APAKAH KIYAI/GURU NGAJI MASUK KATEGORI 8 GOLONGAN ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT…?

Assalamualaikum

Mohon pencerahan kyai rincian mustahiq zakat versi imam syafie …lalu bagaimana kedudukan guru ngaji yg menerima zakat apakah masuk fisabilillah atau ambil zakat.

Waalaikum salam.

Sebelum Mujawwib menjawab perihal prsoaalan guru ngaji penting al-Faqir menjelaskan terlebih dahulu tentang kepedulian Al-Qur’an terhadap pendistribusian zakat yang mana didalamnya diantaranya QS. At-Taubah :60, memuat 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Dan jika perintah zakat datang dalam Al-Qur’an secara keseluruhan, seperti yang kita ketahui, maka itu berarti – khususnya – dengan menjelaskan pihak-pihak yang mengeluarkan zakat, dan dia tidak meninggalkannya untuk penguasa untuk membaginya. , menurut pendapatnya tentang keinginan kecil, otoriter, atau fanatisme ketidak tahuan. Dia juga tidak meninggalkannya untuk keserakahan orang-orang serakah yang tidak ragu-ragu untuk mengulurkan tangan mereka kepada apa yang bukan milik mereka, dan mereka yang memadati bahu mereka dari orang-orang yang butuh atau membutuhkan. Shalawat dan salam untuk mereka – untuk memberi mereka bau yang memuaskan ambisi mereka dan memuaskan kejahatan mereka. Jadi ketika Rasulullah ﷺ memaafkan mereka dan tidak memperhatikan mereka, mereka mengedipkan mata memfitnah, dan menghina Nabi yang mulia, dan diturunkanlah ayat-ayat Kitab, kemunafikan mereka, mengungkapkan kejahatan mereka, mengungkapkan ketidak adilan timbangan utilitarian pribadi mereka, dan menjelaskan Mustahik zakat, dimana zakat harus ditempatkan, dan itulah yang Maha Tinggi berfirman: ( Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat); jika mereka diberi bagian, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi bagian, tiba-tiba mereka marah.(At-Taubah:58)
Dan sekiranya mereka benar-benar ridlo dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Allah dan Rasul-Nya, dan berkata, “Cukuplah Allah bagi kami, Allah dan Rasul-Nya akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya kami orang-orang yang berharap kepada Allah.” .(At-Taubah:59)

Firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang di jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana

Dengan ayat-ayat ini, ambisi terputus, mustahik zakat menjadi jelas, dan semua orang tahu kepada orang yang berhak terhadap haknya. Abu Dawud meriwayatkan dari Ziyad bin Al-Harits Al-Sada’i yang berkata: Aku datang kepada Rasulullah ﷺ shallallahu alaihi wasallam dan aku berjanji setia kepadanya – dan dia menyebutkan sebuah hadits yang panjang. – Dan seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata: Beri aku sebagian dari sedekah. Maka bersabda kepadanya Rasulullah ﷺ : Sesungguhnya Allah tidak ridlo kepada Seorang Nabi atau selain Nabi pun dalam sedekah, sampai dia menghukuminya (memerintahnya,) lalu dia membaginya menjadi delapan bagian.Maka jika kamu berada dari bagian-bagian itu ,maka aku akan memberimu terhadap hakmu. (Dalam Tranmisinya /sanatnya Abdurrahman bin Ziyad bin An-Am al-Afriqiy dan sungguh telah berbicara selain satu orang didalamya( Ringkasan al-Mundziriy:2/230).

Rahasia kepedulian Al-Qur’an terhadap mustahik zakat: Ilmuwan ekonomi dan sosial telah memperingatkan bahwa yang penting bukanlah pengumpulan dana(harta) dan hasilnya (terkumpulkannya) . Dan Pemerintah mungkin berkemampuan dengan berbagai cara untuk memperoleh pajak langsung dan tidak langsung, dan ini mungkin dengan menjaga keadilan dan pemerataan, namun yang terpenting adalah: Kemana dana (harta) tersebut didistribusikan Setelah terkumpulkan? Di sini keseimbangan bisa dimiringkan, dan iseng-iseng dipermainkan, dan harta bisa diambil oleh yang tidak berhak, dan yang berhak bisa dirampas, maka tidak heran setelah itu Al-Qur’an peduli. masalah ini dan tidak meninggalkannya secara keseluruhan, karena meninggalkan banyak hal lain dari Zakat ke Sunnah untuk memperjelas dan merincinya. Maka dalam kesempatan ini Al-Faqir akan menjelasan secara rinci tentang delapan golongan orang-orang yang berhak menerima zakat,fersi Madzhab Syafi’iyah sebagaimana al-Faqir kutip dari kitab Kasyifatussaja dan kitab- kitab fiqih lainya sebagaimana berikut:.”

Referensi


كاشفة السجا فى شرح سفينة النجا.

وهم ثمانية أنواع الأول فقير وحده هو الذي لا مال له أصلاً ولا كسب كذلك حلالين والمراد بالكسب هنا هو طلب المعيشة أو له مال فقط حلال لا يسد من جوعته مسداً من كفاية العمر الغالب على المعتمد عند توزيعه عليه إن لم يتجر فيه بحيث لا يبلغ النصف كأن يحتاج إلى عشرة دراهم ولو وزع المال الذي عنده على العمر الغالب لخص كل يوم أربعة أو أقل بخلاف من قدر على نصف كافيه فإنه مسكين وأما إن اتجرفالعبرة بكل يوم أو له كسب فقط حلال لائق به لا يسد مسداً من كفايته كل يوم كمن يحتاج إلى عشرة ويكتسب كل يوم أربعة فأقل أو له كل منهما ولا يسد مجموعهما مسداً من كفايته

Mustahik zakat ada 8 (delapan) golongan, yaitu:

1) Fakir

Pengertian fakir adalah sebagai berikut; orang yang tidak memiliki harta halal dan pekerjaan halal sama sekali. Yang maksud dengan pekerjaan disini adalah pekerjaan mencari kehidupan ekonomi. Orang yang memiliki harta halal saja, tetapi hartanya tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan seumur hidup ketika hartanya dibelanjakan, yang mana ia tidak menggunakan hartanya itu untuk niaga atau berdagang, sekiranya hartanya itu tidak sampai memenuhi setengah dari kebutuhannya, misalnya, kebutuhan seharinya adalah 10 dirham, kemudian apabila ia kalkulasi hartanya untuk kebutuhannya seumur hidup, maka setiap harinya hanya mendapatkan 4 dirham atau kurang. Berbeda dengan orang yang hartanya sampai memenuhi setengah kebutuhannya per hari maka orang ini bukanlah disebut fakir, tetapi miskin. Adapun apabila ia memperdagangkan hartanya maka kalkulasi kebutuhannya adalah per hari, bukan dikalkulasi berdasarkan kebutuhan seumur hidup. orang yang hanya memiliki pekerjaan halal yang layak baginya, tetapi hasil pekerjaan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya per hari, misalnya; ia membutuhkan 10 dirham per hari, kemudian hasil pekerjaannya hanyalah 4 dirham atau kurang. orang yang memiliki harta dan pekerjaan yang halal, tetapi harta yang telah dikalkulasi untuk kebutuhan seumur hidup ditambah dengan hasil pekerjaannya per hari tidak mencapai setengah dari kebutuhan per hari maka ia juga disebut fakir.

Catatan.

Ukuran seumur hidup disesuaikan pada umumnya orang-orang hidup, menurut pendapat mu’tamad, yaitu 60 tahun. Akan tetapi, yang dimaksud adalah kecukupan kebutuhan sisa dari 60 tahun.

(قوله يعطى كفاية العمر الغالب) أي بقيته وهو ستون سنةكذا ذكر فى إعانة الطالبين

Misalnya; ada seseorang hanya memiliki harta sebesar Rp. 100.000.000. Ia telah berusia 40 tahun. Jadi sisa umur hidup menurut umumnya adalah 20 tahun, yaitu 60-40 tahun. Apabila kebutuhan per harinya adalah Rp. 50.000 maka;
1 tahun : 360 hari
20 tahun : 7.200 hari
100.000.000/7.200=13.889.
Jadi ia tergolong fakir, karena menurut kalkulasinya 13.889 kurang dari 25.000 (setengah dari 50.000).

Referensi:

.( . فقه العبادات – شافعى ج ١ ص ٦٥٥ – )

الفقير : هو من لا مال له أصلا ولا كسب من حلال أو له مال أو كسب دون أن يكفيه أي من ذلك بأن كان أقل من نصف الكفاية


Fakir adalah orang yang tidak punya harta atau pekerjaan sama sekali dari kerjaan halal,atau punya harta atau kerjaan tapi tidak mencukupi, gambarannya adalah hasilnya itu kurang dari 50% dari kebutuhan


Al-Bajury hlm. 282


ا
الفقير في الزكاة هو الذي لا مال له ولا كسب يقع موقعا من حاجته أي مطعما وملبسا ومسكنا وغيرها مما لا بد منه على ما يليق بحاله وحال ممونه لعمر الغالب


Fakir, yaitu : orang yang tidak punya harta atau punya harta apabila dibagi sisa dari umur Gholib (60 th) tidak mencapai 50% dari kebutuhan primer, atau orang yang tidak punya pekerjaan layak atau punya pekerjaan namun hasilnya tidak mencapai 50% dari kebutuhan se harihari.

2)- Miskin

والثاني مسكين وهو من قدر على مال أو كسب أو عليهما معاً يسد كل منهما أومجموعهما من جوعته مسداً من حيث يبلغ النصف فأكثر ولا يكفيه كمن يحتاج إلى عشرة ولا يملك أو لا يكتسب إلا خمسة أو تسعة ولا يكفيه إلا عشرة،

Pengertian miskin yaitu orang yang memiliki harta atau pekerjaan atau memiliki dua-duanya yang masing-masing dari harta dan pekerjaannya tersebut atau gabungan dari harta dan hasil pekerjaannya tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhannya, sekiranya sudah mencapai setengah kebutuhannya atau lebih, misalnya; ia memiliki kebutuhan 10 dirham, kemudian ia tidak memiliki harta, atau tidak dapat menghasilkan dari pekerjaannya kecuali hanya 5 dirham atau 9 dirham dan tidak sampai 10 dirham.

ويمنع فقر الشخص ومسكنته كفايته بنفقة الزوج أو القريب الذي يجب الإنفاق عليهكأب وجد لا نحو عم

Seseorang tidak masuk dalam kategori fakir atau miskin jika kebutuhannya telah terpenuhi karena nafkah dari suami atau kerabat, yaitu orang-orang yang wajib memberi nafkah kepadanya, seperti ayah, kakek, bukan paman.

وكذا اشتغاله بنوافل والكسب يمنعه منها فإنه يكون غنياً

Begitu juga seseorang tidak masuk dalam kategori fakir atau miskin jika ia disibukkan dengan aktivitas ibadah-ibadah sunah yang apabila ia bekerja maka pekerjaannya tersebut akan mencegahnya melakukan aktifitas tersebut, maka ia termasuk orang yang kaya.

ولا يمنع ذلك اشتغاله بعلم شرعي أو علم آلات، والكسب يمنعه لأنه فرض كفاية إذاكان زائداً عن علم الآلات وإلا فهو فرض عين كما بين ذلك شيخنا أحمد النحراوي

Seseorang masuk dalam kategori fakir atau miskin jika ia disibukkan dengan aktifitas mencari ilmu syariat atau ilmu alat (Nahwu, Shorof, dan lain-lain) yang apabila ia bekerja maka pekerjaan tersebut akan mencegahnya melakukan aktifitas tersebut, karena kesibukan tersebut hukumnya adalah fardhu kifayah jika ia memang tidak memerlukan ilmu alat, tetapi jika ia memerlukannya maka kesibukan tersebut hukumnya fardhu ain, seperti yang dijelaskan oleh Syaikhuna Ahmad Nahrowi.

ولا يمنع ذلك أيضاً مسكنه وخادمه وثياب وكتب له يحتاجها مال له غائب بمرحلتين أومؤجل فيعطى ما يكفيه إلى أن يصل ماله أو يحل الأجل لأنه الآن فقير أو مسكين

Rumah, pembantu, pakaian, dan buku-buku yang ia butuhkan tidak mencegah seseorang dari status fakir dan miskin, artinya, ia tergolong dari fakir atau miskin. Adapun harta yang seseorang miliki, tetapi tidak ada di tempat karena berada di tempat yang jauh sekiranya membutuhkan perjalanan 2 marhalah (±81km)5 atau karena masih dalam bentuk piutang, maka tidak mencegah statusnya dari kefakiran dan kemiskinan, oleh karena itu, ia diberi harta zakat sekiranya bisa memperoleh kembali harta yang tidak ditangannya itu atau agar piutangnya segera diterima, karena statusnya sekarang ia adalah sebagai orang fakir atau miskin.
Yang maksud 2 marhalah sama dengan 16 farsakh, yakni kurang lebih 81 km, sebagaimana disebutkan oleh Dr. Mustofa Daibul Bagho dalam Tadzhib Fi Adillah Matan al-Ghoyah Wa at-Taqrib. Ibarotnya adalah:

(قوله ستة عشر فرسخا) إلى أن قال وهى ستة عشر فرسخا وتساوى (٨١) كيلو مترا تقريبا


Referensi:

المسكين: وهو الذي له مال أو كسب يقع موقعا من كفايته ولا يكفيه، بأن يحصل فوق نصف ما يكفيه , مثاله: يحتاج في الشهر ٥۰۰ ريال ويحصل ٤۰۰ ريال .


Miskin adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan yang dapat mencukupi kebutuhannya, namun masih tidak mencukupi, gambarannya: berpenghasilan separuh dari kebutuhunnya, semisal dia butuh dalam sebulan 500 reyal sedangkan dia hanya dapat 400 riyal.


Al Fiqhul islam 3/1964:


والمسكين: هو من قدر على مال أو كسب حلال يساوي نصف ما يكفيه في العمر الغالب


Miskin, yaitu : orang yang punya pekerjaan, hasilnya tidak mencukupi kebutuhan primer, atau punya harta yang apabila dihitung untuk mencukupi kebutuhan pada sisa umur Gholib (60 th) hasilnya mencapai 50 % lebih dari kebutuhan se hari-hari.


Kriteria Faqir Miskin yang Mustahiq :

  1. Muslim
  2. Orang yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk bekerja, namun pendapatan nya dibawah kemampuan/ kecukupan.
  3. Orang yang sudah berusaha sekuat tenaga untuk bekerja, namun pendapatan nya dibawah kemampuan/ kecukupan
  4. Bukan Miskin karena malas kerja ( bukan Miskin yang tidak mau bekerja dan sebenarnya kuat kerja )
  5. Kyai/guru ngaji Miskin yang seluruh waktunya untuk mengajar ngaji,(Jika masih punya waktu luang banyak namun tidak mau kerja, maka bukan mustahiq zakat).

الفقه الإسلامى ج٣ ص ١٩٦٤

يعطى الفقير أو المسكين من الزكاة إذ ا كان قادراًعلى الكسب للحديث السابق عند أبي داود بإسناد صحيح: »لا حظ فيها لغني، ولا لقوي مكتسب ولو اشتغل بعلم والكسب يمنعه من اشتغاله بذلك، فهو فقير.

المجموع شرح المهذب ج 6 ص 22

وأما القوي المكتسب فال تحل له الزكاة والقوي المكتسب هو من كان صحيحاًفي بدنه ويجد عملا يكتسب منه ما يسد حاجته فهذا لا يعطى من الزكاة ألن الواجبعليه أن يعمل ويكسب ليكفي نفسه وعياله ولا يجوز أن يكون عاطالًا عن العمل باختياره ويمد يده بدنه ويجد عمالًا يكتسب منه ما يسد حاجته فهذا لا يعطى من الزكاة لان الواجب عليه أن يعمل ويكسب ليكفي نفسه وعياله ولا يجوز أن يكون عاطالًا عن العمل باختياره ويمد يده ليأخذ من أموال الزكاة وهذا مذهب جمهور أهل العلم


Dan adapun orang yang kuat /mampu untuk bekerja maka tidak halal baginya mengambil zakat. Sedangkan definisi orang yang kuat/mampu untuk
bekerja adalah : orang yang badannya sehat dan dia mendapatkan pekerjaaan yang dapat menutup keperluan dia sehari hari , maka orang seperti ini tidak diberi zakat karena yang wajib baginya adalah bekerja agar dapat mencukupi bagi dirinya dan keluarganya dan tidak boleh pula bagi dia bermalas malasan untuk tidak bekerja dan tidak boleh pula bagi dia meminta minta zakat. Dan ini adalah madzhab jumhur ahlul ilmi .

3) Amil

والثالث عامل كساع يعمل في أخذها من أرباب الأموال وكاتب يكتب ما أعطاه أربااوقاسم يقسمها على المستحقين وحاشر يجمع الملاك أو ذوي السهمان لا قاض ووالي

Yang dimaksud amil yaitu seperti;

✅orang yang bertugas mengambil harta zakat dari orang-orang yang membayar zakat,
✅orang yang menulis harta zakat yang diberikan oleh pemberi,
✅orang yang membagikan harta zakat kepada para mustahik,
✅Hasyir atau orang yang mengumpulkan para pengeluar zakat atau para mustahiknya, bukan qodhi dan wali.
Referensi:

موهبة ذى الفضل .ج ٤ ص ١٣٠

و( الصنف الخامس ) والعاملون عليها( ومنهم الساعي الذي يبعثه الإمام لأخذ الزكوات وبعثه واجب ( قوله والعاملون عليها ) أي الزكاة يعنى من نصبه الإمام فى أخذ العمالة من الزكوات

Bagian kelima adalah para amil, mereka antara lain adalah sa’i yang diutus penguasa untuk menarik zakat, dan pengangkatannya itu wajib.
Amil zakat adalah orang yang diangkat imam untuk menjadi pegawai penarik zakat

فقه على مذهب الأربعة. ج ١ص ٩٨٧

و”العامل على الزكاة” هو من له دخل في جميع الزكاة: كالساعي، والحافظ، والكاتب، وإنما يأخذ العامل منها إذا فرقها الإمام، ولم يكن له أجرة مقدرة من قبله

  • Amil zakat adalah orang yang mendapat gaji untuk semua hal terkait
  • Pengumpulan zakat seperti penarik, pemelihara, penulis. Amil zakat
  • Mengambil dari zakat apabila imam yang melakukan pembagian zakat dan tidak memberikan gaji yang ditentukan sebelumnya

4) – Muallaf

والرابع المؤلفة إن قسم الإمام وهم أربعة من أسلم ولكن ضعيف يقين وهو الإيمان أوقويه ولكن له شرف في قومه يتوقع بإعطائه إسلام غيره من الكفار أو من يكفينا شرمن يليه من الكفار ومن يكفينا شر مانعي الزكاة فهذان القسمان الأخيران إنما يعطيان إذا كان إعطاؤهما أهون علينا من تجهيز جيش نبعثه لكفار أومانعي الزكاة أما القسمان الأولان فلايشترط في إعطائهما ذلك

Muallaf dapat menerima zakat apabila imam memang memberikan jatah zakat untuknya. Muallaf dibagi menjadi 4 (empat), yaitu:

a).Orang yang telah masuk Islam tetapi masih memiliki keimanan yang lemah sekiranya kelemahan imannya ini masih dianggap sebagai iman.

b).Orang yang telah masuk Islam dan memiliki iman kuat tetapi ia memiliki kehormatan tinggi di kalangan kaumnya yang non muslim, yang mana dengan memberinya zakat akan diharapkan kaumnya yang non muslim itu akan masuk Islam

c).Orang yang telah masuk Islam yang keberadaannya dapat menjauhkan orang-orang muslim dari sikap buruk orang-orang non muslim yang ada di sekitarnya.

d).Orang yang telah masuk Islam yang keberadaannya dapat menjauhkan orang-orang muslim dari sikap buruk orang-orang yang enggan membayar zakat.
Bagian yang [c] dan [d] hanya diberi zakat apabila memberikan zakat kepada mereka itu lebih memudahkan bagi orang-orang muslim daripada menyusun pasukan yang dipersiapkan untuk memerangi orang-orang non muslim atau orang-orang yang enggan membayar zakat.
Adapun bagian [a] dan [b] maka tidak disyaratkan apakah memberikan zakat kepada mereka itu lebih memudahkan bagi orang-orang muslim dari pada menyusun pasukan yang dipersiapkan untuk memerangi orang-orang non muslim atau orang-orang yang enggan membayar zakat atau tidak.

5) – Budak

والخامس الرقاب وهم المكاتبون لأن غيرهم من الأرقاء لا يملكون ذلك إذا كانوا لغيرالمزكي ولو لنحو كافر وهاشمي ومطلبي فيعطون ما يعينهم على العتق إن لم يكن معهمما يفي بنجومهم ولو بغير إذن سيدهم، ويشترط كون الكتابة صحيحة بأن تستوفي شروطها وأركانها

Yang dimaksud dengan ‘budak’ dalam mustahik zakat adalah budak-budak mukatab karena selain mereka adalah budak-budak murni yang dicegah memiliki zakat. Budak-budak mukatab dapat menerima zakat ketika mereka dimiliki oleh tuan yang bukan orang yang berzakat, meskipun mereka adalah milik tuan yang kafir atau tuan yang berasal dari keturunan Hasyim dan Muthollib. Mereka diberi zakat dalam jumlah yang dapat membantu untuk merdeka apabila mereka tidak memiliki biaya yang dapat memenuhi cicilan dalam akad kitabah, meskipun tanpa seizin dari tuan mereka.
Disyaratkan mereka adalah budak-budak mukatab yang melakukan transaksi kitabah yang sah, sekiranya transaksi tersebutmemenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya.

Catatan:

Budak Mukatab adalah budak yang terikat transaksi kitabah. Transaksi kitabah adalah transaksi merdeka (dari status budak) atas dasar kesepakatan harta dalam jumlah tertentu yang dicicil sebanyak dua kali atau lebih dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, tuan berkata, “Saya melakukan akad kitabah kepadamu dengan biaya dua dinar yang dapat kamu bayar/cicil selama dua bulan. Apabila kamu Kamu membayarnya maka kamu merdeka.” (Tausyih ‘Ala Ibni Qosim al-Ghozi. Syeh Nawawi alBanteni. Hal. 297)

فأركان المكاتبة أربعة أحدها رقيق وشرط فيه اختيار وعدم صبا وجنون وأن لا يتعلق به حق لازم كالمرهون وثانيها صيغة وشرط فيها لفظ يشعر بالكتابة إيجاباً ككاتبتك أو أنت مكاتب على دينارين تأتيما في شهرين فإن أديتهما إلي فأنت حر وقبولاً كقبلت ذلك وثالثها عوض وشرط فيه كونه ديناً أو منفعة مؤجلاً بنجمين فأكثر ولا يجوز أقل من نجمين ولا بد من بيان قدر العوض وصفته وعدد النجوم وقسط كل نجم ورابعها سيد وشرط فيه كونه مختارًاً أهل تبرع وولاء فلا تصح من مكره ومكاتب وإن أذن له سيده ولا من صبي ومجنون ومحجور سفه وأوليائهم لا من محجور فلس ولا من مرتد لأن ملكه موقوف

Rukun-rukun kitabah ada 4 (empat), yaitu;

1- Budak.

Disyaratkan dalam budak adalah ikhtiar atau tidak dipaksa untuk melakukan akad kitabah, bukan shobi (anak kecil laki-laki) atau majnun (orang gila), dan ia tidak terikat dengan hak yang wajib, misalnya ia adalah budak yang digadaikan.

2- Sighot.

Disyaratkan dalam sighot adalah lafadz atau pernyataan yang mengandung pengertian kitabah, dari segi ijab, seperti; “Aku melakukan akad kitabah denganmu,” atau, “kamu adalah budak mukatab atas biaya dua dinar yang dapat kamu bayar selama dua bulan. Kemudian apabila kamu membayarnya kepadaku maka kamu adalah merdeka,” dan dari segi qobul, seperti; “Saya menerimanya.”

  1. Biaya atau ‘Iwadh.

Disyaratkan dalam biaya adalah berupa hutang atau manfaat atau jasa yang ditangguhkan dengan dua kali cicilan atau lebih. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan cicilan yang dilakukan kurang dari dua kali. Begitu juga harus menjelaskan jumlah biaya, sifat biaya (seperti dalam bab pesanan atau salam), berapa kali cicilan dilakukan (seperti dua bulan atau tiga bulan sekali), dan menjelaskan jumlah biaya dalam setiap kali cicilan (seperti 5 dirham dalam setiap cicilan).

  1. Tuan/sayyid.

Disyaratkan bagi tuan adalah mukhtar atau tidak dipaksa, ahli tabarruk, dan ahli menjadi wali. Oleh karena itu, akad kitabah tidak sah dari tuan yang dipaksa atau dari budak mukatab, meskipun si tuan mengizinkan budak mukatab tersebut untuk melakukan transaksi kitabah. Begitu juga, akad kitabah tidak sah dari shobi, majnun, mahjur lis safih, dan wali-wali mereka. Adapun akad kitabah dari mahjur lil falasi atau dari orang murtad maka akadnya sah karena sifat kepemilikan mereka terhadap harta adalah mauquf atau hanya diberhentikan, bukan dihilangkan.

ويجوز صرف الزكاة إليهم قبل حلول النجوم على الأصح ولا يجوز صرف ذلك إلى سيدهم إلا بإذن المكاتبين، لكن إن دفع إلى السيد سقط عن المكاتب بقدر المصروف إلى السيد لأن من أدى دين غيره بغير إذنه برئت ذمته

Menurut pendapat ashoh, boleh memberikan zakat kepada budak-budak mukatab sebelum cicilan mereka lunas. Tidak diperbolehkan memberikan zakat kepada tuan mereka kecuali apabila ada izin dari para budak mukatab, tetapi apabila zakat diberikan kepada tuan maka tanggungan cicilan yang wajib dibayar oleh mereka kepada tuan akan berkurang sesuai dengan nilai ukuran zakat yang diberikan kepada tuan tersebut, karena orang yang membayarkan hutang orang lain yang menanggung hutang dengan tanpa ada izin dari orang yang berhutang maka orang yang berhutang bebas dari tanggungan hutang.

أما المكاتب كتابة فاسدة وهو من لم يستو ف تلك الأركان والشروط فلا يعطي شيئاً من الزكاة

Adapun budak mukatab yang melakukan akad kitabah fasidah atau yang tidak sah, yaitu yang tidak memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun kitabah, maka tidak berhak menerima zakat.

6) – Ghorim

والسادس الغارم وهو ثلاثة من تداين لنفسه في أمر مباح طاعة كان أو لا وإن صرف في معصية أو في غير مباح كخمر وتاب وظن صدقه في توبته، أو صرفه في مباح فيعطى مع الحاجة بأن يحل الدين ولا يقدر على وفائه أو تداين لإصلاح ذات الحال بين القوم كأن خاف فتنة بين قبيلتين تنازعتا بسبب قتيل ولو غير آدمي بل ولو كلباً فتحمل ديناً تسكيناً للفتنة فيعطى ولو غنياً أو تداين لضمان فيعطى إن أعسر مع الأصيل وإن لم يكن متبرعاً بالضمان أو أعسره وحده وكان متبرعاً بالضمان بخلاف ما إذا ضمن
بالإذن

Yang dimaksud ghorim yaitu orang yang memiliki hutang. Ghorim dibagi menjadi tiga jenis, yaitu;

  1. Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, baik hutang tersebut untuk urusan yang diperbolehkan syariat atau tidak, dan meskipun hutang tersebut dibelanjakan dalam hal maksiat atau dalam hal yang tidak diperbolehkan syariat, seperti mirasantika, dan ia telah bertaubat, dan taubatnya dianggap serius, atau ia membelanjakan hutang tersebut dalam urusan yang diperbolehkan syariat. Maka orang ini diberi zakat disertai rasa butuhnya pada zakat itu, misalnya; karena waktu membayar hutang telah jatuh tempo tetapi ia tidak mampu melunasinya.
  2. Orang yang berhutang karena tujuan untuk mendamaikan perselisihan yang terjadi di antara masyarakat, misalnya ia kuatir akan terjadi fitnah antara dua suku atau kabilah yang saling berselisih disebabkan permasalahan adanya korban yang mati, meskipun bukan manusia, bahkan meskipun seekor anjing, kemudian ia rela berhutang dan menanggung beban hutang karena tujuan menghindari terjadinya fitnah antar dua kubu tersebut. Maka orang yang berhutang ini diberi zakat meskipun ia adalah orang yang kaya.
  3. Orang yang berhutang karena tujuan menanggung hutang orang lain. Maka orang ini diberi zakat apabila ia dan orang yang ditanggung hutangnya adalah melarat, meskipun ia yang menanggung bukan ahli tabarruk dalam menanggung, atau ia yang menanggung hutang adalah orang yang melarat dan ahli tabarruk sedangkan orang yang ditanggung hutangnya adalah orang yang mampu sekiranya orang yang menanggung tidak menagihnya karena tanpa ada izin dari orang yang ditanggung hutangnya.Berbeda dengan masalah apabila orang yang menanggung hutang mendapat izin dari orang yang ditanggung hutangnya sedangkan ia yang menanggung hutang adalah orang yang melarat, maka ia tidak berhak menerima zakat, karena tanggungan hutang itu dikembalikan kepada pihak yang hutangnya ditanggung.

7)- Sabilillah

والسابع سبيل اﷲ وهم الغزاة المتطوعون بالجهاد أي الذين لا رزق لهم في الفيء فيعطون ولو أغيناء إعانة لهم على الغزو

Maksud Sabilillah yaitu orang-orang yang berperang jihad di jalan Allah serta tidak memiliki jatah bagian harta dari Baitul Maal. Maka mereka diberi zakat meskipun mereka kaya, karena bertujuan untuk menolong mereka dalam berperang.

Pendapat ulama’ tentang” SABILILLAH “.

a). Menurut Imam Al-Syafi’i dan Imam Achmad bin Hanbal adalah ” Perajurit sukarelawan, (perajurit tanpa bayaran)”
b). Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik adalah ” Perajurit sukarelawan dan Fasilitas pendidikan agama islam”.
c). Menurut sebagian Ulama’ hanafiah adalah Orang- orang yg menuntut Ilmu.
d). Menurut Imam Al Kasani adalah semua obyek yg bernilai ibadah, penafsiran ini sama dengan pendaoat Imam Al- Qoffal yang mengutip dari
sebagian Fuqoha’.
e). Menurut Imam Achmad, imam Hasan dan imam Ishaq ” adalah orang yg menunaikan ibadah Haji ” (buat pembiyayaan ibadah haji bagi yg tidak mampu).

Referensi;

منهاج القويم ٢٣٩ /١

و” الصنف السابع: “الغزاة الذكور المتطوعون” بالجهاد بأن لم يكن لهم رزق في الفيء وهم المراد بسبيل هللا في الآية فيعطى كل منهم وإن كان غنيا كفايته وكفاية ممونه إلى أن يرجع من نفقة وكسوة ذهابا وإيابا وإقامة في الثغر ونحوه إلى الفتح وإن طالت إقامته مع فرس إن كان يقاتل فارسا، ومع ما يحمله في سفره إن عجز عن المشي أو طال السفر وما يحمل زاده ومتاعه إن لم يطق حملهما، أما المرتزق فال يعطى من الزكاة مطلقا فإن اضطررنا إليه أعانه أغنياؤنا من أموالهم لامن الزكاة

دررالحكام الحتفي ١٨٩ /١

وفي سبيل الله ( هو منقطع الغزاة عند أبي يوسف أي الفقراء منهم ومنقطع الحاج عند محمد أي الفقراء منهم وإنما أفرد بالذكر مع دخوله في الفقير أو المسكين لزيادة حاجته بسبب االنقطاع

بداية المجتهد المالكي ٣٦ / .٢

وأما في سبيل الله : فقال مالك: سبيل الله مواضع الجهاد والرباط وبه قال أبو حنيفة. وقال غيره: الحجاج والعمار. وقال الشافعي: هو الغازي جار الصدقة، وإنما اشترط جار الصدقة لأن ؛ عند أكثرهم أنه لا يجوز تنقيل الصدقة من بلد إلى
بلد إلا من ضرورة.

العدة في شرح العمدة الحنبلي ١٥٦/١
( السابع: في سبيل الله وهم الغزاة الذين لا ديوان لهم ) يعطون قدر ما يحتاجون إليه لغزوهم من نفقة طريقهم وإقامتهم وثمن السالح والخيل إن كانوا فرسانا، ويعطون مع الغنى ألنهم يأخذون لمصلحة المسلمين، وال يعطى الراتب في الديوان ألنه يأخذ قدر كفايته من الفيء.

تفسير منير للزحيلي ٢٧٤ /١۰

وفسر بعض الحنفية سبيل الله بطلب العلم، وفسره الكاساني بجميع القرب، فيدخل فيه جميع وجوه الخير مثل تكفين الموتى وبناء القناطر والحصون وعمارة المساجد ألن قوله تعالى: وفي سبيل هللا عام في الكل.والخالصة: المراد بسبيل الله : إعطاء المجاهدين ولو كانوا أغنياء عند الشافعية، وبشرط كونهم فقراء عند الحنفية، والحج من سبيل الله عند أحمد والحسن وإسحاق.
واتفق العلماء الا ما يروى عن بعضهم أنه لا يجوز صرف الزكاة لبناء المساجد والجسور والقناطر وإصالح الطرقات، وتكفين الموت ى، وقضاء الدين، وشراء الأسلحة ونحو ذلك من القرب التي لم تذكر في الآية، مما لا تمليك فيه

فتح القدير للكمال ابن همام ٢٦ /٢
( وفي سبيل الله منقطع الغزاة عند أبي حنيفة – رحمه الله ) لأنه هو المتفاهم عند الإطالق )وعند محمد – رحمه الله – منقطع الحاج( لما روى »أن رجال جعل بعيرا له في سبيل هللا. فأمره رسول الله – صلى الله عليه وسلم – أن يحمل عليه الحاج« .

Kutipan Imam Qoffal adalah Dloif/lemah


تفسير الخازن ج 3 ص 295 :
{ وفي سبيل الله }

يعني وفي النفقة في سبيل الله وأراد به الغزاة فلهم سهم من مال الصدقات فيعطون إذا أرادوا الخروج إلى الغزو ما يستعينون به على أمر الجهاد من النفقة والكسوة والسلاح فيعطون ذلك وإن كانوا أغنياء لما تقدم من حديث عطاء وأبي سعيد الخدري وال يعطى من سهم هللا لمن أراد الحج عند أكثر أهل العلم وقال قوم يجوز أن يصرف سهم سبيل الله إلى الحج يروى ذلك عن ابن عباس وهو قول الحسن وإليه ذهب أحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه وقال بعضهم : إن اللفظ عام فال يجوز قصره على الغزاة فقط ولهذا أجاز بعض الفقهاء صرف سهم سبيل الله إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الجسور والحصون وعمارة المساجد وغير ذلك قال لأن قوله وفي سبيل الله عام في الكل فلا يختص بصنف دون غيره والقول الأول هو الصحيح لإجماع الجمهور عليه

8 ) – Ibnu Sabil (Musafir)

(والثامن ابن السبيل) وهو على قسمين مجازي وهو منشىء سفر من بلد مال الزكاةوحقيقي وهو مار ببلد الزكاة في سفره وذلك إن احتاج بأن لم يكن معه ما يوصله مقصده أو ماله فيعطى من لا مال له أصلاً

Ibnu Sabil dibagi menjadi dua jenis, yaitu; Ibnu Sabil Majazi, yaitu orang yang melakukan perjalanan jauh yang bermula dari daerah zakat.
Ibnu Sabil Hakiki, yaitu musafir yang melewati daerah harta zakat di tengah-tengah perjalanan.
Ibnu Sabil Majazi atau Hakiki diberi zakat apabila ia membutuhkannya sekira ia kekurangan bekal yang dapat membiayainya untuk sampai di tempat tujuan atau untuk sampai di tempat hartanya berada. Oleh karena itu, musafir yang tidak memiliki harta sama sekali diberi jatah zakat.

وكذا من له مال في غير البلد المنتقل إليه بشرط أن لا يكون سفره معصية

Begitu juga diberi zakat adalah musafir yang memiliki harta yang berada di daerah yang bukan menjadi tujuan kepergiannya, dengan syarat kepergiannya bukan dalam hal maksiat.

قال في المصباح وقيل للمسافر ابن السبيل لتلبسه به أي بالسبيل والطريق قالوا والمراد بابن السبيل في الآية من انقطع عن ماله انتهى

Di dalam kitab Misbah disebutkan bahwa musafir disebut dengan Ibnu Sabil karena yang namanya musafir itu menetapi jalan (sabil dan thoriq). Para ulama berkata, “Yang dimaksud dengan Ibnu mustahik zakat adalah orang yang jauh atau terpisah dari hartanya.”Sabil dalam ayat al-Quran yang menjelaskan tentang mustahik- Syarat-syarat Mustahik Zakat .

(خاتمة)
وشرط آخذ الزكاة من هذه الثمانية حرية وإسلام وأن لا يكون هاشمياً ولامطلبياً لقوله صلى اﷲ عليه وسلّّم إن هذه الصدقة أوساخ الناس وإنها لا تحل لمحمد ولالآل محمد ووضع الحسن في فيه تمرة أي من تمر الصدقة فنزعها رسولﷲ صلى الله عليه وسلّم بلعابه وقال كخ كخ إنا آل محمد لا تحل لنا الصدقات

[KHOTIMAH]
Disyaratkan bagi orang yang mengambil atau menerima zakat adalah merdeka, Islam, dan bukan termasuk keturunan Hasyimdan Muthollib, karena sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Sesungguhnya zakat-zakat ini adalah kotoran-kotoran manusia dan tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad,” dan karena berdasarkan perbuatan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama, “Ketika Hasan meletakkan sebutir kurma dari harta zakat ke dalam mulutnyaludahnya dan ber, kata, ‘Kikh! Kikh Sesungguhnya kami adalahRasulullah mengambil kurma itu dengan air zakat.’”keluarga Muhammad yang tidak halal bagi kami menerima harta

ومعنى أوساخ الناس أن بقاءها في الأموال يدنسها كما يدنس الثوب الوسخ وقوله كخكخ كما قال الصبان نقلاً عن ابن قاسم هو بكسر الكاف وتشديد الخاء ساكنة ومكسورة وعن القاموس جواز تخفيف الخاء وجواز تنوينها وجواز فتح الكاف وهي اسم صوت وضع لزجر الطفل عن تناول شيء

Pengertian zakat sebagai kotoran manusia adalah apabila zakat tidak ditunaikan dari harta seseorang maka harta tersebut menjadi terkotori sebagaimana baju terkotori oleh kotoran (noda).
Sabda Rasulullah, ‘كخ كخ’ seperti yang dikatakan oleh Syeh Shoban dengan mengutip dari Ibnu Qosim adalah dengan dibaca kasroh pada huruf /ك/ dan tasydid pada huruf /خ/ yang dapat dibaca sukun dan kasroh.
Dikutip dari kitab al-Qomus bahwa diperbolehkan tidak memberi tasydid pada huruf /خ/ dan diperbolehkan mentanwinnya dan diperbolehkan menfathah huruf /ك/. Lafadz ‘كخ كخ’ adalah isim shout atau kata benda suara yang mengandung arti mencegah anak kecil menggunakan atau mengkonsumsi sesuatu

ونقل عن الاصطخري القول بجواز صرف الزكاة إلى بني هاشم وبني المطلب عند منعهم من خمس الخمس قال البيجوري ولا بأس بتقليد الاصطخري في قوله الآن لاحتياجهم وكان الشيخ محمد الفضالي رحمه الله يميل إلى ذلك محبة فيهم نفعنا اللهم

Dikutip dari Syeh Isthokhori sebuah pendapat yang mengatakan diperbolehkannya membagikan zakat kepada keturunan Hasyim dan Muthollib ketika mereka enggan menerima 1/5 hak mereka dari Baitul Maal. Syeh Bajuri berkata, “Tidak apa-apa bertaklid atau mengikuti pendapat Isthokhori untuk saat ini, karena mereka para keturunan Hasyim dan Muthollib membutuhkan zakat.”
Syeh Muhammad al-Fadholi cenderung pada pendapat Isthokhori ini karena kecintaannya kepada mereka. Semoga Allah memberikan manfaat kepada kita melalui perantara mereka, yaitu para keturunan Hasyim dan Mutholib

Jawaban:

Semua imam madzhab yang empat sepakat bahwa kiyai/ guru ngaji atau pun guru madrasah bukan termasuk mustahiq zakat.Namun Jika Kyai dan guru itu masuk dalam ashnaf fakir atau miskin atau ashnaf lain nya, maka diperbolehkan. Bolehnya menerima zakat bukan karena jadi Kyai atau guru tapi karena masuk salah satu 8 ashnaf zakat. menurut beberapa ulama’ madzhab Hanbali, seperti al-Lakhomi dan Ibnu Rusyd, jika guru tidak mendapatkan hak-haknya dari pemerintah, maka guru berhak menerima zakat meski guru tersebut kaya. Imam qoffal termasuk ashabussyafi’i beliau menukil dari beberapa ulama fiqih mereka memperbolehkan dengan mengatasnamakan Fisabilillah, namun kutipan Imam qoffal dho’if, karena yang dikutip oleh Imam Qoffal belum diketahui secara pasti siapa yang dimaksud oleh Imam Qoffal tersebut, namun ada kemungkinan besar mengarah pada Imam Hasan dan Imam Anas bin Malik. Sedangkan pendapat tersebut menurut Jumhur ulama tidak mu’tabar (tidak dianggap). Pendapat ini didukung oleh mufti Hadramaut, karena pendapat tersebut di luar lingkup madzhab empat. Namun ada juga yang sependapat dengan pendapat kutipan Imam Qaffal, seperti Syeikh Hasanain Makhluf dan ulama mu’ashirin Mesir yang memfatwakan dan memilih pendapat tersebut.
Pendapat sebagian ulama yang dinukil oleh imam qoffal dan di tanggapi oleh para ulama itu dalam konteks zakat maal. Sedangkan zakat fitrah belum ada penjelasan lebih lanjut, sehingga perumus dan para musyawirin bahtsul masail PWNU Jatim tidak berani memasukkan dalam khilaf ini, sebab dikhawatirkan ada perbedaan sebagaimana dalam madzhab Maliki yang menyatakan bahwa untuk mashrof zakat fitrah hanya terbatas pada fuqoro’ masakin, sedangkan mashrof yang lain, seperti fisabilillah yang termasuk di dalamnya para ustadz, mu’adzin dll, tidak menjadi mashrof dalam zakat fitrah akan tetapi hanya mashrof dalam zakat maal. Untuk itu, demi menjaga kehati-hatian, maka untuk zakat fitrah hanya boleh disalurkan kepada fuqoro’ masakin, sedangkan ustadz & kiyai yang aghniya’ (kaya), tidak boleh menerima zakat fitrah.

وبناء عليه لا مانع من صرف زكاة النقدين والحبوب والماشية وكذا زكاة الفطر فى الأغراض المشار إليها فى السؤال لما فيها من المصلحة الظاهرة للمسلمين خصوصا فى هذه الديار. وأما جلود الأضاحى فلا وجه للتوقف فى صرفها فى هذه المشروعات التى تعود بالخير على المسلمين إذا تصدق بها المضحون فى ذلك، والله تعالى أعلم.

فتح الإله المنان فتاوى أبو بكر باغيثان ـ (ص ٧٦-٧٠)
سئل ( رحمه الله تعالى ) هل تخرج شيء من زكاة المال أي النقد في المشاريع الخيرية كبناء مساجد أو عمارتها أو بناء مدارس أو الانفاق عليها، أو أي شيء من المرافق العامة والنافعة للمسلمين، هل يجوز إخراج شيء لهذه الغايات، وما هو مقدار الذي يصرف من الزكاة لهذه الغايات، كما بلغنا أن علماء الأزهر أو غيرهم أفتوا بالجواز فما هو الحجة والدليل، وهل يجوز نقل زكاة المال من بلد الى آخر، والمستحقين للزكاة في البلد الذي فيها المال الموجودين ……. الخ ؟ أفتونا مأجورين. ( فأجاب بقوله ) الحمد لله و صلى الله على سيدنا محمد و على آله و صحبه، الجواب لا يجوز صرف الزكاة في شيء مما ذكره السائل من بناء المساجد و عمارتها، أو بناء المدارس أو الانفاق عليها أو غير ذلك من المشاريع الخيرية وذلك لأن الله سبحانه و تعالى بنفسه في محكم كتابه تولى قسم الصدقات و لم يكل قسمتها إلى أحد غيره فجزأها لهؤلاء المذكورين بقوله { إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليم حكيم (٦٠) } التوبة.
وإنما للحصر والإثبات تثبت المذكور وتنفي ما عداه، لأنها مركبة من حرفي نفي و إثبات ـــــ الى أن قال ـــــ فلا يجوز صرفها الى غير من ذكر الله تعالى في كتابه مما ذكر ـــــ الى أن قال ـــــ قال: في الشرح الكبير على متن المقنع من كتب الحنابلة، ولا نعلم خلافا بين أهل العلم في أنه لا يجوز دفع هذه الزكاة الى غير هذه الأصناف الا ما روي عن أنس والحسن انهما قالا ما أعطيت في الجسور و الطرقات فهي صدقة ماضيه، قال والصحيح الأول، لأن الله تعالى قال { إنما الصدقات …. الخ } ومثله في المغني لابن قدامة من كتبهم، وقد فسر الأئمة الأربعة الأصناف المذكورة في كتاب الله تعالى بتفاسير معروفة، ومع اختلاف في بعضها ليس فيها ما يفيد شمول أحدها للمصالح العامة مما ذكره السائل، نعم رأيت بأسفل مغني ابن قدامة الحنبلي المطبوع بأسفله الشرح الكبير على متن المقنع الذي اشرف على تصحيح طبعه السيد محمد رشيد رضا، صاحب مجلة المنار على قول المقفع و شرحه السابع (في سبيل الله) وهم الغزاة الذين لا ديوان لهم هذا الصنف السابع من أصناف الزكاة و لا خلاف في استحقاقهم و بقاء حكمهم

ـــــ الى أن قال ـــــ رأيت عن السيد محمد رشيد رضا على قول الشرح المذكور لأن سبيل الله عند الإطلاق هو الغزو، ما لفظه هذا غير صحيح بل سبيل الله هو الطريق الموصل الى مرضاته و جنته و هو الإسلام في جملته، وآيات الإنفاق في سبيل الله تشمل جميع أنواع النفقة المشروعة ـــــ الى أن قال ـــــ فلعل من قال بجواز دفع الزكاة الى من ذكر السائل من علماء الأزهر و غيرهم أخذ بقول السيد رشيد رضا هذا، و لكن هذا مخالف لما قاله أهل المذاهب المعمول بها كما رأيته فيما نقلناه عن الشرح المذكور.

مواهب الفضل من فتاوى بافضل ـ (ص ٣٨-٤١)
في الزكاة ما قولكم، رضي الله عنكم، في إخراج الزكاة لنحو بناء مسجد و مدرسة و معهد، ولنحو فرش المسجد، وغيرها، من المصالح العامة، بدعوى أنها داخلة في سبيل الله ؟ و يقال إن القفال من الشافعية نقل عن بعض الفقهاء، أنهم أجازوا صرف الزكاة إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى و بناء الحصون و عمارة المساجد، لأن ذلك كله في سبيل الله …… ؟ انتهى ما قيل عن القفال، أفتونا أثابكم بما قاله العلماء في الموضوع على اختلاف المذاهب والأقوال، فإن المسألة واقعة حال والناس ما عندهم ورع و لا تورع، و أحضرت الأنفس الشح، و كلما عرض عليهم مشروع خيري أعطوه و حسبوه من الزكاة، والله أعلم ! الحمد لله الجواب والله الهادي للصواب: لا يجوز إخراج الزكاة إلى ما ذكره السائل في السؤال من نحو بناء مسجد وغيره من المصالح العامة كما في الأنوار والمغني لابن قدامة الحنبلي لتعين صرفها إلى مستحقيها و لاتفاق الأئمة الأربعة رحمهم الله تعالى على عدم جواز إخراجها لذلك. قالوا: و المراد بقوله تعالى ( و في سبيل الله ) الغزاة، إلا الإمام أحمد في أظهر روايتيه فإنه جعل من الحج كما نص عليه الإمام الشعراني في الميزان و الشيخ محمد بن عبد الرحمن الدمشقي العثماني الشافعي في كتابه كتاب الرحمة و الإمام النواوي رضي الله عنهم.

لكن قال الشيخ ابن حجر رحمه الله في التحفة: إن الحديث الذي استدل الإمام أحمد مخالف لما عليه أكثر العلماء، و أجابوا عنه بعد تسليم صحته التي زعمها الحاكم، وإلا فقد طعن فيه غير واحد، بأن في مسنده مجهولا وعنعنة مدلس وبأن فيه اضطرابا بأنا لا نمنع أنه يسمى بذلك. وإنما النزاع في سبيل الله في الأية، و قوله ( لا تحل الصدقة إلا لخمسة ) و ذكر منها الغازي في سبيل الله صريح في أن المراد بهم فيها من ذكرناه إلى آخر ما أطال به في ذلك. و ما يقال عن القفال عن بعض الفقهاء مما ذكره السائل لم نره عنه فيما بأيدينا من المصادر. نعم، رأيت ذلك في تفسير الخازن عن بعض الفقهاء وقال بعده والقول الأول هو الصحيح لإجماع الجمهور عليه.
ولا يجوز تقليد غير الأئمة الأربعة كما نص عليه ابن الصلاح ونقل الإجماع عليه أي حتى في العمل لنفسه لعدم الثقة بنسبتها لأربابها بأسانيد تمنع التحريف و التبديل، وعليه فمن قلد غير الأئمة الأربعة في إخراج الزكاة و صرفها إلى غير مستحقيها من نحو بناء مسجد أوغيره من المصالح العامة مثلا لا تبرأ ذمته منها ويأثم إثما عظيما لأن صرفها لغير مستحقيها مما ذكره السائل كمنعها لأنه خالف الكتاب والسنة وإجماع العلماء في قولهم إن المراد بقوله تعالى: ( و في سبيل الله ) هم الغزاة وإليك الأدلة من كلامهم. قال في الأنوار: و لا يجوز الصرف في كفن الميت و دفنه و في بناء المسجد …. ( اهـ ).
قال الكمثيري في حاشيته عليه لتعين صرفها إلى مستحقيها. و قال الشيخ ابن قدامة الحنبلي في مغنيه ما لفظه: و لا يجوز صرف الزكاة إلى غير من ذكر الله تعالى، من بناء المساجد والقناطر والسقايات وإصلاح الطرقات وسد البثوق وتكفين الموتى والتوسعة على الأضياف وأشباه ذلك من القرب التي لم يذكرها الله تعالى … اهـ. ثم استدل لذلك بقوله تعالى : ( إنما الصدقات للفقراء و المساكين …) ، قال و إنما للحصر و الإثبات تثبت المذكور و تنفي ما عداه اهـ . و قال الإمام الشعراني في الميزان : اتفق الأئمة الأربعة على أنه لا يجوز إخراج الزكاة لبناء مسجد أو تكفين . ثم قال : و من ذلك قول الأئمة الثلاثة، إن المراد بقوله تعالى ( و في سبيل الله ) الغزاة مع قول أحمد في أظهر روايتيه أن منه الحج اهــ .
و قال الشيخ محمد الدمشقي في كتابه ( كتاب الرحمة ) بهامش الميزان : واتفقوا على أنه لا يجوز دفعها إلى عبده ثم قال : و اتفقوا على منع الإخراج لبناء مسجد أو تكفين ميت اهــ . و المراد بهم في قوله ” واتفقوا ” الأئمة الأربعة . و قال أيضا في كتاب الرحمة بعد عد بعض الأصناف ( و في سبيل الله ) الغزاة . و قال أحمد في أظهر الروايتين : الحج من سبيل الله اهـ . و قال الإمام النواوي في المجموع : و مذهبنا أن سهم سبيل الله المذكور في الآية الكريمة يصرف إلى الغزاة الذين لا حق لهم في الديوان ، بل يغزون متطوعين . و به قال أبو حنيفة و مالك رحمهما الله تعالى . و قال أحمد رحمه الله تعالى في أصح الروايتين عنه : يجوز صرفه إلى مريد الحج .

و روي مثله عن ابن عمر رضي الله عنهما اهـ.

و قال السيد الإمام عبد الرحمن المشهور في بغية المسترشدين ما مثاله : مسألة ش نقل ابن الصلاح الإجماع على أنه لا يجوز تقليد غير الأئمة الأربعة، أي حتى العمل لنفسه فضلا عن القضاء والفتوى، لعدم الثقة بنسبتها لأربابها بأسانيد تمنع التحريف والتبديل، كمذهب الزيدية المنسوبين إلى الإمام زيد بن علي بن الحسين السبط رضوان الله عليهم، وإن كان هو إماما من أئمة الدين، وعلما صالحا للمسترشدين، غير أن أصحابه نسبوه إلى التساهل في كثير لعدم اعتنائهم بتحرير مذهبه، بخلاف المذاهب الأربعة فإن أئمتها جزاهم الله خيرا بذلوا نفوسهم في تحرير أقوالها، وبيان ما ثبت عن قائلها وما لم يثبت، فأمن أهلها التحريف، وعلموا الصحيح من الضعيف اهـ

ﺑﻐﻴﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺐ ﻟﻠﺸﻴﺦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻬﺮﺭﻱ ـ (٣٨٧-٣٨٦) ﺩﺍﺭ ﺍﻟﻤﺸﺎﺭﻳﻊ
ﻓﺪﻟﻨﺎ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺒﻴﻦ ﻟﻤﺎ ﺃﻧﺰﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﺃﻥ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﻘﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ‏( ﻭ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ‏) ﻓﻲ ﺁﻳﺔ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺑﻌﺾ ﺃﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺒﺮ ﻻ ﻛﻠﻬﺎ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺠﻬﺎﺩ . ﻭ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﺪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﻣﻦ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻟﺤﺞ ﻭﻫﻮ ﻓﻘﻴﺮ . ﻭ ﻟﻢ ﻳﻘﻞ ﺇﻥ ﻛﻠﻤﺔ ‏( ﻭ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ‏) ﺗﻌﻢ ﻛﻞ ﻣﺸﺮﻭﻉ ﺧﻴﺮﻱ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﺇﻧﻤﺎ ﺫﻟﻚ ﺫﻛﺮﻩ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺤﻨﻔﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﺄﺧﺮﻳﻦ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺃﺑﻲ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻫﻢ ﻣﺠﺘﻬﺪﻭﻥ ﻓﺤﺮﺍﻡ ﺃﻥ ﻳﺆﺧﺬ ﺑﻘﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻌﺎﻟﻢ . ﻓﻠﻴﺤﺬﺭ ﻣﻦ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻠﻤﻮﻥ ﺃﻣﻮﺍﻝ ﺍﻟﺰﻛﻮﺍﺕ ﺑﺎﺳﻢ ﺍﻟﻤﺴﺘﺸﻔﻰ ﺃﻭ ﺑﻨﺎﺀ ﺟﺎﻣﻊ ﺃﻭ ﺑﻨﺎﺀ ﻣﺪﺭﺳﺔ ﻫﺆﻻﺀ ﺣﺮﺍﻡ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻭ ﺣﺮﺍﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﻌﻄﻮﻧﻬﻢ ﻷﻧﻪ ﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻛﻞ ﻋﻤﻞ ﺧﻴﺮﻱ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ‏( ﻭ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ٠ ٦ ‏) ﺳﻮﺭﺓ ﺍﻟﺘﻮﺑﺔ، ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ (( ﻟﻴﺲ ﻓﻴﻬﺎ ﺣﻖ ﻟﻐﻨﻲ ﻭ ﻻ ﻟﻘﻮﻱ ﻣﻜﺘﺴﺐ )).

ﻭﻫﺆﻻﺀ ﺧﺎﻟﻔﻮﺍ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻭ ﻗﺪ ﻧﻘﻞ ﺍﺑﻦ ﺣﺰﻡ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﺒﻨﺎﺀ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ، ﻭ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﻫﻮ ﺇﺟﻤﺎﻉ ﺍﻟﻤﺠﺘﻬﺪﻳﻦ ﻭ ﻻ ﻳﻌﺘﺪ ﻓﻲ ﺍﻹﺟﻤﺎﻉ ﺑﻘﻮﻝ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻟﻢ ﻳﺼﻠﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻣﺮﺗﺒﺔ ﺍﻹﺟﺘﻬﺎﺩ ﻛﺼﺎﺣﺐ ﺍﻟﺒﺪﺍﺋﻊ ﺍﻟﻜﺎﺳﺎﻧﻲ ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ ﻓﺈﻧﻪ ﻓﺴﺮ ﻓﻲ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﺠﻤﻴﻊ ﺃﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺨﻴﺮ، ﻭﺻﺎﺣﺐ ﺍﻟﺒﺪﺍﺋﻊ ﻫﺬﺍ ﻫﻮ ﻣﻘﻠﺪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺤﻨﻔﻲ ﺍﺑﺘﺪﻉ ﻣﺎ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﻭﻫﻮ ﺑﻌﻴﺪ ﻣﻦ ﻣﺮﺗﺒﺔ ﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﻼ ﻳﻌﺘﺒﺮ ﻗﻮﻟﻪ ﺣﺠﺔ ﻓﻲ ﺩﻳﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺗﺒﻌﻪ ﺑﻌﺾ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﺼﺮ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﻌﺘﺪ ﺑﻬﻢ ﻓﻬﺆﻻﺀ ﻻ ﻳﻜﻮﻧﻮﻥ ﺣﺠﺔ ﻋﻨﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ* . ﻭﻟﻮ ﻛﺎﻥ ﻳﺠﻮﺯ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻟﻜﻞ ﻋﻤﻞ ﺧﻴﺮﻱ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﺣﺪﻳﺜﻪ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ (( ﺗﺆﺧﺬ ﻣﻦ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭ ﺗﺮﺩ ﺇﻟﻰ ﻓﻘﺮﺍﺋﻬﻢ )) ﺃﻣﺎ ﻣﻄﻠﻖ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺨﻴﺮﻳﺔ ﻓﺘﺠﻮﺯ ﻓﻲ ﺍﻟﻐﻨﻰ ﻭ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﻭﺇﻥ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﺘﺼﺪﻕ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻘﻴﺮ ﺃﻓﻀﻞ.

الموسوعة الفقهية ـ (ج ٢٣ / ص ٣٢٩-٣٣٠)
ذهب الفقهاء إلى أنه لا يجوز صرف الزكاة في جهات الخير غير ما تقدم بيانه فلا تنشأ بها طريق ولا يبنى بها مسجد ولا قنطرة ولا تشق بها ترعة ولا يعمل بها سقاية ولا يوسع بها على الأصناف ولم يصح فيه نقل خلاف عن معين يعتد به وظاهر كلام الرملي أنه إجماع واحتجوا لذلك بأمرين الأول أنه لا تمليك فيها لأن المسجد ونحوه لا يملك وهذا عند من يشترط في الزكاة التمليك والثاني الحصر الذي في الآية فإن المساجد ونحوها ليست من الأصناف الثمانية وفي الحديث المتقدم الذي فيه إن الله جعل الزكاة ثمانية أجزاء ولا يثبت مما نقل عن أنس وابن سيرين خلاف ذلك

Kutipan Imam Qoffal adalah Dloif/lemah


{ وفي سبيل الله }

يعني وفي النفقة في سبيل الله وأراد به الغزاة فلهم سهم من مال الصدقات فيعطون إذا أرادوا الخروج إلى الغزو ما يستعينون به على أمر الجهاد من النفقة والكسوة والسلاح فيعطون ذلك وإن كانوا أغنياء لما تقدم من حديث عطاء وأبي سعيد الخدري وال يعطى من سهم الله لمن أراد الحج عند أكثر أهل العلم وقال قوم يجوز أن يصرف سهم سبيل الله إلى الحج يروى ذلك عن ابن عباس وهو قول الحسن وإليه ذهب أحمد بن حنبل وإسحاق بن راهويه وقال بعضهم : إن اللفظ عام فال يجوز قصره على الغزاة فقط ولهذا أجاز بعض الفقهاء صرف سهم سبيل الله إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى وبناء الجسور والحصون وعمارة المساجد وغير ذلك قال لأن قوله وفي سبيل الله عام في الكل فلا يختص بصنف دون غيره والقول الأول هو الصحيح لإجماع الجمهور عليه

مواهب الفضل من فتاوى با فضل٣-٤١

في الزكاة ما قولكم ، رضي الله عنكم ، في إخراج الزكاة لنحو بناء مسجد و مدرسة و معهد ، و لنحو فرش المسجد ، و غيرها ، من المصالح العامة ، بدعوى أنها داخلة في سبيل الله ؟ و يقال إن القفال من الشافعية نقل عن بعض الفقهاء ، أنهم أجازوا صرف الزكاة إلى جميع وجوه الخير من تكفين الموتى و بناء الحصون و عمارة المساجد ، لأن ذلك كله في سبيل الله …… ؟ انتهى ما قيل عن القفال ، أفتونا أثابكم بما قاله العلماء الى ان قال……….الحمد الله.
الجواب والله الهادي للصواب : لا يجوز إخراج الزكاة إلى ما ذكره السائل في السؤال من نحو بناء مسجد و غيره من المصالح العامة كما في الأنوار و المغني ابن قدامة الحنبلي لتعين صرفها إلى مستحقيها و اتفق الأئمة الأربعة رحمهم هللا تعالى على عدم جواز إخراجها لذلك . قالوا : و المراد بقوله تعالى ( و في سبيل الله ) الغزاة

الميزان الكبري الجزء الثاني ص :١٣

،اِتَّفَقَ الأئِمَّةُ الأرْبَعَةُعَلَى أَنَّهُ لا يَجُوْزُ إِخْرَاجُ الزَّكَاة لبناء المسجد أو تكفين ميت


الفقه الإسلامى الجزء الثانى ص: ١٩٥٨
هل تعطى الزكاة لغير هذه األصناف ؟ اتفق جماهير فقهاء المذاهب على انه لايجوز صرف الزكاة إلى غير من ذكر الله تعالى من بناء المسجد والجسور والقناطر إلخ

بغية المسترشدين ١٠٦.
(مسئلة)

لا يَسْتَحِقُّ الْمَسْجِدُشَيْئًا مِنَ الزَّكَاةِمُطْلَقًا إِذْ لا يَجُوْزُصَرْفُهَا إِلا لِحُر مسلم ليست الزكاة كالوصية

حاشية العدوي؛ ج ٢، ص ٢١٦
يجوز اعطاء الزكاة للقارئ والعالم والمعلم ومن فيه منفعة للمسلمين ولو كانوا اغنياء لعموم نفعهم ولبقاء الدين.


الشرح الكبير؛
( تنبيه )

لا تعطى الزكاة للعالم والمفتي والقاضي إلا أن يمنعوا حقهم من بيت المال وإلا جاز لهم الأخذ بوصف الفقر أما الغني فلا يجوز له الأخذ وقال اللخمي: وابن رشد إذا منعوا حقهم من بيت المال جاز لهم أخذ الزكاة مطلقا سواء كانوا فقراء أو أغنياء بالأولى من الأصناف المذكورة في الآية كذا ذكر شيخنا في حاشية خش وقرر أن الراجح من القولين الأول

والله أعلم بالصواب

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Slot77 Daun77 akurat77 https://itgid.org/public/4d/ https://itgid.org/public/scatter/ slot77 slot online Demo Slot Pg https://aekbilah.tapselkab.go.id/aseng/ Slot Online Gacor https://aekbilah.tapselkab.go.id/dior/ https://www.uobam.co.id/public/assets/ Toto 4D https://wiki.clovia.com/ Slot Gacor Gampang Maxwin Slot77 Daun77 Daun77 slot thailand Daun77 slot77 4d Usutoto situs slot gacor Usutoto Usutoto slot toto slot Daun77 Daun77 Daun77 Akurat77 Akurat77 Akurat77 Akurat77 MBAK4D MBAK4D DWV99 DWV138 DWVGAMING METTA4D MBAK4D MBAK4D MBAK4D METTA4D DWV99 DWV99 MBAK4D MBAK4D MBAK4D SLOT RAFFI AHMAD METTA4D https://aekbilah.tapselkab.go.id/toto4d/ https://aekbilah.tapselkab.go.id/spaceman/ METTA4D METTA4D METTA4D demo slot MBAK4D METTA4D MINI1221 https://www.concept2.cz/ https://berlindonerkebab.ca/ togel malaysia sabung ayam online tototogel slot88 MBAK4D MBAK4D DWV138 METTA4D