
HUKUM MEMANDIKAN MAYIT LAIN JENIS NON MAHRAM
Assalamualaikum warahmatullah
Deskripsi masalah.Waqiiyah
Sail Moh. Halifiy Waru.
Saya pernah menghadiri (Takziyah) kerumah orang yang terkena musibah ( kematian) Ketika pelaksanaan Tajhizul mayit Yakni yang menadikan orang laki-laki sedangkan yang meninggal orang perempuan ( yang dimandikan perempuan), saya tanya kepada orang-orang yang menyaksikan acara jathizul jenazah (memandikan mayit) tersebut, kok orang laki-laki yang memandikan, kan yang perempuan yang meninggal ? Jawabannya mereka karena perempuan karena tidak biasa, bahkan ibu nyainya bilang seperti itu juga. Kemudian setelah dimandikan lalu mayitnya diudhu’in dan dibungkus dan disholati sedangkan ketika akan dikuburkan yang menerima/nampanen;red dikuburan itu orang laki-laki juga, nah ketika membuka tali kafan itu kan pasti pipinya mayit itu tersentuh oleh orang yang membukanya.
Pertanyaannya.
1-Bagaimana hukumnya orang laki-laki yang bukan mahronya memandikan mayit perempuan menurut syariat?
2- Apakah tidak batal wudu’nya mayit ketika disentuh orang yang bukan mahromnya?
Waalaikum salam.
JAWABAN : No.1
Wa’alaikumsalam.
Seorang laki-laki lain (bukan mahram) memandikan wanita lain (bukan mahram) atau sebaliknya, meskipun mandinya telah mencukupi ( sah) namun pelakunya berdosa. Artinya kewajiban adusnya mayit sah namun berdosa bagi yang memandikannya.
أن الميت لا ينتقض طهره بذلك أنه لو تعدى الاجنبي بتغسيل الاجنبية أو بالعكس أجزأ الغسل وإن أثم الغاسل اه وتقدم عن ع ش الجزم بذلك.
Sesungguhnya mayit tidak menjadikan batal kesuciannya sebab persentuhan kulit antar lawan jenis, sungguh pun bila seorang laki-laki lain (bukan mahram)yang memandikan wanita lain (bukan mahram) atau sebaliknya mandinya pun telah tercukupi meskipun yang memandikan berdosa. [ Hawaasyi as-Syarwaani III/109 ].
Bila dalam kondisi terpaksa saat laki-laki lain tidak dijumpai yang memandikan kecuali wanita lain atau sebaliknya , maka terdapat tiga pendapat ulama dalam rangka melestarikan kewajiban tajhizul jenazah :
- Yang paling shahih menurut mayoritas ulama ditayammumi dan tidak dimandikan jasad mayat tersebut.
- Dimandikan dengan memakai pakaian yang menutupi aurat mayat, yang memandikan ditangannya disarungi kain dan sedapat mungkin dengan memejamkan penglihatannya.
- Tidak dimandikan dan tidak ditayammumi tapi mayitnya langsung dikubur , namun pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang sangat dhaif/lemah bahkan batal. Maka solusinya jika tidak ada solusi yang no1 dan no.2 maka suaminya memandikan / memtayammuminya, jika istrinya yang meninggal atau istrinya yang memandikan/mentayammuminya, jika suaminya yang meninggal.
Referensi: [ Al-Muhadzdzab V/141 ].
إذا مات رجل وليس هناك الا امرأة اجنبية أو امرأة وليس هناك الا رجل اجنبي ففيه ثلاثة اوجه (اصحها) عند الجمهور ييمم ولا يغسل وبهذا قطع المصلح في التنبيه والمحاملى في المقنع والبغوى في شرح السنة وغيرهم وصححه الرواياتي والرفعي وآخرون ونقله الشيخ أبو حامد والمحاملي والبندنيجي وصاحب العدة وآخرون عن اكثر اصحابنا اصحاب الوجوه ونقله الدارمي عن نص الشافعي واختاره ابن المنذر لانه تعذر غسله شرعا بسبب اللمس والنظر فييمم كما لو تعذرحسا (والثاني) يجب غسله من فوق ثوب ويلف الغاسل علي يده خرقة ويغض طرفه ما امكنه فان اضطر الي النظر نظر قدر الضرورة صرح به البغوي والرافعي وغيرهماكما يجوز النظر الي عورتها للمداواة وبهذا قال القفال ونقله السرخسي عن أبى طاهر الزيادي من اصحابنا ونقله صاحب الحاوى عن نص الشافعي وصححه صاحب الحاوى والدارمى وامام الحرمين والغزالي لان الغسل واجب وهو ممكن بما ذكرناه فلا يترك (والثالث) لا يغسل ولا ييمم بل يدفن بحاله حكاه صاحب البيان وغيره وهو ضعيف جدا بل باطل
( نهاية الزين ١٥١ )
و يجوز للرجل غسل حليلته من زوجة و امة و لو كتابية، و يجوز للمراة غسل زوجها و يجوز لكل منهما النظر و المس للاخر بدون شهوة و لو لما بين السرة و الركبة، و لابد من اتحاد الجنس في الغاسل و الميت الا فى الحليل و المحرم، فاذا لم يوجد الا اجنبي فى الميت المراة او اجنبية فى الميت الرجل يمم
Boleh seorang laki-laki memandikan orang yang halal baginya, yakni istri dan budak perempuannya. Begitu juga sebaliknya seorang istri boleh memandikan suaminya.Baik istri atau suami tatkala memandikan boleh melihat dan menyentuh dengan catatan tanpa syahwat meski bagian yang disetuh dan dilihat itu adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut.Dalam memandikan mayit, wajib menyamakan jenis kelaminnya,misalnya mayit laki-laki maka yang memandikan adalah laki-laki, begitu sebaliknya kecuali orang yang telah dihalalkan dan para mahramnya.
Tatkala tidak dijumpai seorangpun kecuali ajnabiy atau orang lain yang bukan mahramnya,maka mayit hendaknya ditayamumkan.
ﺟﺎء ﻓﻰ ﻛﺘﺎﺏ ” اﻟﻔﻘﻪ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺬاﻫﺐ اﻷﺭﺑﻌﺔ ” ﻗﺎﻝ اﻟﻤﺎﻟﻜﻴﺔ: ﺇﺫا ﻣﺎﺗﺖ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﻟﻴﺲ ﻣﻌﻬﺎ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻭﻻ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ اﻟﻨﺴﺎء، ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﻬﺎ ﻣﺤﺮﻡ ﻟﻬﺎ ﻏﺴﻠﻬﺎ ﻭﺟﻮﺑﺎ، ﻭﻟﻒ ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻳﻪ ﺧﺮﻗﺔ ﻏﻠﻴﻈﺔ ﻣﻊ ﺳﺘﺎﺭﺓ ﺑﻴﻨﻪ ﻭﺑﻴﻨﻬﺎ، ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﻣﺤﺮﻡ ﻳﻤﻤﻬﺎ ﻭاﺣﺪ ﻟﻜﻮﻋﻴﻬﺎ ﻓﻘﻂ.
ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺤﻨﻔﻴﺔ: ﺇﺫا ﻣﺎﺗﺖ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﻟﻢ ﺗﻜﻦ ﻫﻨﺎﻙ ﻧﺴﺎء ﻳﻤﻤﻬﺎ اﻟﻤﺤﺮﻡ. ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺮﻓﻖ، ﻭﻳﻤﻤﻬﺎ اﻷﺟﻨﺒﻰ ﻣﻊ ﻭﺿﻊ ﺧﺮﻗﺔ ﻋﻠﻰ ﻳﺪﻩ ﻭﻏﺾ ﺑﺼﺮﻩ
ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ: ﺇﺫا ﻣﺎﺗﺖ ﺑﻴﻦ ﺭﺟﺎﻝ ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﻢ ﺯﻭﺝ ﻭﻻ ﻣﺤﺮﻡ ﻳﻤﻤﻬﺎ اﻷﺟﻨﺒﻰ ﺇﻟﻰ اﻟﻤﺮﻓﻘﻴﻦ، ﻣﻊ ﻏﺾ اﻟﺒﺼﺮ ﻭﻋﺪﻡ اﻟﻠﻤﺲ
ﻭﻗﺎﻝ اﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ: ﺇﺫا ﻣﺎﺗﺖ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﻭﻟﻢ ﻳﻮﺟﺪ ﺯﻭﺝ ﻳﻤﻤﻬﺎ اﻟﻤﺤﺮﻡ، ﻭﺇﻻ ﻳﻤﻤﻬﺎ اﻷﺟﻨﺒﻰ ﺑﺤﺎﺋﻞ
JAWABAN .No.2
Wudhu’nya mayit tidak batal walaupun disentuh orang yang lain jenis atau bukan mahromnya, Tetapi yang hidup jika ia punya wudhu’.
ألإقناع الجزء الأول ص ٥٧
الرابع من نواقض الوضوء لمس الرجل ببشرته (المرأة الأجنبية) أى بشرتها…..الخ..
إذ اللمس لايختص بالجماع قال الله تعالى فلمسوه بأيديهم، وقال صلى الله عليه وسلم لعلك لمست ولا فرق فى ذلك بين أن يكون بشهوة إكراه أونسيان أو يكون الرجل ممسوحا أو خصيا أو عنينا أو المرأة عجوزا شوهاء أوكافرة بتمجس أوغيره أوحرة أورقيقة أو أحدهما ميتا لكن لاينقض وضوء الميت واللمس الجس باليد.
” Batalnya wudhu’ yang ke empat adalah menyentuhnya kulit seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya.
Karena menyentuh itu tidak haruskan dengan jima’. Allah swt. berfirman ” Maka mereka menyentuhnya dengan tangan mereka”
Dan Rasulullah saw. bersabda “Mudah-mudahan kamu telah menyentuh, tiada perbedaan sentuhan itu dengan syahwat, dipakasa, ataupun lupa, atau ada seorang lelaki di usap dengan gembira ataupun membantu atau orang perempuan yang lemah/ tua pikun atau perempuan kafir majusi atau yang lainnya seperti orang yang merdeka atau budak atau salah satu kedua mati, maka tidaklah batal wudhu’nya orang yang mati dan menyentuh dengan rabaan tangan.
مرقاة صعود التصديق فى شرخ سلم التوفيق ص ٢١
وينتقض وضوء اللامس والملموس لاشتراكهما فى لذة اللمس كالمشتركين فى لذة الجماع ولاينتقص وضوء الميت.
“Dan batal wudhu’nya orang yang menyentuh dan yang di sentuh kerena keduanya dapat merasakan kenikmatan bersama, sebagaimana nikmatnya orang yang bersetubuh, dan tidak batal wudhu’ mayit yang disentuh.
والله تعالى أعلم.
Yang batal yang hidup kalau wudhunya yang mati tidak batal [baca Kitab Tausyeh, hal. 22], SEANDAINYA DIJIMA’ pun, mayat tersebut tidak perlu dimandikan lagi, yang harus mandi atau batal wudhunya adalah yang menyentuh / menyetubuhinya [lihat Kasyifatus Saja halaman 22], yang batal wudhunya non mahrom yang memegang mayatnya sedang wudhunya si mayat tidak menjadi BATAL.
(و) رابعها (تلاقى بشرتى ذكر وأنثى) ولو بلا شهوة وإن كان أحدهما مكرها أو ميتا لكن لا ينقض وضوء الميت
Nomor empat dari hal yang dapat membatalkan wudhu adalah pertemuan dua kulit orang laki-laki dan wanita meskipun tanpa disertai syahwat dan meskipun salah satu dari keduanya dipaksa atau sudah meninggal, hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Hamisy I’anah at-Thoolibiin I/64 ].
ولا فرق في ذلك بين أن يكون بشهوة أو إكراها أو نسيان، أو يكون الرجل ممسوحا أو خصيا أو عنينا، أو المرأة عجوزا شوهاء، أو كافرة بتمجس أو غيره، أو حرة أو رقيقة، أو أحدهما ميتا، لكن لا ينتقض وضوء الميت. والله أعلم بالصواب