحتاج ٣ / ٣٠٠.
(٦٠) الآية ١٧ – ١٨ من سورة القلم.
(٦١) المغني ٧ / ٤٠٢ – ٤٠٣، والقوانين الفقهية ص ٢٤٢، ومغني المحتاج ٣ / ٣٠٢، والدر المختار ٣ / ٣٦٦ – ٣٦٨.
(٦٢) الدر المختار ٣ / ٣٦٦ – ٣٧٠، ومغني المحتاج ٣ / ٣٠٠ – ٣٠٣، والشرح الكبير ٢ / ٣٨٨.
(٦٣) المغني ٧ / ٣٥٤.
(٦٤) مغني المحتاج ٣ / ٣٠٠، والدر المختار ٣ / ٣٧٢.
(٦٥) الدر المختار ٣ / ٣٧٣ – ٣٧٧.
(٦٦) الدر المختار ٣ / ٣٧٦، ومغني المحتاج ٣ /

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *