السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
《JILID II (DUA)》
BAB SHALAT ISTISQA’
HADITS KE 69 :
وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه ( أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ يَوْمَ الجُمُعَةِ, وَالنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَائِمٌ يَخْطُبُ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, هَلَكَتِ الأَمْوَالُ, وَانْقَطَعَتِ السُّبُلُ, فَادْعُ اللَّه] عَزَّ وَجَلَّ] يُغِيثُنَا, فَرَفَعَ يَدَيْهِ, ثُمَّ قَالَ: “اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا, اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا” ) فَذَكَرَ الحَدِيثَ، وَفِيهِ الدُّعَاءُ بِإِمْسَاكِهَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas bahwa ada seorang laki-laki masuk ke masjid pada hari Jum’at di saat Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berdiri memberikan khutbah, lalu orang itu berkata: Ya Rasulullah, harta benda telah binasa, jalan-jalan putus, maka berdoalah kepada Allah agar Dia memberikan kita hujan. Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Ya Allah turunkanlah hujan pada kami, ya Allah turunkanlah hujan kepada kami.” Lalu dia meneruskan hadits itu dan didalamnya ada doa agar Allah menahan awan itu. Muttafaq Alaihi.
MAKNA HADITS :
Kedudukan Nabi (s.a.w) di sisi Allah sangat tinggi dan do’anya senantiasa dimakbulkan. Sepanjang hidupnya, kedudukan baginda di hati umat manusia sangatlah mulia. Pada suatu hari ada seorang Arab badawi mengadu kepadanya tentang musim kemarau yang membinasakan harta (ternakan) mereka dan begitu pula anak-anak mereka hidup dalam kesengsaraan karena sumber kehidupan mereka terganggu.
Ketika itu Nabi (s.a.w) berada di atas mimbar sedang berkhutbah. Tetapi keadaan ini tidak mencegah baginda untuk mendengarkan aduan lelaki badawi itu. Baginda mendengarkan dan memenuhi permintaannya yang didorong oleh perasaan kasih sayang yang sememangnya tabiat semula jadinya, sehingga Nabi (s.a.w) segera berdo’a memohon kepada Allah. Allah mengabulkan do’anya dan ketika itu juga turun hujan dengan lebatnya bagaikan dicurahkan dari atas langit secara berterusan tanpa henti selama satu minggu. Datang pula seorang lelaki badawi yang lain memohon agar hujan tersebut dihentikan karena kawatir akan menimbulkan kerusakan, banjir dan kemudaratan.
Nabi (s.a.w) berdo’a agar hujan ditahan dan airnya dipindahkan ke bukit-bukit serta dataran-dataran yang tinggi. Dalam hal ini Nabi (s.a.w) tidak memohon agar hujan dihentikan demi melestarikan nikmat. Kisah ini termasuk salah satu bukti kenabiannya, kasih sayangnya kepada umat dan betapa perhatian kepada kemaslahatan umum, tetapi tanpa melupakan etika terhadap Allah Tuhan semesta alam.
FIQH HADITS :
1. Boleh berbicara dengan imam ketika dia sedang berkhutbah apabila ada
keperluan penting, sebab khutbah tidak terputus karena adanya percakapan
yang penting diperlukan, misalnya menjawab pertanyaan seseorang.
2. Berdiri ketika berkhutbah.
3. Boleh bersuara keras di dalam masjid karena ada keperluan penting yang
mendorong untuk berbuat demikian.
4. Meminta dido’akan kepada orang alim dan orang sholeh ketika ditimpa
malapetaka dan mengulang-ulangi permintaan itu supaya dikabulkan.
5. Mengulang-ulangi do’a sebanyak tiga kali.
6. Memasukkan doa istisqa’ dan sholatnya di dalam khutbah Jum’at.
7. Tingginya kedudukan Rasulullah (s.a.w) di sisi Allah karena do’anya dikabulkan dengan seketika.
8. Kebijaksanaan Nabi (s.a.w) yang luar biasa karena baginda memenuhi
permintaan si penanya dengan perkara yang bakal mendatangkan
kemaslahatan.
9. Etika dalam berdo’a memandang Rasulullah (s.a.w) tidak berdo’a agar
hujan dihentikan secara mutlak, karena adanya kemungkinan bahwa kita masih memerlukannya. Oleh itu, dalam do’anya itu Nabi (s.a.w) mengecualikan jenis hujan yang dapat membuat mudarat (bahaya),
dan baginda meminta hujan yang membawa manfaat. Barang siapa yang telah dianugerahi suatu kenikmatan oleh Allah, maka tidak layak baginya membenci nikmat tersebut hanya karena suatu peristiwa yang menghambatnya, tetapi hendaklah dia meminta kepada Allah agar hambatan tersebut dilenyapkan dan nikmat tetap diturunkan.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin..