
HUKUMNYA SHALAT BERJAMAAH BEDUAAN DENGAN PEREMPUAN YANG BUKAN MAHROMNYA.
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته
DESKRIPSI MASALAH
Shalat lima waktu yang dilakukan secara berjama’ah hukumnya adalah sunnah suatu hari Badriyah dan Baharun setelah pulang dari KAMPUSNYA mereka berdua melakukan sholat Dhuhur secara berjamaah di musholla yang berada dilingkungan KAMPUSNYA sementara mereka berdua merupakan teman sekelas mulai MI sampai tingkat SMA.dan Pergiruan tinggi Jurusan Ushuluddin
PERTANYAAN
Bagaimana hukum laki-laki dan perempuan melakukan sholat berjamaah hanya berdua saja sebagaimana deskripsi ?
Waalaikum salam
JAWABAN
Hukum sholatnya sah, namun makruh.Yang dimaksud dengan makruh disini adalah makruh tahrim ( berdosa) apabila sampai terjadi kholwat ( berduaan di antara laki-laki dan perempuan ) yang bukan mahromnya.Hal tersebut karena berdasarkan hadits: ” ”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi makhluk ketiganya adalah setan.”
Referensi :
{النووي، المجموع شرح المهذب، الجزء ٤ الصحفة ٢٧٧}
قال المصنف رحمه الله (وَيُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ بِامْرَأَةٍ أَجْنَبِيَّةٍ لِمَا رُوِيَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ “لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشيطان”)
(الشَّرْحُ) الْمُرَادُ بِالْكَرَاهَةِ كَرَاهَةُ تَحْرِيمِ هَذَا إذَا خَلَا بِهَا: قَالَ أَصْحَابُنَا إذَا أَمَّ الرَّجُلُ بِامْرَأَتِهِ أَوْ مَحْرَمٍ لَهُ وَخَلَا بِهَا جَازَ بِلَا كَرَاهَةٍ لِأَنَّهُ يُبَاحُ لَهُ الْخَلْوَةُ بِهَا فِي غَيْرِ الصَّلَاةِ وَإِنْ أَمَّ بِأَجْنَبِيَّةٍ وَخَلَا بِهَا حَرُمَ ذَلِكَ عَلَيْهِ وَعَلَيْهَا لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ الَّتِي سَأَذْكُرُهَا إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَإِنْ أَمَّ بِأَجْنَبِيَّاتٍ وَخَلَا بِهِنَّ فَطَرِيقَانِ قَطَعَ الْجُمْهُورُ بِالْجَوَازِ وَنَقَلَهُ الرَّافِعِيُّ فِي كِتَابِ الْعِدَدِ عَنْ أَصْحَابِنَا وَدَلِيلُهُ الْحَدِيثُ الَّذِي سَأَذْكُرُهُ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى وَلِأَنَّ النِّسَاءَ الْمُجْتَمِعَاتِ لَا يَتَمَكَّنُ فِي الْغَالِبِ الرَّجُلُ مِنْ مَفْسَدَةٍ بِبَعْضِهِنَّ فِي حَضْرَتِهِنَّ وَحَكَى الْقَاضِي أَبُو الْفُتُوحِ فِي كِتَابِهِ فِي الْخَنَاثَى فِيهِ وَجْهَيْنِ وَحَكَاهُمَا صَاحِبُ الْبَيَانِ عَنْهُ (أَحَدُهُمَا) يَجُوزُ (وَالثَّانِي) لَا يَجُوزُ خَوْفًا مِنْ مَفْسَدَةٍ
{حاشية الجمل، الجزء ٤ الصحفة ١٢٥}
وَضَابِطُ الْخَلْوَةِ اجْتِمَاعٌ لَا تُؤْمَنُ مَعَهُ الرِّيبَةُ عَادَةً بِخِلَافِ مَا لَوْ قُطِعَ بِانْتِفَائِهَا عَادَةً فَلَا يُعَدُّ خَلْوَةً ا هـ٠
Artinya : Batasan yang dinamai khalwat adalah pertemuan ( berkumpul ) yang bisa mengarah ketidak amanan ( menjurus kearah zina ) secara kebiasaan, berbeda saat dipastikan tidak akan terjadi hal yang demikian secara kebiasaannya, maka tidak dinamai khalwat.
Adapun yang dinamakan makruh tahrim adalah perbuatan terlarang yang didasarkan pada dalil yang mengandung ta’wil. Sebagima Syekh Ibrahim Al-Baijuri menjelaskan perbedaan makruh tahrim dan makruh tanzih juga makruh tahrim dan haram dan contohnya sebagaimana berikut:
وإنما أثم هنا حتى على القول بأن الكراهة للتنزيه للتلبس بالعبادة الفاسدة
Artinya:“Hanya seseorang berdosa di sini–meskipun menurut salah satu pendapat ulama–karena makruh tanzih menyerupai ibadah yang rusak,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarah Allamah ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], cetakan pertama, halaman 197).
Arti Makruh Tahrim
Adapun arti makruh Tahrim merupakan perbuatan terlarang yang ditetapkan oleh dalil yang mengandung multitafsir. Syekh Ibrahim Al-Baijuri menyebut, contoh makruh tahrim adalah salat sunnah mutlak usai salat Subuh dan salat Ashar.Al-Baijuri juga menyebut riwayat Imam Muslim yang menceritakan, Rasulullah SAW melarang sejumlah sahabatnya untuk salat di tiga waktu. Salah satunya yakni salat usai salat Subuh.
لما رواه مسلم عن عقبة بن عامر رضي الله عنه قال ثلاث ساعات كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينهانا أن نصلي فيهن أو نقبر فيهن موتانا حين تطلع الشمس بازغة حتى ترتفع وحين يقوم قائم الظهيرة حتى تميل الشمس وحين تضيف الشمس للغروب
Artinya:“Seperti diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Uqbah bin Amir RA, ia berkata, ‘Terdapat tiga waktu di mana Rasulullah SAW melarang kami shalat atau memakamkan jenazah kami di dalamnya, yaitu ketika matahari terbit hingga naik, ketika unta berdiri (karena panas atau istiwa) hingga matahari sedikit miring, dan ketika matahari miring hingga terbenam,’” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarah Allamah ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], cetakan pertama, halaman 197).Jadi, salat sunnah mutlak itu yakni salat sunnah atau salat tanpa sebab tertentu usai salat Subuh atau salat Ashar. Hal ini masuk ke dalam kategori makruh tahrim seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Pandangan ini juga dipegang oleh Madzhab Syafi’i.
Perbedaan Arti Makruh Tanzih dan Makruh Tahrim
Secara umum istilah tersebut merujuk pada perbuatan yang dilarang oleh Islam. Syekh Ibrahim Al-Baijuri menerangkan makruh tahrim, makruh tanzih, dan khilaful aula dimulai dari makruh tahrim dan makruh tanzih:
والفرق بين كراهة التحريم وكراهة التنزيه أن الأولى تقتضي الإثم والثانية لا تقتضيه
Artinya:“Perbedaan antara karahatut (makruh) tahrim dan karahatut (makruh) tanzih, adalah yang pertama perbuatan (makruh tahrim) meniscayakan dosa dan yang kedua (makruh tanzih) tidak meniscayakan dosa,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarah Allamah ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], cetakan pertama, halaman 197).
Perbedaan Arti Makruh Tahrim dan Haram
Al-Baijuri lebih lanjut menjelaskan terkait perbedaan makruh tahrim dan haram. Saat menemukan kata “makruh tahrim” dan kata “haram”, maka kalian perlu mengingat jika orang yang melakukan perbuatan keduanya tetap akan mendapat dosa.
والفرق بين كراهة التحريم والحرام مع أن كلا يقتضي الإثم أن كراهة التحريم ما ثبتت بدليل يحتمل التأويل والحرام ما ثبت بدليل قطعي لا يحتمل التأويل من كتاب أو سنة أو إجماع أو قياس
Artinya:“Perbedaan antara makruh tahrim dan haram–sekalipun keduanya menuntut dosa–adalah makruh tahrim adalah perbuatan terlarang yang didasarkan pada dalil yang mengandung ta’wil. Sedangkan haram adalah perbuatan terlarang yang didasarkan pada dalil qath‘i yang tidak mengandung kemungkinan penakwilan baik dalil Al-Qur‘an, sunnah, ijmak, atau qiyas,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ala Syarah Allamah ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], cetakan pertama, halaman 197). Dari penjelasan Al-Baijuri du atas, bisa ditarik kesimpulan jika perbedaan dari makruh tahrim dan haram terletak pada karakter sumber dalilnya. Apabila larangan sebuah perbuatan datang dari dalil yang memungkinkan takwil, maka hal terlarang tersebut masuk ke dalam makruh tahrim. Akan tetapi saat larangan sebuah perbuatan datang dari dalil qath’i yang tidak bisa ditakwil, maka hal terlarang itu termasuk haram.
Kesimpulan.
Hukumnya shalat berjamaah pada dasarnya adalah sunnah mauakkad akan tetapi bisa menjadi makruh tahrim apabila dilakukan secara Kholwat ( berduaan dengan orang perempuan yang bukan mahromnya yang dapat menimbulkan ketidak amanan /mengarah kepada zina ).
والله أعلم بالصواب