السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
《JILID KE II (DUA)》
BAB SHALAT JUM’AT
HADITS KE 23 :
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم ( مَنْ تَكَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَهُوَ كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا, وَاَلَّذِي يَقُولُ لَهُ: أَنْصِتْ, لَيْسَتْ لَهُ جُمُعَةٌ ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, بِإِسْنَادٍ لَا بَأْسَ بِهِ وَهُوَ يُفَسِّرُ حَدِيْثَ أَبَى هُرَيْرَةَ فِى الصَّحِحَيْنِ مَرْفُوْعًا إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ: أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامِ يَخْطُبُ, فَقَدْ لَغَوْتَ
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa berbicara pada sholat Jum’at ketika imam sedang berkhutbah, maka ia seperti keledai yang memikul kitab-kitab. Dan orang yang berkata: Diamlah, tidak ada Jum’at baginya.” Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad tidak apa-apa, sebab ia menafsirkan hadits Abu Hurairah yang marfu’ dalam shahih Bukhari-Muslim.
“Jika engkau berkata pada temanmu “diamlah” pada sholat Jum’at sedang imam sedang berkhutbah, maka engkau telah sia-sia.”
MAKNA HADITS :
Rasulullah (s.a.w) menginginkan sholat Jum’at dilakukan dalam suasana yang tenang dan tenteram disertai dengan kedisiplinan yang tinggi dan kesopanan yang luhur.
Seseorang yang berbicara kepada teman duduk yang berada di sisinya ketika khutbah sedang disampaikan oleh imam, dia tidak memperoleh ganjaran pahala Jum’at dan keutamaannya, karena dia telah melakukan perbuatan yang merusak etika Jum’at serta menyia-nyiakan fadhilah sholat Jum’at karena tidak mau belajar hukum-hukum yang disampaikan dalam khutbah. Ini karena seandainya dia mengatakan: “Diam”, kemudian orang lain mengatakan pula perkara yang serupa, niscaya setiap orang akan berusaha untuk menyuruh orang lain berdiam, sehingga khutbah imam tidak lagi didengar dan hilanglah tujuan utama berhimpun untuk mengerjakan sholat Jum’at, yaitu menciptakan keharmonian, saling mengenal antara satu sama lain dan memahami agama serta hukum-hukumnya. Atas dasar
faktor-faktor inilah yang mendorong Rasulullah (s.a.w) mengeluarkan satu hukum ke atas orang yang berbicara ketika khutbah sedang disampaikan, bahwa dia telah berbuat lagha dan barang siapa yang berbuat lagha, bererti dia tidak memperoleh
ganjaran pahala Jum’at.
FIQH HADITS :
Haram berbicara walau apapun keadaannya ketika khutbah sedang disampaikan, meskipun seseorang itu tidak mendengarnya menurut Imam Malik. Mazhab Hanafi mengatakan bahwa berbicara ketika khutbah sedang disampaikan hukumnya
makruh tahrim, meskipun seseorang itu tidak mendengar khutbah. Imam Ahmad berkata: “Berbicara itu haram bagi orang yang berdekatan dengan khatib, tetapi tidak bagi orang yang berjauhan dengan khatib.”
Mazhab al-Syafi’i menegaskan berbicara ketika khatib sedang berkhutbah hukumnya makruh tanzih bagi orang yang mendengarnya, sedangkan bagi orang yang tidak mendengarnya tidaklah dimakruhkan. Ketentuan yang telah disebutkan diatas berlaku apabila tidak dalam keadaan darurat yang menuntut seseorang bercakap, misalnya mengingatkan orang lain yang ada kalajengking dan lain-lain
sebagainya yang berbahaya. Tetapi jika ada sesuatu yang menuntut seseorang berbicara, maka hukumnya menjadi wajib misalnya mencegah perbuatan mungkar.
Adakalanya pula berbicara itu disunatkan, misalnya menjawab salam, mendoakan orang yang bersin, membaca sholawat ke atas Nabi (s.a.w) apabila nama baginda
disebutkan, berdo’a memohon surga dan meminta perlindungan kepada Allah daripada sesuatu yang apabila disebut namanya kita disuruh berbuat demikian.
Adapun khutbah selain khutbah Jum’at, maka tidak seorang ulama pun yang berselisih pendapat bahwa berdiam mendengarkannya adalah disunatkan. Berbicara ketika imam sedang duduk di atas mimbar atau sedang berada di antara dua khutbah atau sesudah dia menyelesaikan khutbah terakhir dan hendak
memulau pelaksanaan sholat, maka hukumnya diperbolehkan.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin..