
JATUHNYA TALAK DALAM SINDIRAN BERGANTUNG PADA NITAN
Assalamualaikum.
Deskripsi masalah.
Pertemanan atau Persahabatan merupakan istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara yang satu dengan lainya hal itu dapat terwujud karena didasarkan adanya pemahaman baik yang sifatnya pribadi maupun sosial.
Dalam masalah ini ada seorang suami mengungkapkan kepada temannya dengan mengatakan ” tangan istriku seperti tangan ibuku “.
Pertanyaannya.
Apakah termasuk zhihar dan jatuh talak ungkapan sebagaimana deskripsi. ?
Waalaikumusaalam.
Jawaban:
Hal itu termasuk kinayah dzihar.
Alasannya ialah:
Jika suami berkata kepada istrinya:Kamu bagiku seperti ibuku,maka tidak termasuk dzihar kecuali dengan niat dzihar.Alasannya ialah karena ada kemungkinan istrinya itu seperti ibunya didalam kemuliaannya.
المصنّف رحمه الله: (وإن قال: أنتِ عليَّ كأمِّي أو مثْل أمي، لم يكنْ ظهاراً إلا بالنيَّةِ، لأنه يحتملُ أنها كالأم في التحريمِ أو في الكرامةِ فلم يُجْعَلْ ظهاراً من غير نيةٍ، كالكنايات في الطلاق
I’anah ath-Thalibin:
وَإِمَّا كِنَايَةٌ كَأَنْتِ كَأُمِّي أَوْ كَعَيْنِهَا أَوْ غَيْرِهَا مِمَّا يُذْكَرُ لِلْكَرَامَةِ كَرَأْسِهَا، فَإِنْ قَصَدَ الظِّهَارَ كَانَ ظِهَارًا وَإِلَّا فَلاَ. البكري محمد شطا، إعانة الطالبين، بيروت-دار الفكر، 1418هـ/1998م، ج، 4، ص. 43)
(Shighat zhihar) ada kalanya berupa shighat kinayah seperti perkataan suami: ‘Kamu seperti ibuku atau seperti matanya” atau selainnya berupa hal-hal yang disebutkan karena kemuliannya seperti: Kamu seperti kepalanya. Maka jika ia (suami) bermaksud untuk men-zhihar maka jatuhlah zhihar, dan jika tidak, maka tidak ada zhihar”.
keterangan dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah seorang ulama dari kalangan madzhab hanbali:
✍️ فَصْلٌ: وَإِنْ قَالَ: كَشَعْرِ أُمِّي، أَوْ سِنِّهَا، أَوْ ظُفْرِهَا. أَوْ شَبَّهَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ مِنْ امْرَأَتِهِ بِأُمِّهِ، أَوْ بِعُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِهَا، لَمْ يَكُنْ مُظَاهِرًا (ابن قدمة، المغني، مكتبة القاهرة، 1388هـ/1968م، ج، 8، ص. 11
“Jika seorang suami mengatakan kepada istrinya: ‘👉Kamu seperti rambut ibuku, giginya, atau kukunya’. Atau ia (suami) menyerupakan sesuatu yang ada pada istri dengan ibunya atau dengan salah anggota tubuh ibunya maka suami tersebut tidaklah masuk kategori orang yang melakukan zhihar”. (Ibnu Qudamah, al-Mughni, Maktabah al-Qahirah, 1388 H/1968 M. juz, 8, h. 11)✍️
Jawaban :
MENYEBUT ANGGOTA TUBUH ISTRI SELAIN PUNGGUNGNYA MENYAMAKAN DENGAN ORGAN TUBUH MILIK IBUNYA APAKAH TERMASUK DZIHAR?
أ]. عند الشافعية | Menurut Pengikut Madzhab Imam Asy Syafi’iy
Menurut pendapat yang Ashah (paling benar) menyamakan anggota tubuh istri pada anggota badan selain punggung ibu YANG TIDAK DISEBUTKAN/DITUNJUKKAN untuk kemuliaan atau keagungan MAKA HAL ITU DISEBUT DZIHAR
Namun jika menyamakan anggota tubuh istri dengan selain punggung ibu DENGAN MAKSUD MENUNJUKKAN akan kemuliaan atau keagungan MAKA HAL ITU TIDAK DISEBUT DZIHAR
Dan jika mutlak tidak ada maksud apapun juga TIDAK MENJADI DZIHAR
جاء في كتاب المهذب للإمام الشيرازي الشافعي رحمه الله تعالى:
وإن شبهها بعضو من أعضاء الأم غير الظهر بأن قال أنت عليَّ كفرج أمي أو كيدها أو كرأسها فالمنصوص أنه ظهار،
ومن أصحابنا من جعلها على قولين قياسا على من شبهها بذات رحم محرم منه غير الأم
والصحيح أنه ظهار قولا واحدا لأن غير الظهر كالظهر في التحريم وغير الأم دون الأم في التحريم.
وإن قال أنت علي كبدن أمي فهو ظهار لأنه يدخل الظهر فيه. انتهى.
[انظر كتاب المهذب في فقه الإمام الشافعي : ج ٣ ص ٦٥ / كتاب الظهار / مدخل / للإمام أبو اسحاق إبراهيم بن علي بن يوسف الشيرازي (ت ٤٧٦ هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية – بدون السنة].
Terdapat dalam kitab Al Muhadzab karya Imam Asy Syairoziy rahimahullahu ta’ala :
Dan jika dia membandingkannya dengan bagian tubuh ibu selain punggungnya, dengan mengatakan, “Engkau dimataku seperti kemaluan ibuku, atau seperti tanganya, atau kepalanya,” maka yang ditetapkan hal itu tetap dinamakan dzihar.
Di antara para sahabat kami (Syafi’iyyah) ada yang menganalogikannya menjadi dua pendapat dengan orang yang menyamakannya dengan saudara kandung yang diharamkan darinya, kecuali ibu.
Dan yang Shahih (benar) itu adalah dzihar dalam satu ucapan, karena selain punggung hukumnya seperti punggung dalam keharamannya, dan selain ibu dalam keharaman selain ibu.
Apabila mengatakan : Badanmu menurutku seperti badan ibuku, maka DISEBUT DZIHAR karena punggung masuk salah satu anggota badan didalamnya.
[Lihat Kitab Al Muhadzab : juz 3 hal 36. Karya Imam Asy Syairoziy].
ولكن قال الامام الشربيني الشافعي في مغني المحتاج:
(وَالْأَظْهَرُ) الْجَدِيدُ (أَنَّ قَوْلَهُ) لَهَا: أَنْتِ عَلَيَّ (كَيَدِهَا أَوْ بَطْنِهَا أَوْ صَدْرِهَا) وَنَحْوِهَا مِنْ الْأَعْضَاءِ الَّتِي لَا تُذْكَرُ فِي مَعْرَضِ الْكَرَامَةِ وَالْإِعْزَازِ، مِمَّا سِوَى الظَّهْرِ (ظِهَارٌ) لِأَنَّهُ عُضْوٌ يَحْرُمُ التَّلَذُّذُ بِهِ فَكَانَ كَالظَّهْرِ
وَالثَّانِي: أَنَّهُ لَيْسَ بِظِهَارٍ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ عَلَى صُورَةِ الظِّهَارِ الْمَعْهُودَةِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ (وَكَذَا) قَوْلُهُ: أَنْتِ عَلَيَّ (كَعَيْنِهَا) أَوْ رَأْسِهَا أَوْ نَحْوَ ذَلِكَ مِمَّا يَحْتَمِلُ الْكَرَامَةَ، كَقَوْلِهِ: أَنْتِ كَأُمِّي أَوْ رُوحِهَا أَوْ وَجْهِهَا ظِهَارٌ (إنْ قَصَدَ ظِهَارًا) أَيْ نَوَى أَنَّهَا كَظَهْرِ أُمِّهِ فِي التَّحْرِيمِ (وَإِنْ قَصَدَ كَرَامَةً فَلَا) يَكُونُ ظِهَارًا؛ لِأَنَّ هَذِهِ الْأَلْفَاظَ تُسْتَعْمَلُ فِي الْكَرَامَةِ وَالْإِعْزَازِ (وَكَذَا) لَا يَكُونُ ظِهَارًا (إنْ أَطْلَقَ فِي الْأَصَحِّ) . انتهى
[انظر كتاب مغني المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج : ج ٥ ص ٣١ / كتاب الظهار / للإمام شمس الدين، محمد بن محمد، الخطيب الشربيني الشافعي [ت ٩٧٧ هـ] / الناشر: دار الكتب العلمية،ةالطبعة: الأولى، ١٤١٥ هـ – ١٩٩٤ مـ].
Akan tetapi Imam Khatib Asy Syarbiniy Asy Syafi’iy rahimahullahu ta’ala menjelaskan dalam kitabnya Mughniy Al Muhtaj :
Dan yang lebih jelas (pada Qaul Jadid) bahwa ucapan terhadap istrinya : “Tanganmu menurutku seperti tangannya, perutnya, dadanya, dan sejenisnya dari organ tubuh yang TIDAK DISEBUTKAN untuk menunjukkan martabat kemuliaan dan kehormatan, dari sekian banyak anggota tubuh (ibunya) selain punggungnya,” maka hal itu TETAP DISEBUT DZIHAR, karena itu adalah organ yang dilarang untuk dinikmati, dan demikian pula ucapannya: matamu seperti matanya atau kepalanya, atau sejenisnya, dari sekian banyak anggota tubuh ibunya yang mengandung unsur kemuliaan, jika dia bermaksud mendzihar maka tetap menjadi dzihar, dan jika bermaksud sekedar memuliakan, maka hal itu tidak menjadi dzihar, Karena istilah-istilah ini digunakan bertujuan
sekedar untuk memuliakan dan mengagungkan,
dan juga TIDAK MENJADI DZIHAR jika digunakan dengan tidak ada maksud apapun (mutlak) menurut pendapat yang paling benar
[Lihat Kitab Mughniy Al Muhtaj Ila Ma’rifati Ma’ani Alfadzi Al Minhaj : juz 5 hal 31. Karya Imam Al Khatib Asy Syarbiniy Asy Syafi’iy].
Tersebut dalam kitab I’anah ath-Thalibin karya Syaikh Sayyid Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi’iy :
وَإِمَّا كِنَايَةٌ كَأَنْتِ كَأُمِّي أَوْ كَعَيْنِهَا أَوْ غَيْرِهَا مِمَّا يُذْكَرُ لِلْكَرَامَةِ كَرَأْسِهَا، فَإِنْ قَصَدَ الظِّهَارَ كَانَ ظِهَارًا وَإِلَّا فَلاَ.
[انظر كتاب إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين (هو حاشية على فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين) : ج ٤ ص ٤٣ / باب النكاح / للشيخ السيد أبو بكر (المشهور بالبكري) عثمان بن محمد شطا الدمياطي الشافعي (ت ١٣١٠هـ)، الناشر: دار الفكر للطباعة والنشر والتوريع، الطبعة: الأولى، ١٤١٨ هـ – ١٩٩٧ مـ].
Asy Syaikh Sayyid Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi’iy rahimahullahu ta’ala menjelaskan dalam kitabnya I’anatu At Thalibin Syarhu Fathu Al Mu’in :
(Shighat Dzhihar) ada kalanya berupa shighat kinayah (bahasa kiasan) seperti perkataan suami:
‘Kamu seperti ibuku atau seperti matanya” atau selainnya berupa hal-hal yang disebutkan karena kemuliannya seperti: Kamu seperti kepalanya. Maka jika ia (suami) bermaksud untuk men-dzhihar maka jatuhlah dzhihar, dan jika tidak, maka tidak ada dzhihar”.
[Lihat Kitab I’anatu At Thalibin Syarhu Fathu Al Mu’in : juz 4 hal 43 / Babu An Nikahi / Karya Syaikh Sayyid Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatho Ad Dimyathiy Asy Syafi’iy].
ب]• عند الحنفية | Menurut Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah
Adapun menurut Pengikut Madzhab Imam Abu Hanifah, MEREKA TIDAK MENGANGGAP DZIHAR, karena mereka mensyaratkan bahwa organ yang diserupakan harus anggota tubuh yang haram dilihat, dan payudara, menurut mereka (Hanafiyyah), adalah sesuatu yang boleh dilihat seorang pria diantara mahramnya
جاء في البحر الرائق لابن نجيم الحنفي رحمه الله تعالى :
وَهِيَ الْمُشَبَّهُ بِهِ وَقَدَّمْنَا أَنَّ الْمُعْتَبَرَ فِيهِ عُضْوٌ لَا يَحِلُّ النَّظَرُ إلَيْهِ مِنْ مُحَرَّمَةٍ تَأْبِيدًا وَهَذِهِ الْأَعْضَاءُ كَذَلِكَ فَخَرَجَ عُضْوٌ يَحِلُّ النَّظَرُ إلَيْهِ كَالْيَدِ وَالرِّجْلِ وَالْجَنْبِ فَلَا يَكُونُ ظِهَارًا. انتهى.
[انظر كتاب البحر الرائق شرح كنز الدقائق ؛ ج ٤ ص ١٠٦ / باب الظهار / للإمام زين الدين بن إبراهيم بن محمد، المعروف بابن نجيم المصري الحنفي (ت ٩٧٠ هـ) / تصوير: دار الكتاب الإسلامي – بدون السنة].
Terdapat dalam kitab Al Bahru Ar Raiq Syarhu Kanzu Ad Daqaiq karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy :
Itu adalah anggota badan yang disamakan, dan kami (Hanafiyyah) telah menyebutkan apa yang digambarkan di dalamnya، yaitu anggota badan yang tidak boleh memandang atasnya dari keharamannya secara permanen dan anggota bada ini seperti itu,
Kecuali anggota badan yang halal untuk dilihat seperti tangan, kaki, dan pelipis, maka TIDAK ADA DZIHAR
[Lihat Kitab Al Bahru Ar Raiq Syarhu Kanzu Ad Daqaiq : juz 4 hal 106. Karya Imam Ibnu Nujaim Al Hanafiy].
وجاء في بدائع الصنائع للإمام الكاساني الحنفي رحمه الله تعالى:
وَأَمَّا ثَدْيُ الْحُرَّةِ فَيَجُوزُ لِمَحَارِمِهَا النَّظَرُ إلَيْهِ. انتهي
[انظر كتاب بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع : ج ٤ ص ١٤ / كتاب الرضاع فصل في بيان ما يثبت به الرضاع / للإمام علاء الدين، أبو بكر بن مسعود الكاساني الحنفي الملقب بـ «بملك العلماء» (ت ٥٨٧ هـ)، الطبعة: الأولى ١٣٢٧ – ١٣٢٨ هـ].
Terdapat dalam kitab Badai’u Ash Shanai’ Fi Tartibi Asy Syarai’ karya Imam ‘Alauddin Al Kasaniy Al Hanafiy :
Adapun payudara wanita merdeka, maka halal dilihat oleh mahram²nya.
[Lihat Kitab Bada’iu Ash Shanai’Fi Tartibi Asy Syarai’ : juz 4 hal 14. Karya Imam ‘Alauddin Al Kasaniy Al Hanafiy].
ح]• عند المالكية | Menurut Pengikut Madzhab Imam Malik Bin Anas
Adapun bagi Pengikut Imam Malik bahwasanya dzihar yang eksplisit adalah YANG DISAMAKAN DENGAN PUNGGUNG SAJA, tetapi selain punggung dari sekian banyak organ tubuh, adalah kiasan yang tepat untuk mengalihkan kata bersamaan dengannya jauh dari dzihar yang diniati.
جاء في مواهب الجليل للحطاب المالكي:
يَعْنِي أَنَّ أَلْفَاظَ الظِّهَارِ عَلَى نَوْعَيْنِ: صَرِيحٌ، وَكِنَايَةٌ فَالصَّرِيحُ مَا فِيهِ ظَهْرٌ مُؤَبَّدٌ تَحْرِيمُهَا قَالَ فِي التَّوْضِيحِ: وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ، وَالْمَشْهُورُ قَصْرُ الصَّرِيحِ عَلَى مَا ذُكِرَ، انتهى.
[انظر كتاب مواهب الجليل في شرح مختصر خليل : ج ٤ ص ١١٥ / تنبيه أداة التشبيه في الظهار / تنبيه ألفاظ الظهار / للإمام شمس الدين أبو عبد الله محمد بن محمد بن عبد الرحمن الطرابلسي المغربي، المعروف بالحطاب الرُّعيني المالكي (ت ٩٥٤هـ)
الناشر: دار الفكر، الطبعة: الثالثة، ١٤١٢هـ – ١٩٩٢مـ].
Terdapat dalam kitab Mawahibu Al Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil karya Imam Al Hathab Ar Ru’ainiy Al Malikiy :
Artinya, ucapan dzihar itu ada dua jenis: eksplisit dan metafora (kiasan, kinayah), yang eksplisit adalah yang ada didalamnya memiliki kejelasan yang tetap tentang keharamannya. faktanya adalah bahwa yang eksplisit terbatas pada apa yang disebutkan.
[Lihat Kitab Mawahibu Al Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil : juz 4 hal 115. Karya Imam Al Hathab Ar Ru’ainiy Al Malikiy
قال الشيخ الدردير المالكي رحمه الله تعالى :
وَشَبَّهَ فِي التَّأْوِيلَيْنِ لَا بِقَيْدِ الْقِيَامِ كَمَا فِي التَّوْضِيحِ قَوْلُهُ (كَأَنْتِ حَرَامٌ كَظَهْرِ أُمِّي أَوْ) أَنْتِ حَرَامٌ (كَأُمِّي) فَهَلْ يُؤْخَذُ بِالطَّلَاقِ مَعَ الظِّهَارِ إذَا نَوَى بِهِ الطَّلَاقَ فَقَطْ أَوْ يُؤْخَذُ بِالظِّهَارِ فَقَطْ … (إلى أن قال) …
(قال الدسوقي): (قَوْلُهُ: وَشَبَّهَ فِي التَّأْوِيلَيْنِ لَا بِقَيْدِ الْقِيَامِ) أَيْ لَا بِقَيْدِ قِيَامِ الْبَيِّنَةِ بَلْ لَا فَرْقَ بَيْنَ الْفَتْوَى وَالْقَضَاءِ فِي جَرَيَانِ التَّأْوِيلَيْنِ وَمَا ذَكَرَهُ الشَّارِحُ مِنْ التَّشْبِيهِ فِي التَّأْوِيلَيْنِ مُطْلَقًا هُوَ الصَّوَابُ وَبِذَلِكَ قَرَّرَ ح
وَقَرَّرَهُ خش تَبَعًا لِلشَّيْخِ سَالِمٍ عَلَى أَنَّهُ تَشْبِيهٌ فِي التَّأْوِيلِ الْأَوَّلِ فَقَطْ فَيُؤْخَذُ بِالظِّهَارِ فَقَطْ فِي الْفَتْوَى وَيُؤْخَذُ بِهِمَا مَعًا فِي الْقَضَاءِ إذَا نَوَاهُمَا فَإِنْ نَوَى أَحَدَهُمَا لَزِمَهُ مَا نَوَاهُ فَقَطْ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ لَزِمَهُ الظِّهَارُ. انتهى
[انظر كتاب الشرح الكبير للشيخ الدردير وحاشية الدسوقي : ج ٢ ص ٤٤٢ / باب الظهار وأركانه وكفارته وما يتعلق بذلك / كنايات الظهار / للإمام محمد بن أحمد بن عرفة الدسوقي المالكي (ت ١٢٣٠هـ) / الناشر: دار الفكر – بدون السنة].
د]• عند الحنابلة | Menurut Pengikut Madzhab Imam Ahmad Bin Hanbal
Menyamakan anggota tubuh istri pada selain punggung ibunya adalah SEPERTI PUNGGUNG DALAM LARANGAN, dan hal itu seperti dzihar dengannya
Dan menurut mereka diperbolehkan menggantungkan dzihar seperti talak.
وجاء في كتاب الكافي لابن قدامة المقدسي الحنبلي رحمه الله تعالى:
وإن شبهها بعضو غير الظهر فقال: أنت علي كفرج أمي، أو يدها، أو رأسها، فهو ظهار؛ لأن غير الظهر، كالظهر في التحريم، فكذلك في الظهار به،
وإن شبه عضواً منها بظهر أمه، أو عضواً من أعضائها فقال: ظهرك علي كظهر أمي، أو رأسك علي كرأس أمي، فهو مظاهر؛ لأنه قول يوجب تحريم الزوجة، فجاز تعليقه على يدها ورأسها، كالطلاق. انتهى.
[انظر كتاب الكافي في فقه الإمام أحمد : ج ٣ ص ١٦٦ / كتاب الظهار / للإمام أبو محمد موفق الدين عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الجماعيلي المقدسي ثم الدمشقي الحنبلي، الشهير بابن قدامة المقدسي (ت ٦٢٠هـ) / الناشر: دار الكتب العلمية، الطبعة: الأولى، ١٤١٤ هـ – ١٩٩٤ مـ].
Terdapat dalam kitab Al Kafi karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta’ala :
Dan jika dia (suami) membandingkan istrinya dengan organ selain punggung (ibunya), dan ia berkata: Kamu menurutku seperti vagina ibuku, tangannya, kepalanya, maka itu ADALAH DZIHAR ; Karena selain punggung, adalah seperti punggung (ibunya) dalam keharamannya, demikian pula sama hukumnya berdzihar dengannya (selain punggung ibunya).
Dan jika dia (suami) menyamakan sebagian anggota tubuh istrinya dengan punggung ibunya, atau salah satu anggota tubuh ibunya, dan berkata: Punggungmu menurutku seperti punggung ibuku, atau kepalamu menurutku seperti kepala ibuku, maka dia DISEBUT ORANG YANG BERDZIHAR, karena merupakan ucapan yang meniscayakan keharaman istri,
Dan diperbolehkan menggantungkan dziharnya di tangan dan kepala, seperti talak.
[Lihat Kitab Al Kafi : juz 3 hal 166. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy].
Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy rahimahullahu ta’ala juga menjelaskan dalam kitabnya yang lai Al-Mughniy :
فَصْلٌ: وَإِنْ قَالَ: كَشَعْرِ أُمِّي، أَوْ سِنِّهَا، أَوْ ظُفْرِهَا. أَوْ شَبَّهَ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ مِنْ امْرَأَتِهِ بِأُمِّهِ، أَوْ بِعُضْوٍ مِنْ أَعْضَائِهَا، لَمْ يَكُنْ مُظَاهِرًا؛ لِأَنَّهَا لَيْسَتْ مِنْ أَعْضَاءِ الْأُمِّ الثَّابِتَةِ، وَلَا يَقَعُ الطَّلَاقُ بِإِضَافَتِهِ إلَيْهَا، فَكَذَلِكَ الظِّهَارُ.
[انظر كتاب المغني : ج ٨ ص ١١ / مسألة قال لزوجته أنت علي كظهر أمي / فصل قال كشعر أمي أو سنها أو ظفرها أو شبه شيئا من ذلك من امرأته بأمه / للإمام أبو محمد عبد الله بن أحمد بن محمد بن قدامة الحنبلي (٥٤١ – ٦٢٠ ه) / الناشر: مكتبة القاهرة، الطبعة: الأولى، (١٣٨٨ هـ = ١٩٦٨ م) – (١٣٨٩ هـ = ١٩٦٩ م)].
Pasal : Jika seorang suami mengatakan kepada istrinya: Kamu seperti rambut ibuku, giginya, atau kukunya’. Atau ia (suami) menyerupakan sesuatu yang ada pada istri dengan ibunya atau dengan salahsatu anggota tubuh ibunya maka suami tersebut tidaklah masuk kategori orang yang melakukan dzhihar”.
Karena itu bukan bagian dari anggota tubuh ibunya yang tetap, dan perceraian tidak terjadi dengan menyandarkan kepadanya, demikian pula dzihar.
[Lihat Kitab Al-Mughni : juz 8 hal 11. Karya Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisiy Al Hanbaliy. Cet. Maktabah al-Qahirah, 1388 H/1968 M]
Waalaikum A’lam bisshowab