
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya pekerja kurban diberi upah/diberi persen dengan dagingnya kurban , wahai kiyai? kemudian jika tidak boleh , bagaimana solusi secara islami?
Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jawaban:
Panitia atau pekerja daging kurban hukumya tidak boleh diberi upah/dipersen dengan dagingnya kurban.
Adapun solusinya adalah panitia atau para pekerja kurban itu boleh diberi dagingnya kurban.Tapi dengan syarat daging kurban yang diberikan kepada pekerja kurban itu harus diambilkan dari bagiannya orang yang berkurban dengan cara orang yang berkurban itu berniat sedekah daging kurban yang diberikannya kepada pekerja kurban( panitia).
Referensi:
المكتبة الشاملة
كتاب كفاية الأخيار في حل غاية الاختصار
[تقي الدين الحصني]
فصول الكتاب
ص: ٥٣٣
وَاعْلَم أَن مَوضِع الْأُضْحِية الِانْتِفَاع فَلَا يجوز بيعهَا بل وَلَا بيع جلدهَا وَلَا يجوز جعله أُجْرَة للجزار وَإِن كَانَت تَطَوّعا بل يتَصَدَّق بِهِ المضحي أَو يتَّخذ مِنْهُ مَا ينْتَفع بِهِ من خف أَو نعل أَو دلو أَو غَيره وَلَا يؤجره والقرن كالجلد وَعند أبي حنيفَة رَحمَه الله أَنه يجوز بَيْعه وَيتَصَدَّق بِثمنِهِ وَأَن يَشْتَرِي بِعَيْنِه مَا ينْتَفع بِهِ فِي الْبَيْت لنا الْقيَاس على اللَّحْم وَعَن صَاحب التَّقْرِيب حِكَايَة قَول غَرِيب أَنه يجوز بيع الْجلد وَيصرف ثمنه مصرف الْأُضْحِية وَالله أعلم
Ketahuilah bahwa sesungguhnya penempatan posinya kurban itu adalah kemanfaatan, Jadi tidak boleh menjualnya dan menjual kulitnya dan tidak boleh menjadikan upah kepada tukang jagal walaupun keadaannya kurban tathawwu’ bahkan hendaknya orang yang berkurban mensedekahkan kulit kurban dan menjadikan kulit kurban tersebut sesuatu yang bermanfaat diantaranya dijadikan muse, sandal , dan timba atau lainnya, dan tidak boleh diberi upah pembuatnya. Sedangkan tanduknya kurban itu sama seperti kulitnya.
Menurut pendapatnya Imam Abu Hanifah bahwa boleh menjual kulitnya kurban dan mesedekahkan dengan harganya dan boleh membelinya selama dapat digunakan didalam rumah.
(فرع)
مَحل التَّضْحِيَة بلد المضحي وَفِي نقل الْأُضْحِية وَجْهَان تخريجاً من نقل الزَّكَاة وَالصَّحِيح هُنَا الْجَوَاز وَالله أعلم
(فرع)
لَو وهب غَنِيا من الْأُضْحِية هبة تمْلِيك قَالَ الإِمَام فَالْأَظْهر أَنه مُمْتَنع فَإِن الْهِبَة لَيست صَدَقَة وَالْأُضْحِيَّة يَنْبَغِي أَن تكون مترددة بَين الصَّدَقَة وَالْإِطْعَام وَالله أعلم.
Dalam ibarah kitab yang lainnya dijelaskan
وَيَحْرُمُ الْإِتْلَافُ وَالْبَيْعُ لِشَيْءٍ من أَجْزَاءِ أُضْحِيَّةِ التَّطَوُّعِ وَهَدْيِهِ وَإِعْطَاءُ الْجَزَّارِ أُجْرَةً مِنْهُ بَلْ هُوَ عَلَى الْمُضَحِّي وَالْمُهْدِي كَمُؤْنَةِ الْحَصَادِ
Artinya: Dan haram menghilangkan dan menjual sesuatu yang termasuk bagian dari hewan kurban sunah dan hadiahkannya, dan haram pula memberikan upah kepada tukang jagalnya dengan sesuatu yang menjadi bagian dari hewan qurban tersebut. Tetapi biaya tukang jagal menjadi beban pihak yang berkurban dan Muhdi (orang yang berbakat) sebagaimana biaya manen. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudl ath-Thalib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1422 H/2000 M, juz, I, halaman: 545)
Adapun dalil hadits tidak yang memperbolehkan membayar ongkos kepada jagal atau panitia / pekerja yaitu hadits Nabi sebagaimana berikut:
عن عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ على بُدْنِهِ فَأُقَسِّمَ جِلَالَهَا وَجُلُودَهَا وَأَمَرَنِي أَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا شَيْئًا وَقَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ من عِنْدِنَا
Artinya: Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhah, ia berkata: Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku untuk mengurusi hewan kurbannya kemudian aku membagikan jilal-nya (pakaian hewan yang terbuat dari kulit untuk menahan dingin) dan kulitnya, dan beliau memerintahkan kepadaku untuk tidak memberikan sedikit pun bagian tubuh dari hewan kurban tersebut (sebagai upah) kepada tukang jagal. Dan beliau bersabda: Kami akan memberikan upah tukang jagalnya dari harta yang ada pada kami. (lihat, Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545)
Kenapa tidak diperbolehkan membayar jagal dengan sesuatu yang termasuk dari bagian anggota tubuh dari hewan kurban? Alasannya adalah bahwa pihak yang berkurban mengeluarkan kurbannya dalam rangka Taqarrub ( mendekatkan ) diri kepada Allah atau beribadah. Oleh karenanya ia tidak boleh menarik kembali hewan tersebut kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya sesuai aturan yang telah ditetapkan.
وَلِأَنَّهُ إنَّمَا أَخْرَجَ ذلك قُرْبَةً فَلَا يَجُوزُ أَنْ يَرْجِعَ إلَيْهِ إلَّا ما رُخِّصَ لَهُ فِيهِ وَهُوَ الْأَكْلُ وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ منه لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كان غَنِيًّا فَجَائِزَانِ
Artinya: Karena ia (orang yang berkurban) mengeluarkan kurbannya itu untuk mendekatkan diri kepada Allah (ibadah). Maka ia tidak boleh menarik kembali kurbannya kecuali apa yang telah diperbolehkan yaitu memakannya. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545)
Adapun yang terpenting dari penjelasan di atas adalah adanya larangan untuk mengambil bagian dari hewan kurban untuk diberikan kepada orang yang memotongnya sebagai upah. Alasannya karena pemberian seperti kulit kambing kurban kepada tukang jagal itu selama bukan sebagai upah, tetapi karena ia adalah orang yang hidupnya pas-pasan, adalah diperbolehkan. Sebagaimana ibaroh berikut;
وَخَرَجَ بِأَجْرِهِ إعْطَاؤُهُ مِنْهُ لِفَقْرِهِ وَإِطْعَامُهُ مِنْهُ إنْ كَانَ غَنِيًّا فَجَائِزَانِ
Artinya: Dan dikecualikan dengan upah jagal adalah memberi suatu bagian dari hewan kurban kepada si jagal karena kefakirannya atau memberinya makan dari hewan kurban tersebut jika ia orang yang mampu, maka kedua hal ini boleh. (Zakariya al-Anshari, Asna al-Mathalib Syarh Raudlath-Thalib, juz, I, halaman: 545).
Begitu juga Syekh Nawawi Banten menjelaskan dalam kitabnya ;
ـ (ويحرم أيضا جعله) أي شيئ منها (أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع (ولو كانت الأضحية تطوعا) فإن أعطى للجزار لا على سبيل الأجرة بل على سبيل التصدق جزءا يسيرا من لحمها نيئا لا غيره كالجلد مثلا، ويكفي الصرف لواحد منهم، ولا يكفي على سبيل الهدية
Artinya, “(Menjadikannya) salah satu bagian dari kurban (sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’, (meskipun itu ibadah kurban sunnah). Jika kurbanis memberikan sebagian daging kurban mentah, bukan selain daging seperti kulit, kepada penjagal bukan diniatkan sebagai upah, tetapi diniatkan sebagai sedekah [tidak masalah]. Pemberian daging kurban kepada salah satu dari penjagal itu memadai, tetapi pemberian daging kepada penjagal tidak memadai bila diniatkan hadiah,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], halaman 272). Berbeda dari Syekh M Nawawi Banten yang menganggap pemberian kepada tim jagal dengan niat hadiah itu tidak memadai, Syekh M Ibrahim Al-Baijuri berpendapat lain. Menurut Al-Baijuri, orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurban kepada tim jagal dengan niat sebagai upah mereka. Kalau pemberian itu diniatkan sebagai sedekah atau hadiah untuk mereka, maka hal itu tidak masalah. ـ
(ويحرم أيضا جعله أجرة للجزار) لأنه في معنى البيع فإن أعطاه له لا على أنه أجرة بل صدقة لم يحرم وله إهداؤه وجعله سقاء أو خفا أو نحو ذلك كجعله فروة وله إعارته والتصدق به أفضل
Artinya, “(Menjadikan [daging kurban] sebagai upah bagi penjagal juga haram) karena pemberian sebagai upah itu bermakna ‘jual’. Jika kurbanis memberikannya kepada penjagal bukan dengan niat sebagai upah, tetapi niat sedekah, maka itu tidak haram. Ia boleh menghadiahkannya dan menjadikannya sebagai wadah air, khuff (sejenis sepatu kulit), atau benda serupa seperti membuat jubah dari kulit, dan ia boleh meminjamkannya. Tetapi menyedekahkannya lebih utama,” (Lihat Syekh M Ibrahim Baijuri, Hasyiyatul Baijuri, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 311).
Kesimpulan.
Dari beberapa ibaroh keterangan kitab di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang berkurban dilarang memberikan sesuatu dari hewan kurbannya kepada tim jagal dengan niat sebagai upah kerja mereka. Tetapi ketika tim jagal itu tidak lain adalah tim panitia kurban sendiri, orang yang berkurban tetap dapat memberikan daging atau kulit mereka dengan niat sedekah dari orang yang berqurban, bukan niat sebagai upah maka dalam hal ini boleh.
Wallahu A’lam bisshowab.