السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
KAJIAN KITAB IBANAH AL-AHKAM KARYA ASSAYYID ALAWI BIN ABBAS AL-MALIKI
BAB GAMBARAN SHALAT SUNNAH
HADITS KE 301 :
وَعَنْ جَابِرٍ ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَامَ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ, ثُمَّ اِنْتَظَرُوهُ مِنْ الْقَابِلَةِ فَلَمَّا يَخْرُجْ , وَقَالَ : ” إِنِّي خَشِيتُ أَنْ يُكْتَبَ عَلَيْكُمْ الْوِتْرُ ) رَوَاهُ اِبْنُ حِبَّانَ
Dari Jabir Ibnu Abdullah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sholat malam pada bulan Ramadhan. Kemudian orang-orang menunggu beliau pada hari berikutnya namun beliau tidak muncul. Dan beliau bersabda: “Sesungguhnya aku khawatir sholat witir ini diwajibkan atas kamu.” Riwayat Ibnu Hibban.
MAKNA HADITS :
Nabi (s.a.w) adalah seorang penyuluh yang amat menyayangi umatnya. Baginda meninggalkan beberapa perkara sunat karena kawatir jika dilakukan secara terus menerus dianggap menjadi fardu ke atas umatnya dan ini tentu menyukarkan mereka.
Wahyu turun kepada Rasulullah (s.a.w) setiap pagi dan petang. Baginda kadangkala meninggalkan suatu amalan; padahal jika itu dikerjakan tentu ia lebih
baik. Baginda berbuat demikian karena kasihan kepada umatnya. Nabi (s.a.w) tidak mau keluar menemui para sahabat untuk melakukan sholat tarawih bersama mereka pada malam kedua dan malam ketiga, sekalipun baginda tahu mereka telah berhimpun menunggu kedatangannya. Ini baginda lakukan karena kawatir jika sholat ini akan diwajibkan ke atas mereka, sebagaimana yang kita ketahui berdasarkan alasan yang baginda kemukakan dan baginda menjelaskan kepada mereka bahwa sholat witir itu tidak wajib.
FIQH HADITS :
1. Boleh mengerjakan sholat sunat di dalam masjid secara berjamaah, tetapi apa yang lebih afdhal ialah mengerjakannya secara sendirian di dalam rumah, kecuali apabila dilakukan secara berjamaah maka boleh untuk menyemarakkan lagi syi’ar Islam seperti sholat kedua gerhana, sholat tarawih dan lain-lain.
2. Boleh bermakmum kepada orang yang tidak berniat menjadi imam. Ini pendapat jumhur ulama.
3. Jika kemaslahatan berbenturan dan dikawatiri muncul kemudharatan, maka apa yang mesti dilakukan adalah menutup segala kemungkinan yang bakal mengakibatkan kepada kerusakan itu. Nabi (s.a.w) melihat bahwa mengerjakan sholat sunat di dalam masjid secara berjamaah mimang ada maslahatnya karena ia sekaligus menjelaskan yang perbuatan itu dibolehkan. Akan tetapi, ketika baginda merasa kawatir kalau itu bakal dianggap fardu ke atas mereka, maka baginda meninggalkan perbuatan itu karena kawatir akan
menimbulkan mudharat yang lebih besar, yaitu apabila mereka tidak mampu mengerjakannya ketika perbuatan difardukan. Apapun, perasaan kawatir seperti ini tidak lagi wujud setelah baginda wafat. Oleh karenanya, ia boleh dikerjakan di dalam masjid secara berjamaah.
4. Jika pemimpin suatu kaum mengerjakan sesuatu yang sukar difahami oleh pengikutnya karena adanya uzur yang datang secara tiba-tiba, maka hendaklah dia menjelaskan puncaknya kepada mereka untuk menghibur hati mereka sekaligus menghilangkan prasangka buruk akibat godaan syaitan yang dikawatiri telah merasuk ke dalam jiwa mereka.
5. Rasulullah (s.a.w) amat menyayangi umatnya.
Wallahu a’lam bisshowab..
Demikian Kajian Hadits untuk hari ini.
Semoga bermanfaat. Aamiin..