DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

T041. SHOHIBUL JABAIR (ORANG YANG MEMAKAI PERBAN/PEMBALUT)

Shohibul Jabâ’ir

(Orang Yang Memakai Perban/Pembalut)

Pengertian

Secara definitiv, jabâ’ir yang merupakan bentuk jama’ dari jabîroh adalah pembalut yang dipasang pada bagian yang retak, patah, pecah, terluka atau terlepas, agar segera pulih kembali. Diantara bentuk jabîroh adalah gips, perban, pembalut, obat dan lain-lain.

Syarat Diperbolehkan Mengusap Jabîroh .

1. Tidak mungkin melepas jabîroh karena dikhawatirkan akan terlalu lama menderita, bertambah parah atau justru menambah luka baru.

2. Posisi jabîroh tidak melebihi anggota yang sehat di sekitar luka, dari sekedar bagian yang dibutuhkan untuk melekatkan.

3. Pemasangan jabîroh dilakukan dalam keadaan suci.

4. Posisi jabîroh berada diselain anggota tayammum (menurut pandapat masyhur yang dipilih Imam Nawawi. Sedang menurut mayoritas ulama’ tidak disayaratkan).

Apabila tidak memenuhi syarat di atas, maka tetap diperbolehkan mengusap jabîroh dan melakukan sholat, namun ketika lukanya telah sembuh dan jabîrohnya dilepas, wajib berwudlu dengan sempurna dan mengulangi sholat.

Tata cara bersuci.

Katika bersuci, perban harus dilepas dan membasuh anggotanya jika tidak khawatir akan menimbulkan bahaya pada anggota yang sakit. Jika khawatir, maka tata cara bersucinya sebagai berikut :

A. Hadas Besar.

Oleh karena dalam basuhan mandi tidak disyaratkan tertib, maka prakteknya boleh mendahulukan tayammum atau mendahulukan mandi.

Cara pertama :

1. Tayammum sebagaimana biasa, dan disunahkan mengusap jabîroh dengan debu

2. Membasuh anggota tubuh yang sehat dengan air.

3. Mengusap jabîroh dengan air.

Cara demikian lebih utama, karena dengan mengakhirkan basuhan, sisa-sisa debu tayammum akan hilang.

Cara kedua :

1. Membasuh anggota tubuh yang sehat dengan air

2. Mengusap jabîroh dengan air.

3. Tayammum.

B. Hadas Kecil.

Jika jabîroh terletak di luar anggota wudlu, maka cara bersucinya dengan wudlu seperti biasa. Sedang bila jabîrohnya terletak pada anggota wudlu, maka cara bersucinya sebagaimana berikut :

1. Tayammum seperti biasa.

2. Membasuh seluruh anggota yang sehat di sekitar jabîroh.

3. Mengusap jabîroh dengan air.

Karena dalam wudlu disyaratkan tertib, maka cara di atas dilakukan pada giliran anggota wudlu yang dibasuh, baru kemudian melanjutkan wudlunya. Mengenai urutan antara tayammum, membasuh anggota yang sehat di sekitar jabîroh dan mengusap jabîroh tidak disyaratkan tertib.

Praktek Bersuci Orang Yang Memakai Jabîroh.

Ø Jabîroh berada di wajah.

1. Niat wudlu besertaan membasuh bagian wajah yang sehat di sekitar jabîroh.

2. Mengusap jabîroh dengan air.

3. Tayammum.

4. Membasuh tangan.

5. Mengusap sebagian kepala.

6. membasuh kedua kaki.

Disamping urutan cara di atas, bisa juga dengan cara mendahulukan tayammum lalu mengusap jabîroh dengan air, setelah itu membasuh bagian wajah yang sehat.

Ø Jabîroh berada di kedua atau salah satu tangan.

1. Membasuh wajah bersamaan niat.

2. Tayammum.

3. Mengusap jabîroh dengan air.

4. Membasuh anggota tangan yang sehat di sekitar jabîroh sebisa mungkin.

5. Mengusap sebagian kepala.

6. Membasuh kedua kaki.

Ø Jabîroh berada di sebagian kepala.

Caranya adalah berwudlu sebagaiman biasa, yakni mengusap sebagian kepala yang sehat dengan air.

Ø Jabîroh berada di kedua atau salah satu kaki.

1. Membasuh wajah disertai niat.

2. Membasuh kedua tangan.

3. Mengusap sebagian kepala.

4. Tayammum.

5. Mengusap jabîroh dengan air.

6. Membasuh bagian kaki yang sehat.

Ø Jabîroh berada di wajah dan kedua tangan.

Karena jabîroh berada pada dua anggota wudlu, maka tayammum juga harus dilakukan dua kali pada waktu giliran membasuh keduanya. Praktek lebih jelasnya sebagaimana berikut :

1. Membasuh wajah yang sehat disertai dengan niat.

2. Mengusap jabîroh dengan air yang ada pada wajah.

3. Tayammum.

4. Membasuh bagian tangan yang sehat

5. Tayammum.

6. Mengusap jabîroh yang berada di tangan.

7. Mengusap sebagian kepala.

8. Membasuh kedua kaki.

Ø Jabîroh berada di seluruh wajah.

1. Niat tayammum kemudian mengusap kedua tangan dengan debu.

2. Mengusap jabîroh dengan air.

3. Membasuh kedua tangan dengan air.

4. Mengusap sebagian kepala.

5. Membasuh kedua kaki.

Haruskah niat wudlu, jika harus dimana letaknya?

Ø Jabîroh berada di seluruh tangan.

1. Niat wudlu bersamaan membasuh wajah.

2. Tayammum.

3. Mengusap jabîroh dengan air.

4. Mengusap sebagian kepala.

5. Membasuh kedua kaki.

Catatan :

1. Pengusapan jabîroh dengan air adalah sebagai pengganti tidak terbasuhnya anggota tayammum yang memang diperlukan untuk melekatkan jabîroh. Oleh karena itu, jabîroh yang sama sekali tidak melekat pada anggota yang sehat tidak perlu mengusap jabîroh. Cara bersucinya cukup dengan wudlu dan tayammum dan tidak perlu mengulangi sholatnya.

2. Pada saat tayammum disunahkan mengusap jabîroh dengan debu.

3. Tayammum adalah cara bersuci darurat yang hanya berlaku untuk satu sholat fardlu dan ibadah-ibadah sunah. Oleh karenanya, selama belum berhadas, setiap kali akan melakukan sholat fardlu, pemakai jabîrohharus mengulangi tayammum tanpa berwudlu dan megusap jabîroh. Berbeda ketika sudah berhadas, pemakai jabîroh harus mengulangi tata cara bersuci sebagaimana di atas secara tuntas.

Menurut Ibnu Hajar dalam Al-Î’âb tidak harus niat wudlu saat membasuh kedua tangan. Sedang menurut beliau dalamTuhfahnya wajib niat wudlu.

(المهذب,جز ٢,صحيفة ٣٧)
فاءن كان قد وضع الجباءر على غير طهر لزمه اعادة الصلاة،وان كان قد وضع على طهر ففيه قولان احدهما لا يلزمه كما لا يلزم ماسح الخف،والثاني يلزمه لاءنه ترك غسل العضو لعذر نادر غير متصل فكان كما لو ترك غسل العضو ناسيا

Jika orang itu meletakkan Jabiiroh (perbannya luka,perbannya patah tulang) di dalam keadaan tidak suci (tidak mempunyai wuduk atau dalam keadaan hadats besar),maka orang itu wajib mengulangi sholatnya. Tapi, jika orang itu meletakkan Jabiiroh dalam keadaan suci (mempunyai wuduk dan tidak sedang hadats besar), maka ada dua pendapat:

(1). Orang itu tidak wajib mengulangi sholatnya. Orang itu dikiaskan(di samakan) dengan orang yang mengusap sepatu,yang mana orang yang mengusap sepatu itu tidak diwajibkan mengulangi sholatnya.

(2). Orang itu wajib mengulangi sholatnya.Alasannya ialah karena orang itu meninggalkan terhadap membasuh anggota tubuh karena udzur yang jarang, yang mana udzurnya itu tidak terus menerus. Maka hukumnya orang itu adalah sama dengan hukumnya orang yang meninggalkan membasuh anggota tubuhnya karena lupa.

Walloohu a’lam bishshowaab..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM