DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

DPP IKABA

DEWAN PIMPINAN PUSAT IKATAN ALUMNI BATA-BATA

Kategori
C. KITAB JANAZAH (IBANATUL AHKAM) KAJIAN HADITS

HADITS KE 97 : CARA MEMANDIKAN DAN MENGKAFANI JENAZAH

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI*

《JILID II (DUA)》

KITAB JANAZAH

HADITS KE 97 :

وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: ( دَخَلَ عَلَيْنَا النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم وَنَحْنُ نُغَسِّلُ ابْنَتَهُ، فَقَالَ: “اغْسِلْنَهَا ثَلَاثًا, أَوْ خَمْسًا, أَوْ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ، إِنْ رَأَيْتُنَّ ذَلِكَ, بِمَاءٍ وَسِدْرٍ, وَاجْعَلْنَ فِي الْآخِرَةِ كَافُورًا, أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ”، فَلَمَّا فَرَغْنَا آذَنَّاهُ, فَأَلْقَى إِلَيْنَا حِقْوَهُ.فَقَالَ: “أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ” ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. وَفِي رِوَايَةٍ: ( ابْدَأْنَ بِمَيَامِنِهَا وَمَوَاضِعِ الْوُضُوءِ مِنْهَا ). وَفِي لَفْظٍ ِللْبُخَارِيِّ: ( فَضَفَّرْنَا شَعْرَهَا ثَلَاثَةَ قُرُونٍ, فَأَلْقَيْنَاهُ خَلْفَهَا )

Ummu Athiyyah Radliyallaahu ‘anhu berkata: Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam masuk ketika kami sedang memandikan jenazah puterinya, lalu beliau bersabda: “Mandikanlah tiga kali, lima kali, atau lebih dari itu. Jika kamu pandang perlu pakailah air dan bidara, dan pada yang terakhir kali dengan kapur barus :kamfer) atau campuran dari kapur barus.” Ketika kami telah selesai, kami beritahukan beliau, lalu beliau memberikan kainnya pada kami seraya bersabda: “Bungkuslah ia dengan kain ini.” Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat: “Dahulukan bagian-bagian yang kanan dan tempat-tempat wudlu.” Dalam suatu lafadz menurut Bukhari: Lalu kami pintal rambutnya tiga pintalan dan kami letakkan di belakangnya.

MAKNA HADITS :

Para ulama berpedoman dengan hadis Ummu ‘Atiyyah dalam cara memandikan
mayat, karena dalam hadis ini Nabi (s.a.w) menjelaskan kepadanya bagaimana
cara memandikan mayat dan baginda sendiri yang memimpinnya sehingga ini
merupakan satu ketetapan darinya.
Untuk memandikan mayat ada dua cara. Pertama ialah cara minimum yaitu
dengan meratakan basuhan ke seluruh tubuh si mayat. Kedua ialah cara maksimum yaitu memandikannya dengan basuhan (siraman) dalam hitungan witir (ganjil), memberinya wangian, dan mulai membasuh anggota wuduk sebelah kanan, kemudian mengepangkan rambutnya menjadi tiga bagian.

FIQH HADITS :

1. Wajib memandikan mayat. Cara manimum ialah meratakan air pada seluruh tubuh si mayat. Sedangkan cara maksimum ialah memandikannya dalam
hitungan witir apabila dianggap mencukupi untuk menyucikannya dengan
mendahulukan anggota wuduk daripada yang lain untuk memuliakannya dan memelihara ghurrah dan tahjil bagi mayat.

2. Imam dikehendaki memberi nasihat kepada orang yang tidak memahami apa-
apa yang dialaminya serta menyerahkan pelaksanaannya kepada seseorang
apabila dia mampu mengerjakannya sendiri setelah mendapat petunjuk
dari imam atau imam sendiri yang memimpin pelaksanaannya.

3. Disunatkan memandikan jenazah dengan air yang dicampur daun bidara.

4. Disunatkan memakai kapur barus pada siraman kali yang terakhir, karena
bau kapur barus ini sangat wangi, bermanfaat untuk mengusir lalat dan
lain-lain dari jenazah, serta dapat mencegah pembusukan.

5. Disunatkan memulai memandikan mayat dari sebelah kanan.

6. Wanita lebih berhak memandikan mayat perempuan dari suaminya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa seorang suami boleh memandikan
jenazah isterinya. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa suami tidak
boleh memandikannya, tetapi ulama telah bersepakat bahwa seorang isteri boleh memandikan jenazah suaminya.

7. Boleh mengkafankan seorang mayat wanita dengan pakaian lelaki.

8. Mengambil berkat dari pakaian-pakaian yang pernah dipakai oleh Rasulullah (s.a.w).

9. Disunatkan menyikat rambut jenazah wanita, lalu mengepangnya menjadi
tiga bagian dan meletakkan semua kepangan ke belakang tubuhnya.
Demikianlah menurut pendapat Imam Ahmad, Imam al-Syafi’i, dan mazhab
Malik. Sedangkan mazhab Hanafi mengatakan bahwa rambut jenazah
wanita tidak boleh disikat, tetapi hanya dikepang menjadi dua bagian, lalu diletakkan pada dadanya di luar baju gamisnya.

Wallahu a’lam bisshowab..

Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.

Semoga bermanfaat. Aamiin..

Oleh ANWARI ACHMAD

Anggota IKABA Larangan, alumni tahun 1992

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *