
Assalamu alaikum wr wb
Para masyayikh, asatidz dan saudara ” ku anggota bahsul masail yang di mulyakan alloh swt.
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa syarat- syaratnya” wudhu dan mandi diantaranya adalah
tamyiz. Sehubungan dengan tamyiz ada hal yang penting untuk saya tanyakan kornologinya sebagian berikut:
Ada pondok besar yang membuka pendidikan usia dini atau lebih dikenal dengan pondok kecil, dinamakan pondok kecil, dikarenakan yang mondok rata-rata anak kecil yang belum baligh, walaupun ada sebagian yang besar namun cuma besar badannya akan tetapi belum baligh kecuali para Ustadznya atau pengurusya , pondok tersebut mengelola beberapa fan ilmu yang diantaranya yang paling diprioritaskan adalah program metode Akselerasi baca kitab kuning ( NUBDATUL BAYAN ), nah ketika saya ngirim anak dipondok kecil, bertepatan sampai ditempat tepat waktu sholat dhuhur dan saya melihat anak-anak kecil berjamaah, karena itu mungkin sudah menjadi undang-undang pondok untuk semua santri harus berjamaah bahkan saya pernah melihat anak kecil bertindak menjadi imam sementara makmumnya orang dewasa.
- Apakah sah sholatnya orang yang ber makmum pada anak kecil.
- Apakah tidak sah sholat nya orang yang tidak tau fardhunya sholat.Terima kasih banyak Wassalamu alaikum wr wb.
Waalaikum salam.
Jawaban .No.1
Sebelum saya menjelaskan sah dan tidaknya shalat berjamaah bersama anak kecil maka terlebih dahulu penting al-fakir menjelaskan definisi : الصِّغَر،الصبي، المميز، الغلام ” Kecil kemudian shobiy, mumayyiz dan juga al-Ghulamu”.
Adapun kata : الصغر ditinjau dari segi etemologi atau bahasa diambil dari fi’il madhi صَغُرَ ، صِغَرًا yang berati sedikit volumenya ( kerdil/kecil ) dan sedikit umurnya, oleh karenanya isim fa’ilnya dengan makna sifat disebut صغير orang yang kecil, dan jama’nya adalah صغارٌ demikian juga disebut الأصغر merupakan shighat isim tafdhil yang berarti lebih kecil ( paling kecil/ terkecil ). Dan adapun kebalikan sebaliknya kata الصغر kecil adalah الكبر yang berarti besar.
Sedangkan kata الصغر ditinjau dari terminologi/Istilah berarti suatu sifat yang pantas atau cocok pada orang diwaktu lahir sampai dia baligh( ihtilam/ keluar mani/bermimpi keluar mani ) .
Dari dua pengertian diatas dapat difahamj bahwa yang dinamakan anak kecil adalah anak yang terlahirkan sampai batas baligh ( artinya batasan anak kecil itu adalah sampai baligh).
Adapun kata-kata atau lafadh yang berhubungan dengan الصِّغَر adalah الصِّبَا dan الصبا secara mutlak terdapat banyak hitungan makna yang diantaranya adalah الصغر yang berarti kecil الحداثة yang berarti baru والصبي الصغير berarti anak yang kecil dibawanya ghulam atau tidak sampai pada batasan الغلام atau orang yang masih belum sampai pada batasan pintar .
Dan disebutkan dalam lisannya orang Arab yang dinamakan الصبي adalah mulai dilahirkan sampai ia pintar oleh karena itu الصبا maknanya lebih khusus dibandingkan dari الصغر dengan kata lain الصغر sifatnya umum sedangkan الصبا adalah lebih khusus ( anak kecil)
Dan juga kata yang ada hubungannya dengan الصغر adalah التمييز .
Adapun pengertian التمييز makna secara kelobal adalah anak yang memperoleh kesadaran dan pemahaman sehingga ia memahami terhadap pembicaraan, dengan kata lain Tamyiz adalah anak yang paham pada pembicaraan orang atau anak yang memahami terhadap sesuatu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat ( membahayakan ) pada dirinya.
Kemudian kalimat yang ada hubungannya الصغر adalah الْمُرَاهَقَةُ yang berarti bodoh didalam manusia dan tipis akalnya (ringan akalnya ) dan الْمُرَاهَقَةُ dapat dikatakan الغلام yaitu anak yang hampir ihtilam ( baligh).Jadi الغلام adalah anak yang hampir baligh ( ihtilam ).
Kemudian kata yang ada hubungannya dengan الصغر adalah الرُّشْد pintar artinya anak yang sudah sampai pada batasan taklif atau menerima beban kewajiban atau perintah baik perintah untuk kebaikan agamanya ataupun kebaikan pada hartanya. Artinya sudah tahu pada uang .
Namun ada hal yang penting untuk kita ketahui bahwasanya الصغر ada macamnya atau tingkatannya yaitu ada dua macam tingkatan:
- Anak kecil yang tidak tamyiz
- Anak kecil yang tamyiz
Adapun yang dinamakan anak yang belum tamyiz adalah anak yang mulai dilahirkan sampai batas tamyiz ( memahami pada pembicaraan). Sedangkan yang dinamakan Tamyiz adalah anak kecil yang mulai berkemampuan membedakan antara sesuatu yang bermanfaat dan sesuatu yang membahayakan pada dirinya.Perlu dicatat bahwa tamyiz tidak mengenal usia tertentu, namun tanda-tanda berkembangnya dan kedewasaan menunjukkan adanya tamyiz .Seorang anak dapat mencapai tahap tamyiz pada usia dini, mungkin berakhirnya hingga sebelum baligh, dan tahap ini berakhir dengan masa baligh
Ketika kita memahami definisi anak kecil baik yang tidak mumayyiz maupun mumayyiz lalu bagaimanakah hukumnya ibadah sholat bejamaah beserta anak kecil sebagaimana deskripsi ?.
Jawabannya
Ulama berbeda pendapat ‘: Menurut Madzhab Hanafi dan Maliki dan Hambali , sholat berjamaah bersama anak kecil tidak sah ( artinya shalat berjamaah bersama anak kecil baik sudah tamyiz apalagi tidak tamyiz hukum shalat bejamaahnya tidak sah.
Menurut Syafiiyah sholat berjamaah bersama anak kecil yang mumayyiz hukumnya sah, baik anak tersebut menjadi imam ataupun menjadi makmum.Kecuali anak kecil yang belum tamyiz maka hukum sholat berjamaahnya tidak sah.
Di antara dalil yang dijadikan dasar oleh para ulama terkait keabsahan shalat berjemaah dengan anak kecil adalah hadis riwayat Imam Bukhari berikut;
كان عمرو بن سلمة يؤم قومه على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو ابن ست او سبع سنين
Amr bin Salamah mengimami kaumnya di masa Rasulullah Saw, sementara dia masih sekitar enam atau tujuh tahun.
Berdasarkan hadis ini, para ulama mengatakan bahwa melaksanakan shalat berjemaah dengan anak kecil, meskipun dia jadi imam asalkan sudah tamyiz, hukumnya adalah boleh dan sah. Jika anak kecil boleh jadi imam shalat berjemaah, maka tentu menjadi makmum lebih boleh lagi. Oleh karena itu, jika kita mengimami anak kecil, sebaiknya kita niat menjadi imam agar mendapatkan keutamaan shalat berjemaah. Jika tidak niat menjadi imam, maka kita dinilai shalat sendirian dan tidak mendapatkan keutamaan shalat berjemaah.
Jawaban No.2
Hukum sah dan tidaknya orang yang melaksanakan ibadah shalat, sementara ia tidak tahu pada fardlu-fardlunya sholat, ini bergantung pada tepat dan tidaknya kondisi ibadahnya ( memenuhi syarat dan tidaknya dalam ibadah sholatnya ) artinya jika ibadahnya memenuhi syarat dan rukunnya maka sah dan sebaliknya.
Dengan kata lain jika orang yang awam meyakini bahwa sholat seluruh pekerjaan yang ada dalam sholat adalah fartu, maka sholatnya sah. Dan jika meyakini bahwa seluruh pekerjaan dalam sholat adalah sunnah maka sholatnya tidak sah.
الموسوعة الفقهية – 16645/31949
صغر
التعريف:
1 – الصغر في اللغة: مأخوذ من صغر صغرا: قل حجمه أو سنه فهو صغير، والجمع: صغار. وفيه – أيضا – الأصغر اسم تفضيل (1) .
والصغر ضد الكبر، والصغارة خلاف العظم.
واصطلاحا: هو وصف يلحق بالإنسان منذ مولده إلى بلوغه الحلم (2) .
الصبا:
2 – يطلق الصبا على معان عدة منها: الصغر والحداثة، والصبي
الصغير دون الغلام، أو من لم يفطم بعد، وفي لسان العرب: الصبي منذ ولادته إلى أن يفطم (3) . وعلى هذا فالصبا أخص من الصغر.
الألفاظ ذات الصلة:
التَّمْيِيزُ:
3 – هُوَ أَنْ يَصِيرَ لِلصَّغِيرِ وَعْيٌ وَإِدْرَاكٌ يَفْهَمُ بِهِ الْخِطَابَ إِجْمَالاً (1) .
الْمُرَاهَقَةُ:
4 – الرَّهَقُ: جَهْلٌ فِي الإِْنْسَانِ وَخِفَّةٌ فِي عَقْلِهِ.
يُقَال: فِيهِ رَهَقٌ أَيْ حِدَّةٌ وَخِفَّةٌ.
وَرَاهَقَ الْغُلاَمُ: قَارَبَ الْحُلُمَ (2)
الرُّشْدُ:
5 – الرُّشْدُ: أَنْ يَبْلُغَ الصَّبِيُّ حَدَّ التَّكْلِيفِ صَالِحًا فِي دِينِهِ مُصْلِحًا لِمَالِهِ (3) .
مَرَاحِل الصِّغَرِ:
6 – تَنْقَسِمُ مَرَاحِل الصِّغَرِ إِلَى مَرْحَلَتَيْنِ:
(1) – مَرْحَلَةِ عَدَمِ التَّمْيِيزِ.
(2) – مَرْحَلَةِ التَّمْيِيزِ:
الْمَرْحَلَةُ الأُْولَى: عَدَمُ التَّمْيِيزِ:
7 – تَبْدَأُ هَذِهِ الْمَرْحَلَةُ مُنْذُ الْوِلاَدَةِ إِلَى التَّمْيِيزِ.
الْمَرْحَلَةُ الثَّانِيَةُ: مَرْحَلَةُ التَّمْيِيزِ:
8 – تَبْدَأُ هَذِهِ الْمَرْحَلَةُ مُنْذُ قُدْرَةِ الصَّغِيرِ عَلَى التَّمْيِيزِ بَيْنَ الأَْشْيَاءِ، بِمَعْنَى: أَنْ يَكُونَ لَهُ إِدْرَاكٌ يُفَرِّقُ بِهِ بَيْنَ النَّفْعِ وَالضَّرَرِ.
وَيُلاَحَظُ: أَنَّ التَّمْيِيزَ لَيْسَ لَهُ سِنٌّ مُعَيَّنَةٌ يُعْرَفُ بِهَا، وَلَكِنْ تَدُل عَلَى التَّمْيِيزِ أَمَارَاتُ التَّفَتُّحِ وَالنُّضُوجِ، فَقَدْ يَصِل الطِّفْل إِلَى مَرْحَلَةِ التَّمْيِيزِ فِي سِنٍّ مُبَكِّرَةٍ، وَقَدْ يَتَأَخَّرُ إِلَى مَا قَبْل الْبُلُوغِ، وَتَنْتَهِي هَذِهِ الْمَرْحَلَةُ بِالْبُلُوغِ (1) .
أَهْلِيَّةُ الصَّغِيرِ:
تَنْقَسِمُ أَهْلِيَّةُ الصَّغِيرِ إِلَى قِسْمَيْنِ:
أ – أَهْلِيَّةِ وُجُوبٍ.
ب – أَهْلِيَّةِ أَدَاءً.
(أ) أَهْلِيَّةُ الْوُجُوبِ:
9 – هِيَ صَلاَحِيَةُ الإِْنْسَانِ لِوُجُوبِ الْحُقُوقِ الْمَشْرُوعَةِ لَهُ وَعَلَيْهِ، وَمَنَاطُهَا الإِْنْسَانِيَّةُ، وَيَسْتَوِي فِي ذَلِكَ الصَّغِيرُ وَالْكَبِيرُ (2) .
(ب) أَهْلِيَّةُ الأَْدَاءِ:
10 – هِيَ صَلاَحِيَةُ الإِْنْسَانِ لِصُدُورِ الْفِعْل عَنْهُ عَلَى وَجْهٍ يُعْتَدُّ بِهِ شَرْعًا، وَمَنَاطُهَا التَّمْيِيزُ.
أَهْلِيَّةُ الصَّغِيرِ الْمُمَيِّزِ:
11 – اخْتَلَفَ الْفُقَهَاءُ فِي مَدَى هَذِهِ الأَْهْلِيَّةِ، وَتَفْصِيل ذَلِكَ فِي: مُصْطَلَحِ (أَهْلِيَّةٌ) (1) .
Referensi :
الموسوعة الفقهية – 8273/31949
تَمْيِيزٌ
التَّعْرِيفُ:
1 – التَّمْيِيزُ لُغَةً مَصْدَرُ مَيَّزَ. يُقَال: مَازَ الشَّيْءَ إِذَا عَزَلَهُ وَفَرَزَهُ وَفَصَلَهُ، وَتَمَيَّزَ الْقَوْمُ وَامْتَازُوا صَارُوا فِي نَاحِيَةٍ. وَامْتَازَ عَنِ الشَّيْءِ تَبَاعَدَ مِنْهُ وَيُقَال: امْتَازَ الْقَوْمُ إِذَا تَمَيَّزَ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ (1) وَالْفُقَهَاءُ يَقُولُونَ: سِنُّ التَّمْيِيزِ، وَمُرَادُهُمْ بِذَلِكَ تِلْكَ السِّنُّ الَّتِي إِذَا انْتَهَى إِلَيْهَا الصَّغِيرُ عَرَفَ مَضَارَّهُ وَمَنَافِعَهُ، وَكَأَنَّهُ مَأْخُوذٌ مِنْ مَيَّزْتَ الأَْشْيَاءَ إِذَا فَرَّقْتَ بَيْنَ خَيْرِهَا وَشَرِّهَا بَعْدَ الْمَعْرِفَةِ بِهَا.
وَيُنْظَرُ مُصْطَلَحُ (أَهْلِيَّةٌ) .
الأَْلْفَاظُ ذَاتُ الصِّلَةِ:
الإِْبْهَامُ:
2 – الإِْبْهَامُ مَصْدَرُ أَبْهَمَ الْخَبَرَ إِذَا لَمْ يَتَبَيَّنْهُ، وَطَرِيقٌ مُبْهَمٌ إِذَا كَانَ خَفِيًّا لاَ يَسْتَبِينُ، وَكَلاَمٌ مُبْهَمٌ لاَ يُعْرَفُ لَهُ وَجْهٌ يُؤْتَى مِنْهُ، وَبَابٌ مُبْهَمٌ مُغْلَقٌ لاَ يُهْتَدَى لِفَتْحِهِ فَهُوَ ضِدُّ التَّمْيِيزِ (2) .
فَهُوَ كَعُقُودِهِ وَهِيَ بَاطِلَةٌ، وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ الإِْمَامُ زُفَرُ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ (1) .
وَفِي قَوْلٍ ثَالِثٍ لِلشَّافِعِيَّةِ أَنَّ إِسْلاَمَهُ يَصِحُّ اسْتِقْلاَلاً ظَاهِرًا لاَ بَاطِنًا فَإِنْ بَلَغَ وَاسْتَمَرَّ فِي إِسْلاَمِهِ تَبَيَّنَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ مِنْ يَوْمَئِذٍ، وَإِنْ أَفْصَحَ بِالْكُفْرِ بَعْدَ الْبُلُوغِ تَبَيَّنَ أَنَّ إِسْلاَمَهُ كَانَ لَغْوًا (2) .
أَمَّا رِدَّتُهُ فَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إِلَى أَنَّهَا مُعْتَبَرَةٌ إِلاَّ أَنَّهُ لاَ يُقَامُ عَلَيْهِ الْحَدُّ حَتَّى يَبْلُغَ، فَإِنْ تَابَ وَإِلاَّ قُتِل.
وَذَهَبَ الشَّافِعِيَّةُ فِي الرَّاجِحِ عِنْدَهُمْ إِلَى أَنَّ رِدَّتَهُ غَيْرُ مُعْتَبَرَةٍ لِحَدِيثِ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثٍ وَفِيهِ: عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَإِلَى هَذَا ذَهَبَ الإِْمَامُ أَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ عَنْهُ حَيْثُ قَال: يَصِحُّ إِسْلاَمُهُ وَلاَ تَصِحُّ رِدَّتُهُ؛ لأَِنَّ الإِْسْلاَمَ مَحْضُ مَصْلَحَةٍ، وَالرِّدَّةَ مَحْضُ مَضَرَّةٍ وَمَفْسَدَةٍ فَلاَ تَصِحُّ مِنْهُ (3) .
وَتَفْصِيل ذَلِكَ يُنْظَرُ فِي مُصْطَلَحِ (رِدَّةٌ) .
عِبَادَةُ الْمُمَيِّزِ:
الصَّغِيرُ الْمُمَيِّزُ غَيْرُ مُخَاطَبٍ بِالتَّكَالِيفِ الشَّرْعِيَّةِ، فَلاَ تَجِبُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ أَوِ الصَّوْمُ أَوِ الْحَجُّ وَنَحْوُهَا مِنَ الْعِبَادَاتِ وَلَكِنْ تَصِحُّ مِنْهُ، وَعَلَى وَلِيِّهِ أَمْرُهُ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعٍ، وَضَرْبُهُ عَلَيْهَا لِعَشْرٍ لِيَتَعَوَّدَهَا؛ لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ. (1)
إِمَامَةُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ فِي الصَّلاَةِ:
4 – ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالأَْوْزَاعِيُّ إِلَى أَنَّ إِمَامَةَ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ لِلْبَالِغِ فِي الْفَرْضِ لاَ تَصِحُّ؛ لأَِنَّ الإِْمَامَةَ حَال كَمَالٍ، وَالصَّبِيُّ لَيْسَ مِنْ أَهْل الْكَمَال؛ وَلأَِنَّهُ لاَ يُؤْمَنُ مِنْهُ الإِْخْلاَل بِشَرْطٍ مِنْ شَرَائِطِ الصَّلاَةِ.
وَيَرَى الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَسَنُ الْبَصْرِيُّ وَإِسْحَاقُ وَابْنُ الْمُنْذِرِ أَنَّ إِمَامَتَهُ لِلْبَالِغِ صَحِيحَةٌ؛ لِعُمُومِ قَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ (2) وَلِمَا رُوِيَ مِنْ أَنَّ بَعْضَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ كَانُوا يَؤُمُّونَ أَقْوَامَهُمْ وَهُمْ دُونَ سِنِّ الْبُلُوغِ – أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ أَوْ ثَمَانِي سِنِينَ – فَقَدْ ثَبَتَ أَنَّ عَمْرَو بْنَ سَلَمَةَ كَانَ يَؤُمُّ قَوْمَةَ عَلَى عَهْدِ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ ابْنُ سِتٍّ أَوْ سَبْعِ سِنِينَ (1) .
وَأَمَّا إِمَامَتُهُ فِي النَّفْل فَالْجُمْهُورُ عَلَى صِحَّتِهَا لأَِنَّ النَّافِلَةَ يَدْخُلُهَا التَّخْفِيفُ، وَالْمُخْتَارُ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَشْهُورُ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ وَهُوَ رِوَايَةٌ عِنْدَ الْحَنَابِلَةِ أَنَّ إِمَامَتَهُ فِي النَّفْل لاَ تَجُوزُ كَإِمَامَتِهِ فِي الْفَرْضِ.
إِلاَّ أَنَّ الْحَنَفِيَّةَ وَالشَّافِعِيَّةَ فِي الأَْصَحِّ عِنْدَهُمْ يَرَوْنَ أَنَّ وُجُوبَ صَلاَةِ الْجِنَازَةِ يَسْقُطُ بِأَدَاءِ الْمُمَيِّزِ عَنِ الْمُكَلَّفِينَ، وَيَرَى الْحَنَفِيَّةُ أَنَّهُ يَسْقُطُ عَنِ الْمُكَلَّفِينَ وُجُوبُ رَدِّ التَّحِيَّةِ وَوُجُوبُ الأَْذَانِ بِفِعْل الْمُمَيِّزِ عَلَى الرَّأْيِ الَّذِي يَقُول بِوُجُوبِهِ (2) .
شَهَادَةُ الْمُمَيِّزِ وَإِخْبَارُهُ:
5 – ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ (الْحَنَفِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ وَالشَّافِعِيَّةُ) إِلَى عَدَمِ قَبُول شَهَادَةِ الْمُمَيِّزِ الَّذِي لَمْ يَبْلُغْ فِي شَيْءٍ لِقَوْلِهِ تَعَالَى {وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ} (3) وَالصَّبِيُّ لاَ يُطْلَقُ عَلَيْهِ اسْمُ الرَّجُل.
إِلاَّ أَنَّ الْحَنَفِيَّةَ يَرَوْنَ أَنَّ الْمُمَيِّزَ يَصِحُّ أَنْ يَتَحَمَّل الشَّهَادَةَ وَلَكِنْ لاَ يَجُوزُ لَهُ الأَْدَاءُ حَتَّى يَبْلُغَ فَيُؤَدِّيَ.
وَاسْتَثْنَى الْمَالِكِيَّةُ وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنِ الإِْمَامِ أَحْمَدَ شَهَادَةَ الصِّبْيَانِ عَلَى بَعْضِهِمْ فِي الْجِرَاحِ فَتُقْبَل إِذَا شَهِدُوا قَبْل الاِفْتِرَاقِ عَنِ الْحَالَةِ الَّتِي تَجَارَحُوا عَلَيْهَا فِي الدِّمَاءِ، عَلَى تَفْصِيلٍ وَشُرُوطٍ تُنْظَرُ فِي مُصْطَلَحِ (شَهَادَةٌ) .
وَهُنَاكَ رِوَايَةٌ ثَالِثَةٌ عَنِ الإِْمَامِ أَحْمَدَ رَحِمَهُ اللَّهُ بِقَبُول شَهَادَتِهِ فِي غَيْرِ الْحُدُودِ وَالْقِصَاصِ إِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ.
وَيَرَى بَعْضُ السَّلَفِ وَمِنْهُمْ الإِْمَامُ عَلِيٌّ وَشُرَيْحٌ وَالْحَسَنُ وَالنَّخَعِيُّ أَنَّ شَهَادَةَ بَعْضِهِمْ عَلَى بَعْضٍ مَقْبُولَةٌ فِيمَا كَانَ بَيْنَهُمْ (1) .
هَذَا فِي الشَّهَادَةِ، أَمَّا فِي الإِْخْبَارِ فَقَدِ اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ لَوْ أَخْبَرَ الْمُسْتَأْذِنَ بِالإِْذْنِ بِالدُّخُول عُمِل بِخَبَرِهِ مَعَ مَا يُفِيدُ الْعِلْمَ أَوِ الظَّنَّ مِنْ قَرِينَةٍ أَوْ مِنْ قَوْلِهِ لاِعْتِمَادِ السَّلَفِ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ (2) .
تَصَرُّفَاتُ الصَّبِيِّ الْمُمَيِّزِ وَإِيصَالُهُ الْهَدِيَّةَ:
6 – أَمَّا تَصَرُّفَاتُ الصَّبِيِّ:
1 – فَمَا كَانَ مِنْهَا نَافِعًا لَهُ نَفْعًا مَحْضًا صَحَّ مِنْهُ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهِ.
– وَمَا كَانَ ضَارًّا بِهِ ضَرَرًا مَحْضًا، فَلاَ يَصِحُّ وَلَوْ أَذِنَ وَلِيُّهُ.
3 – وَمَا كَانَ مُتَرَدِّدًا بَيْنَهُمَا لاَ يَمْلِكُهُ إِلاَّ بِإِذْنِ الْوَلِيِّ (1) .
عَلَى تَفْصِيلٍ يُذْكَرُ فِي مُصْطَلَحِ (أَهْلِيَّةٌ، عَوَارِضُ الأَْهْلِيَّةِ) .
وَإِذَا أَوْصَل الْمُمَيِّزُ هَدِيَّةً إِلَى غَيْرِهِ، وَقَال هِيَ مِنْ زَيْدٍ مَثَلاً، عُمِل بِخَبَرِهِ إِذَا كَانَ مَعَهُ مَا يُفِيدُ الْعِلْمَ أَوِ الظَّنَّ لاِعْتِمَادِ السَّلَفِ عَلَيْهِ فِي ذَلِكَ (2) .
ما يحل للمميز النظر إليه من المرأة:
7 – اتفق الفقهاء على أن المميز لا ينظر من الأجنبية أو المحارم إلى ما بين السرة والركبة.
ثم اختلفوا في نظر المميز إلى الأجنبية فيما عدا ما بين السرة والركبة على الآراء التالية:
فذهب المالكية والشافعية إلى أنه إن راهق (أي قارب البلوغ) فحكمه حكم البالغ في وجوب الاستتار منه وتحريم نظره إلى الأجنبية.
وذهب الشافعية في قول، والحنابلة في رواية إلى أن للمميز النظر إلى ما فوق السرة وتحت الركبة
وذهب الحنفية إلى أن المميز له النظر إلى الأجنبية بغير شهوة إلى ما فوق السرة وتحت الركبة، وهو قول آخر للشافعية.
وفي رواية أخرى للحنابلة أن حكم المميز حكم ذي المحرم في النظر، أي ينظر إلى ما يظهر غالبا كالرقبة والرأس والكفين والقدمين ونحو ذلك.
وقيل للإمام أحمد: متى تغطي المرأة رأسها من الغلام؟ فقال: إذا بلغ عشر سنين (1) .
وتفصيل ذلك في مصطلح (عورة) ، (نظر) .
تخيير الصبي المميز بين الأم والأب في الحضانة:
8 – ذهب الشافعية والحنابلة إلى أنه إذا أتم الطفل سبع سنين خير بين أبويه فكان مع من اختار منهما، وذلك إذا كانت شروط الحضانة متوفرة فيهما معا.
أما إذا تخلف شرط من شروط الحضانة في أحد الأبوين فالحق للآخر؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم: خير غلاما بين أبيه وأمه (2) .
إلا أن الشافعية يرون أن مدار الحكم على التمييز من غير نظر إلى سن بخصوصه وإن كان سن التمييز غالبا سبع سنين، فإذا حصل التمييز قبلها أو بعدها فالمدار عليه، أما البنت المميزة فذهب الشافعية إلى أنها كالصبي المميز في التخيير.
ولا تخيير عند الحنفية والمالكية للمميز ذكرا كان أو أنثى، وهو مذهب الحنابلة بالنسبة للبنت (1) .
وتفصيل ذلك في مصطلح (تخيير) .
مناط التكليف التمييز أو البلوغ:
9 – ذهب جمهور الفقهاء إلى أن مناط التكليف في الإنسان هو البلوغ وليس التمييز، وأن الصبي المميز لا يجب عليه شيء من الواجبات ولا يعاقب بترك شيء منها، أو بفعل شيء من المحرمات في الآخرة؛ لقوله صلى الله عليه وسلم: رفع القلم عن ثلاثة عن النائم حتى يستيقظ وعن الصبي حتى يحتلم وعن المجنون حتى يفيق (2) .
وذهب جمهور الحنفية إلى أنه إذا ارتد الصبي العاقل صح كإسلامه، والعاقل هو المميز وهو ابن سبع سنين وقيل: هو الذي يعقل أن الإسلام سبب النجاة ويميز الخبيث من الطيب (1) .
وينظر التفصيل في ” أهلية “.
Referensi jawaban No.2
مرقاة صعود التصديق فى شرح سلم التوفيق ص ٢٧
فلواعتقد العامى أو العالم على الأوجه أن جميع أفعاله فرض صح أو نفل فلا أو البعض فرض والبعض نفل صح مالم يقصد بفرض معين نفلا أفاد ذلك إبن حجر فى التحفة
Artinya:” Apabila orang awam, atau orang alim menurut pendapat Aujah meyakini bahwa seluruh pekerjaan yang ada dalam sholat adalah fardlu, maka sholatnya dianggap sah. Bigitu juga sah, apabila meyakini sebagian fardlu dan sebagian sunnah, selama tidak meyakini sunnah pada pekerjaan yang nyata-nyata fardlu. Hal ini sebagaimana dijelaskan syaikh Ibnu Hajar dalam Kitab At-Tuhfah. Wallahu A’lam bisshowab