
BISNIS KOLAM PEMANCINGAN DAN KEBUN APEL
Assalamualaikum.
Deskripsi masalah
Sebagaimana yang kita maklum bersama disetiap daerah perkotaan kerap terdapat tempat-tempat pariwisata tak terkecuali di Daerah kota Sumenep yang diantaranya Wisata Pantai 9 yang berada dikecamatan Giligenting, Wisata Pantai Lombang Kecamatan Batang-batang, juga ada Wisata Waterpak dikecamatan Kota Sumenep dll.)
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai layanan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Misalkan ada sebuah Wisata bernama “ANDIKA MAJU ” dan wisata itu milik pribadi yang mana didalamnya terdapat berbagai layanan fasilitas yang disediakan oleh pemilik usaha, misalkan banyak anika ragam hewan-hewan peliharaan bahkan tidak cuma itu, didalamnya terdapat kolam renang dan juga tempat kolam pemancingan dan itu merupakan satu- satunya usaha bisnis yang dilakukan atau paling yang digeluti oleh sebagian masyarakat adalah pemancingan dengan mekanisme misalkan sebagai berikut:
a) Setiap pengunjung yang masuk pada tempat Wisata / Areya pemancingan diharuskan membayar 20.000/jam
b) Ikan yang didapatkan berhak untuk dimiliki dan tidak dipungut biaya lagi
Adapun bentuk usaha yang hampir sama ada usaha penyewaan kebun apel dengan sistem seperti sebagaimana dibawah ini;
a) Bagi yang masuk perkebunan membayar Rp 14.000
b) Selama benda didalam boleh memakan apel sepuasnya
c) Apel tidak boleh dibawa keluar
Dari kedua bentuk usaha contoh di atas barang yang dijadikan ( Objek) bisnis adalah ikan dan buah apel
Pertanyaannya .
1- Termasuk akad apakah bentuk usaha diatas dan bagaimana hukumnya ?
2- Jika tidak sah bagaimana solusinya?
Walaikum salam
Jawaban. No. 1
Kedua bentuk usaha diatas termasuk Akad ijarah fasidah ( sewa menyewa yang rusak/ cacat hukum).
Meskipun demikian Menurut pendapat dikalangan Hanabilah ( Madzhab Ibnu Hambal) praktek usaha Wisata ( pemancingan diatas) dan Penyewaan kebun Apel diatas Hukumnya boleh dan sah.
Jawaban. No.2
÷Solusi untuk praktek yang tidak sah sebagaimana berikut:
Untuk pemilik pemancingan adalah dengan menyewakan lokasinya dan bernadzar ikannya akan menjadi milik para pemancing bila mana mereka mendapatkannya serta waktunya harus dibatasi dan diketahui.
÷Sedangkan untuk pengusaha kebun solusinya adalah dengan menyewakan kebun atau tanahnya dan mendermakan buah apelnya pada pada penyiwa serta waktunya harus dibatasi dan diketahui. Bisa juga mengikuti pendapat dari Imam Taj al-Din al-Subki yang memperbolehkan menyewakan pohon yang tujuannya untuk diambil buahnya, akan tetapi harus tetap dibatasi dengan waktu.
Penjelasan.
Transaksi ijarah ( sewa-menyewa) adalah merupakan sebuah bentuk transaksi yang dimaksudkan pada pemanfaatan barang atau jasa yang disewa, dengan syarat menggantinya dengan upah .
Adapun barang yang disewa ada kalanya berupa barang yang bisa dibawa atau dipindahkan , seperti sepeda motor, mobil , pakaian dan sebagainya .Ada juga yang tidak bisa dibawa atau dipindahkan seperti, tanah, pohon dan sebagainya .
Diperbolehkannya transaksi ijarah merupakan kesepakatan ulama ( ijma‘) dengan berdasarkan dalil ayat;
فإن أرضعن لكم فأتوهن أجورنا
Maka apabila mau (menyewakan diri ) untuk menyusui kepada (bayi) kalian maka berikanlah upah kepada mereka ( Qs.At-Thoriq : 65:06 )
Kronologi menyusui dalam ayat tersebut diatas adalah penyusuan yang dilakukan oleh istri yang telah ditalak oleh suaminya.Karena kewajiban bayi ( anak sendiri ) adalah menjadi tanggung jawab seorang suami dalam rangka menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya. Wajar apabila seorang suami mempekerjakan istri ( mantan istrinya) untuk menyusui anaknya dengan imbalan mendapatkan upah. Oleh karenanya,suami wajib menyerahkan upah tersebut kepada mantan istrinya karena telah menggunakan jasanya untuk merawat dan menyusui anaknya yang merupakan tanggung jawab seorang suami ( mantan suami).
Konsep sewa – menyewa adalah pemanfaatan barang tanpa mengurangi barang tersebut. Jika transaksi sewa menyewa tersebut tidak diperbolehkan . Hal ini dilatar belakangi karena dalam transaksi seperti ini terdapat unsur penipuan, yakni barang yang akan diambil tidak diketahui secara pasti , baik oleh penyewa atau orang yang menerima sewaan. Berbeda halnya dengan masalah menyewakan diri untuk menyusui bayi yang diperbolehkan karena adanya hadits yang menjelaskannya selain karena adanya kebutuhan ( hajat).
Dalam akad ijaroh Para ulama merumuskan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan manfaat atau jasa yang disewa yang harus dipenuhi. Hal ini dimaksudkan agar pelaku transaksi tidak ada yang dirugikan yang disebabkan oleh adanya unsur penipuan adapun syarat-syarat tersebut adalah:
- Barang sewaan ( yang di akad) murni manfaat atau jasa
- Manfaat atau jasa yang disewakan menurut syariat patut dihargai , bukan barang atau jasa yang berupa najis atau barang-barang yang yang dinilai tidak berharga menut syariat .
- Bentuk kadar pemanfaatannya jelas ( bisa diketahui)
- Bisa diketahui oleh penyewa
- Pemanfaatannya barang atau jasa yang digunakan harus tidak kurang ( mengurangi) merusak sebagian atau keseluruhan barang.
Ketika akad ijarah tidak memenuhi syarat sebagaimana yang telah disebutkan diatas maka transaksi tersebut tidak sah atau fasidah ( rusak) . Hal ini sebagaimana yang terjadi pada persoalan diatas, yang tidak memenuhi persyaratan pertama dan kelima. Praktek diatas adalah menyewa atau menyewakan kebun apel dan memancing dengan tujuan utama mengambil dan menikmati ikan dan buahnya ( apel). Selain tidak memenuhinya syarat kelima, cacat yang syarat ketiga juga terjadi pada kedua transaksi bisnis tersebut. Meskipun dalam memancing ditetapkan setiap jamnya membayar 20.000 akan tetapi aturan ini belum belum cukup untuk membatasi waktu. Hal ini dikarenakan akhir dari kegiatan memancing tidak bisa dipastikan, karena dalam kenyataannya memancing bisa menghabiskan waktu satu jam , dua jam atau bisa jadi lebih .
Namun menurut pendapatnya Imam Hambal memberikan kelonggaran dalam menerapkan syarat kelima menurut mereka praktek yang sedemikian dianggap sah karena disamakan dengan menyewa sumur orang lain yang bertujuan untuk diambil airnya. Dengan alasan karena awang-awang sumur beserta kedalamannya merupakan bentuk kemanfaatan yang dapat dinikmati dengan menjulurkan timba ( ngolor tembeh: red) kedalam sumur. Adapun airnya, karena orang yang menyewakan tahu bahwa orang yang menyewa membutuhkan air maka dengan persetujuan yang ditandai dengan adanya akad, air dalam sumur dijadikan sebagai barang ibahah (barang yang diperbolehkan untuk dimiliki secara gratis ). Sedangkan bentuk pemanfaatan dalam pemancingan adalah pergerakan dari alat pancing awang ( diatas ) dan didalam kolam, dan status ikannya adalah barang ibahah.
Selanjutnya terkait dengan ketentuan tariff berupa uang sebesar Rp 20.000 per jam oleh Madzhab Hambali juga dinilai sah, dengan pertimbangan bahwa penyebutan nominal dalam jangka waktu per jam sudah cukup dikatakan sebagai hal yang maklum ( diketahui) . Selain itu, yang terpenting dari bentuk akad yang telah disebutkan adalah diketahuinya nominal pembayaran per jam, sehingga untuk per jam selanjutnya disamakan. Namun, manakala waktunya tidak genap per satu jamnya, maka pembayarannya adalah dengan UJRAH MITSLI ( Harga yang pantas menurut keumuman ).
SOLUSI UNTUK MELEGALKAN PRAKTEK SEWA MENYEWA SEBAGAIMANA DESKRIPSI
- Mengikuti pendapatnya Imam Taj al-Din al-Subki yang mengatakan bahwa menyewa pohon untuk diambil buahnya hukumnya sah dalam kerangka hajat, disamping praktek ini sering terlalu dan sulit untuk dihindari. Akan tetapi, tetap harus dibatasi dengan waktu ( awal penyewaan dan akhirnya diketahui dengan pasti).
- Solusi lain yang bisa digunakan dan dianggap sah menurut madzahab Syafiiyah adalah dengan menyewakan kebun atau pohonnya untuk dinikmati pemandangannya. Adapun buah apel yang terdapat dalam kebutuhan tersebut hanyalah sebagai pemberian dari orang yang menyewakan.
- Sedangkan solusi yang bisa dijadikan alternatif untuk praktek pemancingan adalah dengan menyewakan lokasinya dan bernadzar bahwa ikan yang ada di kolam akan menjadi milik para pemancing bila mereka mendapatkannya. Contoh Nadzarnya adalah seperti halnya perkataan ” AKU BERNADZAR BAGI PARA PEMANCING, bahwa ikan hasil pancingan mereka bisa menjadi milik mereka ” atau ” ikan yang mereka dapatkan Kuberikan kepada mereka yang mau menyewa tanahku.
إعانة الطالبين ج٣ص ١٣٥-١٣٦
فإن قلت: صرحوا في النذر بأنه لا بد أن ينوي أنها عنه.
قلت: هنا قرينة صارفة لوقوعها عما استؤجر له، ولا كذلك ثم، ومن ثم لو استؤجر هنا لمطلق القراءة وصححناه: احتاج للنية فيما يظهر أولا لمطلقها، كالقراءة بحضرته لم يحتج لها، فذكر القبر مثال، انتهى ملخصا.
وبغير متضمن لاستيفاء عين ما تضمن استيفاءها، فلا يصح اكتراء بستان لثمرته، لان الاعيان لا تملك بعقد الاجارة قصدا، ونقل التاج السبكي في توشيحه اختيار والده التقي السبكي في آخر عمره، صحة إجارة
الاشجار لثمرها، وصرحوا بصحة استئجار قناة أو بئر للانتفاع بمائها للحاجة.
ـــــــــــــــــــــــــــــ
(قوله: وبغير متضمن الخ)
معطوف على بمتقومه، أي وخرج بغير متضمن لاستيفاء عين، ما تضمن استيفاءها: أي استئجار منفعة تضمن استيفاء عين، كاستئجار الشاة للبنها، وبركة لسمكها، وشمعة لوقودها، وبستان لثمرته، فكل ذلك لا يصح.
وهذا مما تعم به
البلوى، ويقع كثيرا (قوله: لأن الأعيان لا تملك بعقد الإجارة قصدا) أي بخلافها تبعا، كما في اكتراء امرأة للإرضاع، فإنه يصح.
لأن استيفاء اللبن تابع للمعقود عليه، وبيان ذلك: ان الإرضاع هو الحضانة الصغرى، وهي وضعه في الحجر وإلقامه الثدي، وعصره له لتوقفه عليها، فهي المعقود عليه، واللبن تابع إذا بالإجارة موضوعة للمنافع، وإنما الأعيان تتبع للضرورة.
ويشترط لصحة ذلك تعيين مدة الرضاع، ومحله، من بيته، أو بيت المرضعة، وتعيين الرضيع بالرؤية، أو بالوصف، لاختلاف الأغراض باختلاف حاله، وكما يصح الاستئجار للإرضاع الذي هو الحضانة الصغرى، يصح للحضانة الكبرى، ولهما معا والحضانة الكبرى: تربية صبي بما يصلحه، كتعهده بغسل جسده، وثيابه، ودهنه، وكحله، وربطه في المهد، وتحريكه لينام، ونحوها مما يحتاجه (قوله: ونقل التاج السبكي الخ) ضعيف (قوله: صحة إجارة الخ) مفعول اختيار المضاف لفاعله (قوله: وصرحوا) أي الفقهاء.
(وقوله: بصحة استئجار قناة) عبارة الروض وشرحه، ويجوز للشخص استئجار القناة، وهي الجدول المحفور للزراعة، بمائها الجاري إليها من النهر، لا إستئجار القرار منها دون الماء، بأن استأجرها ليكون أحق بمائها الذي يحصل فيها بالمطر والثلج في المستقبل، لأنه استئجار لمنفعة مستقبلة.
Referensi
حاشية قليوبي وعميرة ج٣ص٧٨
(وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ لَا يَجِبُ حِبْرٌ وَخَيْطٌ وَكُحْلٌ عَلَى وَرَّاقٍ)
أَيْ نَاسِخٍ (وَخَيَّاطٍ وَكَحَّالٍ) فِي اسْتِئْجَارِهِمْ لِلنَّسْخِ وَالْخِيَاطَةِ وَالْكَحْلِ، وَالثَّانِي يَجِبُ مَا ذُكِرَ لِحَاجَةِ الْفِعْلِ إلَيْهِ كَاللَّبَنِ
[حاشية قليوبي]
عَلَيْهِ؛ لِأَنَّهَا مَقْصُودَةٌ وَتَصِحُّ فِي الصَّوْمِ عَنْهُ مِنْ قَرِيبِهِ. قَوْلُهُ: (وَدَفْنِهِ) عَطْفٌ خَاصٌّ؛ لِأَنَّهُ قَدْ يَجِبُ وَحْدَهُ كَمَا فِي حَرْبِيٍّ يُؤْذِي رِيحُهُ. قَوْلُهُ: (وَتَعْلِيمِ الْقُرْآنِ) وَإِنْ تَعَيَّنَ عَلَى الْمُعَلِّمِ فَقَوْلُهُ لَمْ يَتَعَيَّنْ أَيْ أَصَالَةً، وَفِي الشَّرْحِ الْجَوَابُ عَنْ تَكْرَارِ تَعْلِيمِ الْقُرْآنِ هُنَا مَعَ مَا سَبَقَ وَإِذَا عَلَّمَ وَلَوْ جُنُبًا اسْتَحَقَّ الْأُجْرَةَ بِخِلَافِ قِرَاءَةِ الْأَجِيرِ، كَمَا مَرَّ وَلَوْ تَرَكَ الْأَجِيرُ بَعْضَ آيَاتٍ مِمَّا اُسْتُؤْجِرَ لَهُ لَزِمَهُ إعَادَتُهَا لَا الِاسْتِئْنَافُ، وَدَخَلَ فِي الْقُرْآنِ مَنْسُوخُ الْحُكْمِ. قَالَ شَيْخُنَا م ر وَكَذَا مَنْسُوخُ التِّلَاوَةِ أَوْ هُمَا مَعًا وَفِيهِ نَظَرٌ فَرَاجِعْهُ.
قَوْلُهُ: (وَنُقَدَّرُ بِالْمُدَّةِ) لَا بِالْمَحَلِّ كَمَا مَرَّ قَوْلُهُ: (تَعْيِينُ الرَّضِيعِ) بِالرُّؤْيَةِ وَكَذَا بِالْوَصْفِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ وَسَوَاءٌ كَانَ آدَمِيًّا أَوْ غَيْرَهُ وَلَوْ كَلْبًا مُحْتَرَمًا وَسَوَاءٌ فِي الْإِرْضَاعِ اللِّبَأُ وَغَيْرُهُ وَسَوَاءٌ فِي الْمُرْضِعَةِ الصَّغِيرَةِ، وَلَوْ دُونَ تِسْعٍ أَوْ الْكَبِيرَةُ وَالْأُنْثَى وَالْخُنْثَى وَالذَّكَرُ كَمَا مَرَّ، وَالْمُسْلِمَةُ وَالْكَافِرَةُ وَالْحُرَّةُ وَالْأَمَةُ وَسَوَاءٌ وَقَعَ الِاسْتِئْجَارُ مِنْهَا أَوْ مِنْ زَوْجِهَا أَوْ سَيِّدِهَا وَلَوْ أَرْضَعَتْهُ لَبَنَ غَيْرِهَا، كَجَارَتِهَا أَوْ أَجْنَبِيَّةٍ فَإِنْ كَانَ فِي إجَارَةِ الذِّمَّةِ اسْتَحَقَّتْ الْأُجْرَةَ أَوْ الْعَيْنَ فَلَا وَتُكَلَّفُ تَنَاوَلَ مَا يُزِيدُ اللَّبَنَ أَوْ يُصْلِحُهُ وَتَرْكَ مَا يَضُرُّ، وَلَوْ وَطْىَ حَلِيلِهَا وَإِذَا امْتَنَعَتْ أَوْ تَغَيَّرَ لَبَنُهَا أَوْ نَقَصَ ثَبَتَ الْخِيَارُ لِلْمُسْتَأْجِرِ. قَوْلُهُ: (وَالْحَضَانَةُ) مَأْخُوذَةٌ مِنْ الْحِضْنِ بِكَسْرِ الْحَاءِ لِضَمِّ الْحَاضِنَةِ الطِّفْلَ إلَيْهِ وَهُوَ مَا بَيْنَ الْإِبِطِ وَالْكَشْحِ. قَوْلُهُ: (حِفْظُ إلَخْ) عَبَّرَ فِيهِ بِالْمَصَادِرِ لِلْإِشَارَةِ إلَى أَنَّ الْمُرَادَ الْأَفْعَالُ، وَأَمَّا الْأَعْيَانُ كَالدُّهْنِ وَالْكُحْلِ بِضَمِّ أَوَّلِهِ فِيهِمَا فَعَلَى الْوَلِيِّ وَإِنْ جَرَتْ الْعَادَةُ بِخِلَافِهِ، وَقَالَ الْخَطِيبُ تُعْتَبَرُ الْعَادَةُ كَمَا فِي حِبْرِ النَّاسِخِ الْآتِي. قَوْلُهُ: (وَدَهْنِهِ وَكَحْلِهِ) بِفَتْحِ أَوَّلِهِمَا كَمَا مَرَّ. قَوْلُهُ: (وَالْإِرْضَاعُ) وَيُسَمَّى الْحَضَانَةَ الصُّغْرَى. قَوْلُهُ: (وَيَتْبَعُ) فَلَوْ نُفِيَ فِي الْعَقْدِ لَمْ يَصِحَّ.
قَوْلُهُ: (وَالْأَصَحُّ أَنَّهُ إلَخْ) قَالَ شَيْخُنَا م ر وَهَذَا كُلُّهُ فِي إجَارَةِ الذِّمَّةِ وَلَا يَجِبُ فِي إجَارَةِ الْعَيْنِ إلَّا تَسْلِيمُ نَفْسِهِ أَوْ الدَّابَّةِ عَارِيَّةً فَقَطْ إلَّا فِي السَّرْجِ فَيَجِبُ مُطْلَقًا كَالْبَرْذعَةِ. قَوْلُهُ: (حِبْرٌ) هُوَ إمَّا مِنْ الْحُبَارِ بِالضَّمِّ، وَهُوَ التَّأْثِيرُ لِتَأْثِيرِهِ فِي الْوَرَقِ أَوْ مِنْ التَّحْبِيرِ، وَهُوَ التَّحْسِينُ؛ لِأَنَّهُ يُحَسَّنُ بِهِ الْكُتُبُ وَالْقَلَمُ وَلِدَوَاةٍ كَالْحِبْرِ وَتَقَدَّمَ مَا يَجِبُ ذِكْرُهُ لِصِحَّةِ الْإِجَارَةِ وَمَا يَلْزَمُهُ إذَا غَلِطَ مَثَلًا. قَوْلُهُ: (وَخَيْطٌ وَكُحْلٌ) ، وَكَذَا صِبْغُ الصَّبَّاغِ وَطَلْعُ الْمُلَقِّحِ وَإِبْرَةُ الْخَيَّاطِ وَمَرْدُودُ الْكَحَّالِ وَذَرُورُهُ، وَمَرْهَمُ الْجَرَائِحِيِّ وَصَابُونُ الْغَسَّالِ.
[حاشية عميرة]
تَدْرِيسُ الْعِلْمِ، فَإِنْ كَانَ عَامًّا امْتَنَعَ، أَوْ مَسَائِلَ مَخْصُوصَةً لِأَشْخَاصٍ مُعَيَّنِينَ جَازَ لِانْضِبَاطِهِ.
فَرْعٌ: قَالَ ابْنُ الصَّلَاحِ: يَجِبُ عَلَى السُّلْطَانِ إخْرَاجُ أَهْلِ الْمَنْطِقِ مِنْ الْمَدَارِسِ.
فَرْعٌ: يَجُوزُ الِاسْتِئْجَارُ عَلَى الِاصْطِيَادِ وَنَحْوِهِ مِنْ الْمُبَاحَاتِ، وَأَفْتَى ابْنُ الصَّلَاحِ بِصِحَّةِ اسْتِئْجَارِ رَجُلٍ يُحْبَسُ مَكَانَهُ فِي الْحَبْسِ، وَفِيهِ نَظَرٌ؛ لِأَنَّهُ عُقُوبَةٌ.
قَوْلُهُ: (وَيَجِبُ تَعْيِينُ الرَّضِيعِ) أَيْ فَلَا يَكْفِي فِيهِ الْوَصْفُ. قَوْلُهُ: (دُونَ عَكْسِهِ) أَيْ لِئَلَّا تَصِيرَ الْعَيْنُ مَقْصُودَةً بِالْإِجَارَةِ قَالَ الْمُتَوَلِّي: وَالْخِلَافُ فِي الْحَضَانَةِ الْكُبْرَى، وَأَمَّا الصُّغْرَى فَتَدْخُلُ فِي الرَّضَاعِ قَطْعًا. قَوْلُ الْمَتْنِ: (وَالْحَضَانَةُ) أَيْ السَّابِقَةُ فِي كَلَامِهِ وَهِيَ الْكُبْرَى. قَوْلُ الْمَتْنِ: (وَدَهْنُهُ) هُوَ بِالْفَتْحِ، وَأَمَّا بِالضَّمِّ فَفِيهِ وَجْهَانِ. أَحَدُهُمَا: أَنَّهُ عَلَى الْأَبِ وَالثَّانِي اتِّبَاعُ الْعَادَةِ. قَوْلُهُ: (وَيَتْبَعُ إلَخْ) أَيْ فَالْمَنْفَعَةُ أَصْلٌ، وَاللَّبَنُ تَابِعٌ، وَالْمُرَادُ بِالْمَنْفَعَةِ هِيَ الْإِلْقَامُ لِلثَّدْيِ، وَوَضْعُ الصَّغِيرِ فِي الْحِجْرِ، وَعَصْرُهُ لَهُ عِنْدَ الْحَاجَةِ، وَتُسَمَّى هَذِهِ الْحَضَانَةُ الْحَضَانَةَ الصُّغْرَى. فَلَا يُشْكِلُ هَذَا بِمَا سَلَفَ؛ لِأَنَّ تِلْكَ حَضَانَةٌ كُبْرَى. قَوْلُ الْمَتْنِ: (فَالْمَذْهَبُ إلَخْ) الَّذِي فِي الشَّرْحِ وَالرَّوْضَةِ أَنَّا إنْ قُلْنَا: الْمَعْقُودُ عَلَيْهِ اللَّبَنُ وَالْحَضَانَةُ تَابِعَةٌ انْفَسَخَ الْعَقْدُ بِالْكُلِّيَّةِ أَوْ بِالْعَكْسِ، فَلَا وَيَتَخَيَّرُ أَوْ هُمَا وَهُوَ الْأَصَحُّ. انْفَسَخَ فِي الرَّضَاعِ وَفِي الْحَضَانَةِ قَوْلًا تَفْرِيقُ الصَّفْقَةِ، فَحِينَئِذٍ تَعْبِيرُ الْمُصَنِّفِ بِالْمَذْهَبِ صَحِيحٌ بِالنِّسْبَةِ لِلْحَضَانَةِ، فَإِنَّ هَذَا مِنْ صُوَرِ تَفْرِيقِ الصَّفْقَةِ فِي الدَّوَامِ. وَفِيهِ طَرِيقَانِ: إحْدَاهُمَا: قَوْلًا تَفْرِيقُ الصَّفْقَةِ فِي الِابْتِدَاءِ، وَالثَّانِيَةُ: الْقَطْعُ بِالتَّفْرِيقِ، وَإِذَا تَأَمَّلْت كَلَامَ الشَّارِحِ وَجَدْته أَشَارَ إلَى هَذَا.
فَرْعٌ: لَوْ أَرْضَعَتْهُ جَارِيَتُهَا قَالَ ابْنُ كَجٍّ: إنْ شَرَطَ إرْضَاعَهَا بِنَفْسِهَا لَمْ تَسْتَحِقَّ، وَإِذَا أَطْلَقَ اسْتَحَقَّتْ. قَوْلُهُ: (وَبَقَاءُ الْحَضَانَةِ) مَعْطُوفٌ عَلَى قَوْلِهِ يَسْقُطُ.
قَوْلُ الْمَتْنِ: (لَا يَجِبُ) أَيْ؛ لِأَنَّهَا أَعْيَانٌ، وَاغْتُفِرَ اللَّبَنُ لِلضَّرُورَةِ وَمِثْلُ هَذَا الصِّبَاغُ. فِي الْإِرْضَاعِ وَدُفِعَ بِأَنَّ دُخُولَ اللَّبَنِ لِلضَّرُورَةِ، وَالثَّالِثُ ذَكَرَهُ بِقَوْلِهِ (قُلْت صَحَّحَ الرَّافِعِيُّ فِي الشَّرْحِ الرُّجُوعَ فِيهِ إلَى الْعَادَةِ) قَالَ (فَإِنْ اضْطَرَبَتْ وَجَبَ الْبَيَانُ وَإِلَّا) أَيْ وَإِنْ لَمْ يُبَيَّنْ (فَتَبْطُلُ الْإِجَارَةُ وَاَللَّهُ أَعْلَم) وَعَبَّرَ فِي هَذَا بِالْأَشْبَهِ وَفِي الْأَوَّلِ فِي الْمُحَرَّرِ، بِالْمَشْهُورِ وَحَكَى فِي الشَّرْحِ الْخِلَافَ طُرُقًا.
فَصْلٌ: يَجِبُ عَلَى الْمُكْرِي (تَسْلِيمُ مِفْتَاحِ) الدَّارِ إلَى الْمُكْتَرِي. (لِيَتَمَكَّنَ مِنْ الِانْتِفَاعِ بِهَا) (وَعِمَارَتُهَا عَلَى الْمُؤَجِّرِ) كَبِنَاءٍ وَتَطْيِينِ سَطْحٍ وَوَضْعِ بَابٍ، وَمِيزَابٍ وَإِصْلَاحِ مُنْكَسِرٍ، وَغَلْقٍ يَعْسُرُ فَتْحُهُ: (فَإِنْ بَادَرَ وَأَصْلَحَهَا) فَلَا خِيَارَ (وَإِلَّا فَلِلْمُكْتَرِي الْخِيَارُ) لِتَضَرُّرِهِ بِنَقْصِ الْمَنْفَعَةِ.
(وَكَسْحُ الثَّلْجِ عَنْ السَّطْحِ عَلَى الْمُؤَجِّرِ) ؛ لِأَنَّهُ كَعِمَارَةِ الدَّارِ (وَتَنْظِيفُ عَرْصَةِ الدَّارِ عَنْ ثَلْجٍ وَكُنَاسَةٍ عَلَى الْمُكْتَرِي) أَمَّا الْكُنَاسَةُ فَلِحُصُولِهَا بِفِعْلِهِ إذْ فَسَّرُوهَا بِمَا يَسْقُطُ مِنْ الْقُشُورِ وَالطَّعَامِ وَنَحْوِهِ، وَأَمَّا الثَّلْجُ فَقَالَ فِي الرَّوْضَةِ لَيْسَ الْمُرَادُ، أَنَّهُ
ــ
[حاشية قليوبي]
وَمَاؤُهُ، وَحَطَبُ الْخَبَّازِ. قَوْلُهُ: (الرُّجُوعَ فِيهِ إلَى الْعَادَةِ) هُوَ الْمُعْتَمَدُ وَمَتَى وَجَبَ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ وَدَفَعَهُ لِلْأَجِيرِ فَإِنْ كَانَ نَحْوَ الصِّبْغِ وَالْخَيْطِ وَالْحِبْرِ مَلَكَهُ بِأَخْذِهِ، وَلَهُ التَّصَرُّفُ فِيهِ، وَإِنْ كَانَ نَحْوَ اللَّبَنِ وَالْكُحْلِ وَمَاءِ الْأَرْضِ، فَهُوَ بَاقٍ عَلَى مِلْكِهِ. كَذَا فِي عِبَارَةِ بَعْضِهِمْ، وَالْوَجْهُ أَنْ يُقَالَ إنَّ مَا وَجَبَ عَلَى الْمُسْتَأْجِرِ لَا يَمْلِكُهُ الْأَجِيرُ بِأَخْذِهِ، فَيَرُدُّ مَا فَضَلَ مِنْهُ مَا لَمْ يُوجَدْ إعْرَاضٌ عَنْهُ، وَمَا وَجَبَ عَلَى الْأَجِيرِ يَمْلِكُهُ الْمُسْتَأْجِرُ بِوَضْعِهِ فِي مِلْكِهِ أَوْ اسْتِعْمَالِهِ فِيهِ فَلَوْ دَفَعَ لَهُ نَحْوَ كُحْلٍ لَمْ يَمْلِكْهُ إلَّا بِاسْتِعْمَالِهِ مَا لَمْ يَكُنْ إعْرَاضٌ كَمَا مَرَّ فَتَأَمَّلْ.
Referensi
المجموع شرح المهذب جزء ١٦ص٢٦٥-٢٦٦
فإن قيل : مورد عقد الإجارة إنما هو المنافع لا الأعيان ولهذا لا يصح استئجار الطعام ليأكله والماء ليشربه وأما إجارة الظئر فعلى المنفعة وهي وضع الطفل في حجرها وإلقامه ثديها واللبن يدخل ضمنا وتبعا فهو كنقع البئر في إجارة الدار ويغتفر فيما دخل ضمنا وتبعا ما لا يغتفر في الأصول والمتبوعات
قيل : الجواب عن هذا من وجوه
أحدها : منع كون عقد الإجارة لا يرد إلا على منفعة فإن هذا ليس ثابتا بالكتاب ولا بالسنة ولا بالإجماع وغايته قياس محل النزاع على إجارة الخبز للأكل والماء للشرب وهذا من أفسدالأقيسة فإن الخبز تذهب عينه ولايستخلف مثله بخلاف اللبن فإنه لما كان يستخلف ويحدث شيأ فشيأ كان بمنزلة المنافع ثانيها أن الثمرة يجري مجرى المنافع والفوائد الوقف والعارية ونحوها وهذا تبرع بنماء المال وفائدته فمن دفع عقاره إلى من يسكنه فهو بمنزلة من دفع دابته إلى من يركبها أو
شجرة إلى من يستثمرها وبمنزلة من دفع أرضه إلى من يزرعها وبمنزلة من دفع شاته إلى من يشرب لبنها فهذه الفوائد
تدخل في عقود التبرع وكذلك تدخل في عقد الإجارة
Referensi
المجموع شرح المهذب – 4759/9792
(فرع)
قال الشافعي والأصحاب لا يجوز أن يستأجر البركة لأخذ السمك منها لأن الأعيان لا تملك بالإجارة فلو استأجر البركة ليحبس فيها الماء ليجتمع فيها السمك ويصطاده فوجهان
(أحدهما)
لا يجوز قاله الشيخ أبو حامد (وأصحهما) عند الأصحاب جوازه وبه قطع صاحب الشامل وآخرون لأن البركة يمكن الاصطياد بها فجازت إجارتها كالشبكة قالوا وقول الشافعي لا تجوز إجارة البركة للحيتان أراد به إذا حصل فيها سمك وأجرها لأخذ ما حصل فيها وهذه الإجارة باطلة لأنها إجارة لأخذ الغير فأما البركة الفارغة (1) والله أعلم
Referensi
بغية المسترشدين ص ٢٠٤
( مسألة ي)
استأجر بستانا لأخذ ثمره لم يصح لورود الإجارة على غير مقصود إذ الأعيان لاتملك قصدا بعقد الإجارة فحينئذ يكون الثمر مِضمونا على صاحبه بأقصى القيم وأسهل الطرق إلى تصحيح هذه المعاملة أن بأجره أرض البستان بأجره معلومة وينذر له بالثمر تلك المدة إذ يصح النذر بالمجهول والمعلوم ولايتوقف على قبض إه
Referensi
حاشية قليوبي وعميرة ج٣ص٧٣
قَوْلُهُ: (أَوْ تَكُونَ مَعْرُوفَةً) وَأَنْ يَقُولَ أَجَرْتُكَهَا لِلسُّكْنَى سَنَةً أَوْ لِتَسْكُنَهَا سَنَةً فَإِنْ قَالَ عَلَى أَنْ تَسْكُنَهَا أَوْ بِشَرْطِ أَنْ تَسْكُنَهَا أَوْ لِتَسْكُنَهَا وَحْدَك لَمْ تَصِحَّ. قَالَ شَيْخُنَا هَذَا إنْ كَانَ مِنْ الْمُؤَجِّرِ، فَإِنْ كَانَ مِنْ الْمُسْتَأْجِرِ صَحَّتْ. كَمَا قَالَ الصَّيْمَرِيُّ إنَّهُ لَوْ قَالَ اسْتَأْجَرْتهَا لِأَسْكُنَهَا وَحْدِي صَحَّ عَلَى الْأَصَحِّ وَلَيْسَ لَهُ سُكْنَى زَوْجَتِهِ مَعَهُ وَإِنْ حَدَثَتْ بَعْدَ الْعَقْدِ وَتَقَدَّمَ أَنَّهُ لَا بُدَّ مِنْ ذِكْرِ الْأُجْرَةِ، فَلَوْ قَالَ آجَرْتُكهَا كُلَّ شَهْرٍ بِدِينَارٍ لَمْ تَصِحَّ إلَّا فِي اكْتِرَاءِ الْإِمَامِ لِلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ، وَلَوْ قَالَ آجَرْتُكهَا هَذَا الشَّهْرَ بِدِينَارٍ وَمَا بَعْدُ بِحِسَابِهِ أَوْ آجَرْتُكهَا شَهْرًا بِدِينَارٍ فَإِذَا مَضَى فَقَدْ آجَرْتُك شَهْرًا آخَرَ بِحِسَابِهِ صَحَّتْ فِي الشَّهْرِ الْأَوَّلِ فَقَطْ، وَلَوْ قَالَ آجَرْتُكَهَا شَهْرًا ثَلَاثِينَ يَوْمًا كُلَّ يَوْمٍ بِدِرْهَمٍ فَبَانَ تِسْعَةً وَعِشْرِينَ بَانَ بُطْلَانُهَا لِتَعَذُّرِ الْجَمْعِ، كَذَا قِيلَ وَالْوَجْهُ حَمْلُ الشَّهْرِ عَلَى الْعَدَدِيِّ لَا الْهِلَالِيِّ، إلَّا إنْ صَرَّحَ بِاسْمِهِ كَشَهْرِ كَذَا، وَلَوْ قَالَ آجَرْتُكهَا سَنَةً كُلَّ شَهْرٍ بِدِرْهَمٍ صَحَّ وَيَكْفِي فِي تَقْدِيرِ الْمَنْفَعَةِ فِي السُّكْنَى تَقْدِيرُ زَمَنٍ يُقَابَلُ بِأُجْرَةٍ، وَلَوْ دُونَ يَوْمٍ عَلَى الْمُعْتَمَدِ وَاعْلَمْ أَنَّ مَنَافِعَ الْعَقَارِ وَالثِّيَابِ وَالْأَوَانِي وَنَحْوِهَا، لَا تُقَدَّرُ بِالزَّمَنِ؛ لِأَنَّهُ لَا عَمَلَ فِيهَا وَكَذَا الْإِرْضَاعُ وَالِاكْتِحَالُ وَالْمُدَاوَاةُ وَالتَّجْصِيصُ وَالتَّطْيِينُ وَنَحْوُهَا لِاخْتِلَافِ أَقْدَارِهَا.
Referensi
تحفة المحتاج مع حواشى الشروانى ج ٦ ص١٤٣
فإن لم تعلم كآجرتكما كل شهر بدينار لم يصح
(قَوْلُهُ فَإِنْ لَمْ تُعْلَمْ) أَيْ الْمَنْفَعَةُ كَأَجَّرْتُكَهَا كُلَّ شَهْرٍ بِدِينَارٍ إلَى قَوْلِهِ فَإِنْ قَالَ هَذَا الشَّهْرَ وَكُلَّ شَهْرٍ إلَخْ قَالَ فِي الرَّوْضِ فَرْعٌ آجَرَ شَهْرًا وَأَطْلَقَ صَحَّ وَجَعَلَ مِنْ حِينَئِذٍ لَا شَهْرًا مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ وَفِيهَا غَيْرُهُ وَآجَرْتُك مِنْ هَذِهِ السَّنَةِ كُلَّ شَهْرٍ بِدِرْهَمٍ فَاسِدٍ وَكَذَا لَوْ قَالَ كُلَّ شَهْرٍ مِنْهَا لَا هَذِهِ السَّنَةِ كُلَّ شَهْرٍ بِدِرْهَمٍ انْتَهَى قَالَ فِي شَرْحِهِ وَلَوْ قَالَ أَجَرْتُك هَذَا الشَّهْرَ بِدِينَارٍ وَمَا زَادَ فَبِحِسَابِهِ صَحَّ فِي الشَّهْرِ الْأَوَّلِ قَالَهُ الْبَغَوِيّ قَالَ فِي الْمَجْمُوعِ فِي بَيْعِ الْغَرَرِ اجْمَعُوا عَلَى جَوَازِ الْإِجَارَةِ شَهْرًا مَعَ أَنَّهُ قَدْ يَكُونُ ثَلَاثِينَ يَوْمًا وَقَدْ يَكُونُ تِسْعَةً وَعِشْرِينَ بَطَلَ، كَمَا لَوْ بَاعَ الصُّبْرَةَ بِمِائَةِ دِرْهَمٍ كُلَّ صَاعٍ بِدِرْهَمٍ فَخَرَجَتْ تِسْعِينَ مَثَلًا انْتَهَى أَيْ فَيَسْقُطُ الْمُسَمَّى وَتَجِبُ أُجْرَةُ الْمِثْلِ (قَوْلُهُ أَيْ بِمَحَلِّهِ)
Referensi
المجموع شرح المهذب جزء ١٥ ص ٣٨٨
ولو أهدى له شيئا على أن يقضى له حاجة فلم يفعل لزمه رده ان بقى والا فبدله كما قاله الاصطخرى، فإن كان فعلها حل، أي وإن تعين عليه تخليصه بناء على الاصح أنه يجوز أخذ العوض على الواجب إذا كان فيه كلفة، خلافا لما يوهمه كلام الاذرعى وغيره هنا
Referensi
كشاف القناع الجزء الثالث ص : ٥٦٣ الحنابلة
قال ابن عقيل: يجوز إستئجار البئر ليستقى منه أياما معلومة أو يستقى منها دلاء معلومة -إلى أن قال- لأنه إنما يملك بالحيازة كما تقدم قال فى المغنى: وهذا التعليل يقتضى أنه يجوز أن يستأجر منه بركته ليصطاد منها السمك مدة معلومة إنتهى وهو واضع إذا لم تعمل للسمك لأهواء البركة وعمقها فيه نوع انتفاع بمرور آلة الصيد والسمك يؤخذ على الإباحة وأما إذا علمت للسمك فإنه يملك بحصوله فيها كما يأتى فى الصيد فلاتصح الإجارة لأخذه لكن إن أجّرها قبل حصول السمك بها لمن يصطاده منها مدة معلومة صح فإذا حصل فيها فله صيده
Referensi
شرح الكبير لابن قدامة ج٦ص٢٢ الحنابلة
– مسألة: (وإن أكْراه دابَّةً عَشَرَةَ أيام بعَشَرَةِ دَراهِمَ، فما زادَ فله بكلِّ يوم دِرْهَمٌ، فقال أحمدُ) في رِوايةِ أبي الحارِثِ (هو جائِزٌ)
ونَقَل ابنُ منصورٍ عنه في مَن اكْتَرَى دابَّةً مِن مَكةَ إلى جُدَّةَ بكذا، فإن ذَهَب إلى عَرَفاتٍ بكذا. فلا بَأسَ. ونَقَل عبدُ اللهِ عنه، لو قال: أكْرَيتُكَها (١) بعَشَرَةٍ. فما حَبَسَها فعليه في كلِّ يوم عَشَرَة، أنَّه يَجُوزُ. وهذه الرِّواياتُ تَدُلُّ على أن مَذْهَبَه، أنَّه متى قَدَّرَ لكلِّ عَمَل مَعْلُوم أجْرًا مَعْلُومًا، صَح. وتَأوَّلَ القاضِي هذا كُلَّه، على أنه يَصِح في الأوَّلِ ويَفْسُدُ في الثانِي؛ لأنَّ مُدَّتَه غيرُ مَعْلُومةٍ، فلم يَصِحَّ العَقْدُ فيه، كما لو قال: اسْتَأجَرْتُكَ لتَحْمِلَ لي هذه الصُّبْرَةَ، وهي عَشَرَةُ أقْفِزَةٍ بدِرْهَم، وما زادَ فبِحِسابِ ذلك. قال شيخُنا (٢): والظّاهِرُ عن أحمدَ خِلافُ هذا، فإنَّ قَوْلَه: فهو جائِزٌ. عادَ إلى جَمِيعِ ما ذَكَرَ (٣) قبلَه، وكذلك قولُه: لا بَأسَ. ولأنَّ لكلِّ عَمَلٍ عِوَضًا مَعْلُومًا، فَصَحَّ، كما لو اسْتَقَى له كل دَلْو بتَمْرَةٍ، وقد ثَبَت الأصْلُ بالخَبَرِ الوارِدِ فيه [على ما نَذْكُرُه] (٤). ومَسائِلُ الصُّبْرَةِ لا نَصَّ فيها عن الإمامِ، وقِياسُ نُصُوصِه صِحَّةُ الإجارَةِ، وإن سُلِّمَ فَسادُها؛ فلأنَّ القُفْزانَ التي شَرَطَ حَمْلَها (٥) غيرُ مَعْلُومةٍ بتَعْيِينٍ ولا صِفَةٍ، وهي مُخْتَلِفةٌ، فلم يَصِحَّ الْعَقْدُ؛ لجَهالتِها، بخِلافِ الأيامِ، فإنَّها مَعْلُومة.- إلى ان قال –
– مسألة: (وإن سَمَّى لكل يوم شَيئًا مَعْلُومًا، فجائِزٌ) وقال الشافعي: لا يَصِحُّ؛ لأنَّ مُدَّةَ الإجارَةِ مَجْهُولةٌ. ولنا، أن عَلِيًّا، رَضِيَ الله عنه، أجَر نَفْسَه كُلَّ دَلْو بتَمْرةٍ، وكذلك الأنْصارِيُّ، فلم يُنْكِرْه النبي – صلى الله عليه وسلم – (١). ولأنَّ كلَّ يَوْم مَعْلُومٌ مُدَّتُه وأجْرُه، فصَحَّ، كما لو أجَرَه شَهْرًا كُلَّ يَوْمٍ بدِرْهم، أو اسْتَأجَرَه لنَقْلِ صُبْرَةٍ مَعْلُومَةٍ كُلَّ قَفِيز بدِرْهَمٍ إذا ثَبَت هذا، فلا بُدَّ مِن تَعْيِينِ ما يَسْتَأجرُ له، مِن رُكُوبٍ، أو حَمْلٍ مَعْلُوم (٢). ويَسْتَحِقُّ الأجْرَ المُسَمَّى لكلِّ يوم، سواء أقامَتْ أو سارَتْ؛ لأنَّ المنافِعَ ذَهَبت في مُدَّتِه، أشبَهَ ما لو اكْتَرَى دارًا وغَلَقها ولم يَسْكُنها
WallahuA’lambisshowab.