
MEMBELI SAMBIL BERAMAL SEDEKAH
Assalamu Alaikum.
Pertanyaan:
Demi memajukan pesantren banyak hal yang dilakukan khusus nya oleh pengurus pesantren, mulai dari peningkatan kualitas koperasi, seperti contoh ketika menjelang liburan pesantren ada yang mewajibkan para santrinya untuk membeli seperti buku,karya ilmiah dan kalender yang mana itu semua produk dari pesantren tersebut, ironisnya hal tersebut menjadi syarat pulang, terpaksa para santrinya membelinya, karena takut tidak diperbolehkan pulang.
Pertanyaan :
Bagaimana hukum transaksi sebagaimana dalam deskripsi?
Wa alaikumussalam.
Jawaban
Santri yang diwajibkan oleh pengurus pesantren untuk membeli buku,kalender,dan karya ilmiyah,itu bisa dibenarkan secara syariat.
Alasannya ialah: Karena begitu santri itu dipasrahkan kepada pengasuh pesantren,santri itu berjanji akan mematuhi terhadap peraturan dan kebijakan pesantren.
Menurut imam Al Mundziri:Santri itu wajib memenuhi janji santri itu kepada pengasuh pesantren,tapi dengan syarat jika janji itu adalah janji yang diperbolehkan oleh syariat,dan bukan janji yang diharamkan oleh syariat.
Referensi:
سراج المنير ج 3 ص 406
المسلمون على شروطهم) الجائزة شرعًا أي ثابتون عليها واقفون عندها قال العلقمي قال المنذري وهذا في الشروط الجائزة دون الفاسدة* وهو من باب ما أمر فيه بالوفاء بالعقود يعني عقود الدين وهو ما ينفذه المرء على نفسه ويشترط الوفاء من مصالحة ومواعدة وتمليك وعقد وتدبير وبيع وإجازة ومناكحة وطلاق وزاد الترمذي بعد قوله على شروطهم إلا شرط حرم حلالًا أو حلل حرامًا يعني فإنه لا يجب الوفاء به بل لا يجوز لحديث كل شرط ليس في كتاب الله فهو باطل وحديث من عمل عملًا ليس عليه أمرنا فهو رد فشرط نصرة الظالم والباغي وشن الغارات على المسلمين من الشروط الباطلة المحرمة
Berikut dalil dan hadits yang menjelaskan tentang beramal infak
Pertama : Allah berfirman QS At-Talaq ayat 7
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِۦ ۖ وَمَن قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُۥ فَلْيُنفِقْ مِمَّآ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا ۚ سَيَجْعَلُ ٱللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan. (QS. At-Talaq: 7)
Kedua , Surat Saba’ ayat 39
قُلْ اِنَّ رَبِّيْ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ مِنْ عِبَادِهٖ وَيَقْدِرُ لَهٗ ۗوَمَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهٗ ۚوَهُوَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ – ٣٩
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.” Suatu apa pun yang kamu infakkan pasti Dia akan menggantinya. Dialah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS. Saba’: 39)
Kedua ayat al-Qur’an tersebut diatas menjelaskan kewajiban seorang suami untuk memberi nafkah; mencukupi kebutuhan keluarganya. Dijelaskan menarik oleh Syaikh Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya Al-Tafsir al-Munir fi al-‘Aqidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, memberi nafkah adalah kewajiban bagi seroang suami tetapi itu disesuaikan dengan kemampuan dan kadar rizkinya. Jika ia kaya maka ia menafkahi keluarganya sesuai dengan kekayaannya, tetapi jika ia miskin ia menafkahi keluarganya sesuai dengan rizkinya. Dan nafkah disesuaikan dengan kondisi yang ada yang berlaku di masyarakat setempat. Dan tidak ada yang mengetahui kadar kemampuan seseorang dalam memberi nafkah kecuali dirinya, karena itulah ia sendiri yang bisa menyesuaikan dengan kondisinya dalam memberi nafkah kepada keluarganya.
Meski memberi nafkah merupakan sebuah kewajiban, tetapi hal itu tidak perlu ditakutkan dan dirisaukan oleh seorang suami yang menjadi kepala rumah tangga. Sebab sebagaimana dijelaskan Allah swt dalam al-Qur’an surat Saba ayat 39 diatas bahwa rizki itu sudah ditentukan Allah swt; lapang dan sempitnya. Dan menariknya, Allah telah berjanji bahwa segala nafkah atau infak yang dikeluarkan akan mendapat ganti yang lebih baik dari Allah swt yang maha pemberi rezeki.
Tidak hanya itu, memberi nafkah kepada keluarga merupakan infak terbaik yang dikeluarkan seseorang dari pada infak yang dikeluarkan untuk berjihad di jalan Allah.
Ketiga : Dijelaskan Rasulullah saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Abdurrahman Tsauban berikut
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «دينار أنفقته في سبيل الله، ودينار أنفقته في رقبة، ودينار تصدقت به على مسكين، ودينار أنفقته على أهلك، أعظمها أجرًا الذي أنفقته على أهلك».
Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah saw bersabda,: “Dinar yang kamu infakkan di jalan Allah, dan dinar yang kamu infakkan untuk memerdekan budak, dan dinar yang kamu shadaqahkan kepada orang miskin, dan dinar yang yang kamu infakkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah dinar yang kamu infakkan kepada keluargamu”. (Shahih Muslim, Kitab al-Zakat Bab Fadl al-Nafaqah ‘ala al-‘Iyal, no. 995)
Keempat:
عن ثوبان – رضي الله عنه- مولى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: قَالَ رسولُ اللَّه -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم-:
«َأفضل دينار ينُفِقُهُ الرجل: دينار ينفقه على عياله، ودينار ينفقه على دَابَّتِهِ في سبيل الله، ودينار ينفقه على أصحابه في سبيل الله».
Abu Abdurrahman Tsauban bin Bujdud, maula (santri dalem) Rasulullah saw meriwatkan, Rasulullah saw bersabda,: “Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang diinfakkan kepada keluarganya, dinar yang ia infakkan untuk berjuang di jalan Allah, dan dinar yang ia infakkan untuk kawan-kawan seperjuangannya di jalan Allah”. (HR. Muslim, Kitab al-Zakat Bab Fadl al-Nafaqah ‘ala al-‘Iyal, no. 994)
Adapun orang yang mampu memberi nafkah, atau orang yang tidak memberi nafkah kepada keluarganya merupakan hal yang dilarang dan mendapat dosa. Hal ini sebagaimana dijelaskan Rauslullah saw dalam hadisnya:
Khaitsamah meriwayatkan, Ketika kami sedang duduk Bersama Abdullah bin Amru, datang kepadanya seorang wakilnya. Ia pun lalu masuk dan berkata,: “apakah kamu sudah memberi makan budak kalian?”. Orang yang ditanyai menjawab,: “Belum”. Abdullah bin Amru lalu berkata kepadanya,: “kembalilah dan beri mereka makanan!”. Rasulullah saw telah bersabda,: “Cukuplah seseorang berdosa jika seseorang menahan makanan (tidak memberi makanan) kepada orang yang menjadi tanggungannya”.
Intinya, menafkahi keluarga merupakan perintah dari Allah yang menjadi kewajiban seorang suami atau kepala rumah tangga, dan dinilai sebagai infak terbaik yang akan mendapat pahala yang besar dari Allah serta menjadi jalan dilapangkan rezeki. Dan pastinya pemberian nafkah disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Kelima: Hadits Rasulullah
مانقص مال من صدقة بل يزدد بل يزدد
“Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, bahkan bertambah, bahkan bertambah.”
Sehingga menjadi sangat wajar apabila seorang yang sudah bersedekah maka Allah akan membukakan pintu rezeki yang lebih banyak. Artinya seseorang apabila sadar dan mengetahui bahwa cara dan jalan pintas untuk menjadi kaya adalah dengan bersedekah dan infak di jalan Allah.
KESIMPULAN
Santri yang diwajibkan oleh pengurus pesantren untuk membeli buku, kalender,dan karya ilmiyah, itu bisa dibenarkan secara syariat.
Alasannya ialah: Karena begitu santri itu dipasrahkan kepada pengasuh pesantren, santri itu berjanji akan mematuhi terhadap peraturan dan kebijakan pesantren.
Adapun bershadaqah lewat membeli merupakan perbuatan mulia, karena jika kita memberikan uang Rp 1000 atau 2000 kepada seseorang atau penjual, kadang banyak yang minder untuk menerimanya bahkan mungkin ada yang tersinggung dan menolak atau bahkan merasa tidak ada harga diri. Muncul di pikiran, alangkah hinanya menerima Rp 1000.
Tetapi berbeda hal jika kita bershadaqah dengan membeli barangnya meski Rp 1000 atau Rp 2000 bahkan lebih dari itu pasti akan diterima. Ini merupakan siasat yang baik dalam bershadaqah.Hal ini saya coba mengutip perkataan dua ulama tanah air, yakni Syekh Abdul Ghouts (Abah Aos), seorang Mursyid Thariqah Qadiriyyah wa Naqsabandiyah di Pondok Pesantren Sirnarasa Tasik Malaya, Jawa Barat dan KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha), seorang kiai pengasuh pondok pesantren Tahfidul Qur’an LP3IA. Keduanya mengatakan bahwa secara tidak langsung membeli merupakan aktivitas bershadaqah, yakni shadaqahnya seorang pembeli kepada penjual.
Jadi seluruh santri, Patuhilah undang-undang Pesantren dan bantulah walau dengan cara membeli berupa buku karya ilmiya ataupun al-mana’ (Kalendir) Karena dengan cara tersebut kita secara tidak langsung telah bershadaqah kepada Pondok pesantren.
Begitu juga halnya santri membeli diKoperasi pesantren ini sangatlah membantu dalam rangka untuk mengembangkan kebutuhan-kebutuhan yang ada dipondok pesantren karena bagaimanapun juga hasil dari penjualannya akan kembali kepada lembaga itu sendiri
Demikianlah, manusia dianjurkan bershadaqah semampunya, bisa secara langsung, bisa dengan membeli karya buku ilmiyah, kalender membeli dikoprasi pesanteren , atau memberi upah jasanya dll..
Wallahu A’lam bisshowab