HUKUMNYA BERSHODAQOH DALAM KONDISI WAJIB BAYAR HUTANG

Assalaamu warohmatullahi wabarakaatuh

Deskripsi masalah.
Terkadang kita banyak melihat hal-hal yang perlu dibantu baik itu merupakan pembangunan masjid, musholla maupun orang yang sedang datang kerumah-rumah dengan meminta-minta atau ( pengemis ) atau orang yang taklagi mampu bekerja mencari penghasilan ekonomi semisal lansea dll.sementara orang yang dimintai punya beban hutang yang harus dibayar karena untuk biaya orang yang wajib di nafkahi seperti biaya anak maupun keluarga.

Pertanyaannya.
Bolehkan bershodaqoh disaat wajib bayar hutang sebagaimana deskripsi ?

Jawaban:.
Tidak boleh bershodaqoh disaat wajib bayar hutang, bahkan sunnah tidak bershodaqoh kecuali jika yakin dapat membayar hutang dari penghasilan yang lain, jika tidak ada penghasilan lain maka ada yang berpendapat haram bersedekah .Karena yang semestinya harus didahulukan adalah membayar hutang.Ini menurut Syafiiyah.Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pendapatnya para ulama’ fiqh berikut:

Referensi:


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الصدقة على ظهر غنى وابداء بمن تعول(رواه البخاري)

Rosulullah bersabda: Sedekah itu adalah ketika sedang cukup hartanya. Dan hendaklah kamu memulai bersedekah kepada orang yang kamu tanggung nafkah(belanja)nya( Hadits Riwayat Bukhori)

محلى ج ٣ ص ٢٠٥

( ومن عليه دين أو له من تلزم نفقته يستحب أن لاتصدق)

وفى المحرر وغيره لايستحب له الصدقة، حتى يؤدي ماعليه فالتصدق بدون أدائه خلاف المستحب، وربما قيل يكره ، قلت الأصح تحريم صدقته بمايحتاج إليه لنفقته من تلزمه نفقته أو لدين لايرجو له وفاء ، لو تصدق .والله أعلم فإن رجا وفاء من جهة أخرى قال فى الروضة فلابأس بالصدق بمايحتاج إليه النفقة نفسه قيل يحرم ، وإن الأول أصح أى إنه لايستحب وربما قيل يكره

……………………………………

Pandangan Ulama’ Madzhab tentang bershodaqoh dalam kondisi wajib bayar hutang.

A]• Menurut Madzhab Imam Abu Hanifah

Melunasi hutang lebih penting daripada bersedekah Karena mengurus diri sendiri dan keluarga LEBIH WAJIB dibandingkan mengurus orang lain

قال بدر الدين العيني الحنفي رحمه الله في عمدة القاري شرح صحيح البخاري :

” والمعنى أن شرط التصدق أن لا يكون محتاجاً ، ولا أهله محتاجاً ، ولا يكون عليه دين، فإذا كان عليه دين : فالواجب أن يقضي دينه ، وقضاء الدين أحق من الصدقة والعتق والهبة؛ لأن الابتداء بالفرائض قبل النوافل ، وليس لأحد إتلاف نفسه وإتلاف أهله وإحياء غيره ، وإنما عليه إحياء غيره بعد إحياء نفسه وأهله ؛ إذ هما أوجب عليه من حق سائر الناس
[انظر كتاب “عمدة القاري شرح صحيح البخاري” (13/327)

Imam Badr ad-Din al-‘Ayni Al Hanafiy rahimahullahu (semoga Allah merahmatinya) berkata:

Yang dimaksud dengan syarat bersedekah adalah tidak ada yang membutuhkan dan tidak ada keluarganya yang membutuhkan, dan tidak ada dalam hutang. Jika seseorang berhutang, yang diperlukan adalah melunasi hutangnya. Melunasi hutang lebih penting daripada bersedekah, membebaskan budak dan memberi hadiah, karena seseorang harus memulai dengan hal-hal wajib sebelum hal-hal sunnat. Tidak ada yang berhak menghancurkan dirinya sendiri dan keluarganya sambil menyelamatkan orang lain. Melainkan dia harus membantu orang lain setelah mengurus dirinya dan keluarganya, karena mengurus mereka (dirinya dan keluarganya) lebih wajib baginya daripada mengurus orang lain.
[Lihat Kitab ‘Umdat al-Qaari’ Sharh Saheeh al-Bukhaari, 13/327. Karya Imam Badruddin Al ‘Ainiy Al Hanafiy]

B]• Menurut Madzhab Imam Malik

Hutang itu lebih pantas dilunasi daripada sedekah dan TIDAK SAH HUKUM SEDEKAHNYA

وقال الامام ابن بطال المالكي رحمه الله في كتابه فتح الباري شرح صحيح البخاري:

“وأما قوله: وأما من تصدق وعليه دين، فالدين أحق أن يقضى من الصدقة والعتق والهبة، وهو رد عليه. فهو إجماع من العلماء لا خلاف بينهم فيه” انتهى
[انظر كتاب “شرح صحيح البخاري”(3/430)].

Imam Ibnu Battal Al Malikiy rahimahullah dalam kitabnya Syarhu Shahih Al Bukhariy berkata: Berkenaan dengan sabdanya :

“Barangsiapa yang bersedekah padahal dia berhutang, hendaknya dipahami bahwa hutang itu lebih pantas dilunasi daripada sedekah, membebaskan budak atau memberi hadiah. , dan itu (amal atau hadiah) tidak sah, ” hal tersebut merupakan kesepakatan para ulama dan tidak ada perbedaan pendapat diantara mereka .
[Lihat Kitab Syarh Shahih al-Bukhaari, 3/430. Karya Imam Ibnu Bathal Al Malikiy].

C]• Menurut Madzhab Imam Asy Syafi’iy

WAJIB bagi orang yang berhutang untuk tidak bersedekah sampai dia melunasi hutangnya

وجاء في كتاب “المنهاج مع شرحه مغني المحتاج” للإمام الخطيب الشربيني الشافعي رحمه الله تعالى :

وَمَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْ وَلَهُ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ يُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَتَصَدَّقَ حَتَّى يُؤَدِّيَ مَا عَلَيْهِ. قُلْتُ: الْأَصَحُّ تَحْرِيمُ صَدَقَتِهِ بِمَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ لِنَفَقَةِ مَنْ تَلْزَمُهُ نَفَقَتُهُ أَوْ لِدَيْنٍ لَا يَرْجُو لَهُ وَفَاءً،. انتهى .
[انظر كتاب المنهاج مع شرحه مغني المحتاج” : 4/197. للإمام الخطيب الشربيني الشافعي. وانظر “روضة الطالبين” : (2/342). للإمام النووي الشافعي].

Dikatakan dalam al-Minhaaj ma’a Sharhihi Mughni al-Muhtaaj karya Imam Al Khathib Asy Syarbiniy Asy Syafi’iy rahimahullahu:

Jika seseorang berhutang, wajib baginya untuk tidak bersedekah sampai dia melunasi hutangnya. Saya berkata: Pendapat yang lebih benar adalah haram baginya untuk bersedekah apa yang dia butuhkan untuk pemeliharaan orang-orang yang wajib dia belanjakan atau untuk membayar hutang yang dia tidak memiliki harapan untuk melunasinya.
[Lihat Kitab Al Minhaj Ma’a Syarhihi Mughni Al Muhtaj : 4/197. Karya Imam Al Khatib Asy Syarbiniy Asy Syafi’iy. Dan Lihat Kitab Raudlotu Ath Thalibin : 2/342. Karya Imam An Nawawiy Asy Syafi’iy. Dan Lihat Kitab Raudlat Ath-Taalibien, 2/342. Karya Imam An Nawawiy Asy Syafi’iy].

D]• Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal

TIDAK BOLEH bagi yang berhutang untuk bersedekah yang akan mencegahnya melunasi hutangnya

وقال الامام ابن قدامة الحنبلي رحمه الله في كتابه الكافي:

” ومن عليه دين لا يجوز أن يتصدق صدقة تمنع قضاءها ؛ لأنه واجب فلم يجز تركه ” انتهى
[انظر كتاب “الكافي”(1/431)].

Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu (semoga Allah merahmatinya) mengatakan:

Jika seseorang berhutang, tidak boleh baginya untuk bersedekah yang akan mencegahnya melunasinya, karena itu wajib (melunasi) dan tidak diperbolehkan untuk menahan diri dari melakukannya.
[Lihat Kitab Al-Kaafi : 1/431. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy].

وقد جاء في الإنصاف للمرداوي الحنبلي رحمه الله تعالى:

وَسَأَلَهُ جَعْفَرٌ: مَنْ عَلَيْهِ دَيْنٌ يَتَصَدَّقُ بِشَيْءٍ؟ قَالَ: الشَّيْءِ الْيَسِيرِ. وَقَضَاءُ دَيْنِهِ أَوْجَبُ عَلَيْهِ. قُلْت: وَهَذَا الْقَوْلُ هُوَ الصَّوَابُ. اهــ.

Hukum Tidak Membayar Hutang dalam Islam beserta Dalilnya.

Tidak membayar hutang dalam Islam dianggap sebagai perbuatan tercela yang harus dijauhi. Pasalnya, hutang adalah janji yang harus ditepati. Jika seorang muslim ingkar terhadap janjinya, maka dosa yang akan ditanggung hingga akhir hayatnya. Pemahaman ini sangat penting diketahui oleh umat Muslim karena akan berdampak juga pada kehidupan setelah mati nanti. Banyak ulama’ yang mengungkapkan bahwa orang yang masih memiliki hutang tidak akan bisa masuk surga. Oleh karena itu, mari mengkaji lebih lanjut tentang hukum membayar hutang dan dalilnya dalam agama Islam.

Apa Hukum Hutang dalam Islam?
Mengutip buku Konstruksi Hukum Jaminan Syariah dalam Akad Pembiayaan Mudharabah di Era Revolusi Industri 4.0 oleh Zainal Arifin (2022), utang dan piutang adalah hal yang diperbolehkan dalam agama Islam karena tergolong sebagai akad ta’awun (tolong menolong). Sedangkan hukum membayar utang dalam Islam adalah wajib dan tidak boleh menunda untuk melunasinya jika sudah ada rezeki. Orang yang berhutang dan tidak berniat membayarnya akan mendapatkan dosa.
Apabila tidak mampu melunasi hutang sesuai batas waktu yang sudah dijanjikan, sebaiknya dilakukan musyawarah untuk diambil jalan tengahnya. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir timbulnya konflik antara pihak yang berhutang dengan pihak yang memberikan hutang.

Dalil Membayar Utang

Allah SWT telah menerangkan secara gamblang mengenai bab berhutang. Adapun dalil mengenai perkara tersebut dijelaskan di ayat ini.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menuliskannya.” (QS. Al Baqarah: 282).

Dampak Tidak Membayar Hutang bagi Umat Muslim
Umat Islam yang tidak berusaha melunasi hutang-hutangnya tidak hanya mendapatkan dosa, melainkan juga adzab dari Allah SWT. Beberapa adzab yang sebaiknya menjadi renungan yaitu sebagai berikut:

  1. Tidak Masuk Surga
    Orang yang wafat namun meninggalkan hutang tidak akan masuk surga. Rasulullah SAW bersabda:
    عَنْ ثَوْبَانَ مَوْلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِيءٌ مِنْ ثَلَاثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنْ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ “Barangsiapa disaat ruhnya berpisah dengan jasadnya ia terbebas dari tiga hal maka ia akan masuk surga, yaitu; sombong, mencuri ghanimah sebelum dibagi dan hutang.” (HR. Ibnu Majah).
  1. Orang yang Berhutang Jiwanya Masih Tergantung
    Orang muslim yang masih memiliki hutang saat meninggal jiwanya masih terpasung. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah berikut:
    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
    Dari Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jiwa seorang mukmin itu bergantung dengan hutangnya hingga terbayar.” (HR. Ibnu Majah).
  2. Pahalanya Diambil untuk Bayar Utang
    Pahala orng yang meninggal akan diambil jika masih memiliki hutang duniawi. Rasulullah SAW bersabda.
    عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِيَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ

Dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa meninggal sementara ia mempunyai tanggungan hutang satu dinar atau satu dirham, maka akan diganti dari pahala kebaikannya pada hari yang dinar dan dirham tidak berguna lagi.” ( HR. Ibnu Majah ).
Azab orang yang tidak bayar hutang sangat mengerikan ketika di akhirat. Oleh karena itu, jika sudah memiliki rezeki sebaiknya segeralah membayar karena kematian bisa menjemput manusia kapan saja, dan dimanapun saja berada, jika hal itu sudah sampai waktunya .sedangkan manusia tidak bisa lari dari kematian.Sebagaima firman Allah.

Surat An-Nisa Ayat 78


أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?

Wallohu A’lam bisshowab

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *