PERTANYAAN :
Assalamualaikum Ustadz..
Bagaimana hukumnya taqlid (mengikuti) kepada salah satu dari imam madhab yang empat (yaitu imam Malik, imam Syafii, imam Ahmad bin Hanbal, imam Abu Hanifah)?
JAWABAN :
Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
Hukumnya wajib karena kita belum mancapai tingkatan mujtahid.
KETERANGAN TENTANG WAJIBNYA BERMADZHAB (TAQLID) KEPADA SALAH SATU MADZHAB EMPAT
Dalam kitab Hidayatus Saary Ila Dirosatil Bukhori – Muqaddimah Syarah Shohih Bukhori karya Al-Muhaddits Imdadul Haq As-Silhaty Al-Bangladisyi disebutkan :
وقال الشيخ ابن الهمام فى آخر التحرير؛ ولما اندرست المذاهب الحقة إلا هذه الأربعة ، كان إتباعها إتباعا للسواد الأعظم والخروخ عنها خروجا عن السواد الأعظم ، وأيضا قال فيه لأن الناس لم يزالوا من زمان الصحابة الى أن ظهرت المذاهب الأربعة يقلدون من اتفق من العلماء من غير نكير من أحد يعتبر إنكاره ، ولو كان باطلا لا نكروه
Berkata Asy-Syaikh Ibnul Himam di akhir kitab karangannya : ketika madzhab mazhab yang haq (pada jaman dulu) telah habis dan menyisakan madzhab empat, maka mengikuti mereka (madzhab empat) ini seperti mengikuti As-Sawaadul A’dhom (golongan mayoritas yang selamat), dan keluar darinya berarti keluar dari As-Sawaadul A’dhom.
Beliau melanjutkan karena umat islam sejak zaman shahabat sampai lahirnya madzhab empat merka senantiasa TAQLID (mengikuti) kepada ulama yang telah disepakati keilmuannya dengan tanpa ingkar dari seseorang yang disebut sebut keingkarannya, walaupun perkara tersebut bathil mereka tidak mengingkarinya (karena keterbatasan ilmu mereka).
وأيضا قال فيه إعلم أن في الأخذ بهذه المذاهب الأربعة مصلحة عظيمة ، وفى الإعراض عنها كلها مفسدة كبيرة ، وقال الشيخ ابن الهمام فى فتح القادر؛ انعقد الإجماع على عدم العمل بالمذاهب المخالفة للأئمة الأربعة ، وقال ابن حجر المكى فى فتح المبين ؛ أما فى زماننا فقال أئمتنا لا يجوز تقليد غير الأئمة الأربعة الشافعى ومالك وأبى حنيفة وأحمد بن حنبل ، وقال الطحاوى من كان خارجا عن هذه الأربعة فهو من أهل البدعة والنار
Asy-Syaikh Ibnul Himam melanjutkan : ketahuilah sesungguhnya mengikuti madzhab empat ini terdapat mashlahah (kebaikan) yang agung, dan menentangnya adalah kerusakan yang besar.
Berkata Asy-Syaikh Ibnul Himam dalam kitab Fathul Qodir : telah sah kesepakatan ulama dalam masalah TIDAK BOLEH mengikuti madzhab yang menyelisihi (berbeda) terhadap madzhabnya imam yang empat.
Berkata Asy-Syaikh Ibnu Hajar Al-Maky dalam kitab Fathil Mubin Adapun di zaman kita berkata para imam (guru) kita : TIDAK BOLEH taqlid kepada SELAIN madzhab empat , Imam Asy-Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad Bin Hambal.
Ath-Thohawi berkata : Barangsiapa yang keluar dari madzhab empat ini maka termasuk ahli bid’ah dan ahli naar.
Selama seseorang belum mencapai darajat Mujtahid baik ia orang alim atau awam tetap wajib taqlid.
Apa itu taqlid?
Muhammad Said Ramadhan al-Buthi mendifinisikan sebagai berikut.
والتقليد هو اتباع قول انسان دون معرفة الحجة على صحة ذلك القول وان توافرت معرفة الحجة على صحة التقليد نفسه. ( اللامذهبية اخطر بدعة تهدد الشريعة الاسلامية، ص: ٦٩)
Taqlid hukumnya tidak boleh bagi seorang yang berderajat mujtahid dan wajib bagi kalangan awam sebagaimana disampaikan oleh Imam al- Suyuthi.
ثم الناس مجتهد وغيره فغير المجتهد يلزمه التقليد مطلقا عاميا كان اوعالما لقوله تعالى ” فاسألوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون ( الكوكب الساطع في نظم جمع الجوامع جز الثاني ص ٤٩٣)
Sehubungan dengan ketidak bolehan taqlid seorang mujtahid kepada lainnya Imam Ahmad pernah berkata kepada Imam abu Dawud pengarang Sunan Abu Dawud
قال لي احمد لا تقلدني ولا مالكا ولا الشافعي ولا الاوزعي ولا الثوري وخذ من حيث اخذوا. ( القول المفيد للامام محمد بن علي الشوكاني ص ٦١)
Dalam redaksi ibarat menunjukkan ketidak bolehan Abu Dawud Taqlid pada orang lain kerena menurut Imam Ahmad beliau sudah mencapai darajat mujtahid beliau telah memuat hadis sebanyak lima ribu dua ratus delapan puluh empat Hadis lengkap dengan sanadnya dengan kata lain Imam Abu Dawud telah memiliki kemampuan untuk berijtihad. Selanjutnya hal yang sama juga diungkapkan oleh Syekh Waliullah al-Dahlawi ketika mengumentari pendapat Ibn Hazm:
فما ذهب اليه ابن حزم حيث قال التقليد حرام…… الى ان … انما يتم في من له ضرب من الاجتهاد ولو في مساءلة واحدة). ( حجة الله البالغة جز الاول .ص. ٤٤٣- ٤٤٤)
Artinya :
pedapat Ibn Hazm yang mengatakan bahwa taqlid itu haram………. Berlaku bagi orang yang mempunyai kemampuan Ijtihad Walau hanya satu masalah (Hujjatullah al-Balighah, juz 1, hal 443-444).
ﻛﻞ ﻣﻦ ﺍﻷﺋﻤﺔ ﺍﻷﺭﺑﻌﺔ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ ﻭﻳﺠﺐ ﺗﻘﻠﻴﺪ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﻣﻦ ﻗﻠﺪ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻣﻨﻬﻢ ﺧﺮﺝ ﻣﻦ ﻋﻬﺪﺓ ﺍﻟﺘﻜﻠﻴﻒ ﻭﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻘﻠﺪ ﺃﺭﺟﺤﻴﺔ ﻣﺬﻫﺒﻪ ﺃﻭ ﻣﺴﺎﻭﺍﺗﻪ ﻭﻻﻳﺠﻮﺯ ﺗﻘﻠﻴﺪ ﻏﻴﺮﻫﻢ ﻓﻰ ﺇﻓﺘﺎﺀ ﺃﻭ ﻗﻀﺎﺀ . ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺣﺠﺮ ﻭﻻﻳﺠﻮﺯ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺑﺎﻟﻀﻌﻴﻒ ﺑﺎﻟﻤﺬﻫﺐ ﻭﻳﻤﺘﻨﻊ ﺍﻟﺘﻠﻔﻴﻖ ﻓﻰ ﻣﺴﺄﻟﺔ ﻛﺄﻥ ﻗﻠﺪ ﻣﺎﻟﻜﺎ ﻓﻰ ﻃﻬﺎﺭﺓ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻰ ﻓﻰ ﻣﺴﺢ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﺮﺃﺱ ـ ﺍﻫـ ﺇﻋﺎﻧﺔ ﺍﻟﻄﺎﻟﺒﻴﻦ ﺍﻟﺠﺰﺀ ١ ﺍﻟﺼﻔﺤﺔ ١٧
“Setiap imam yang empat itu berjalan di jalan yang benar maka wajiblah bagi umat islam untuk bertaqlid kepada salah satu diantara yang empat tadi sebab orang yang sudah bertaqlid kepada salah satu imam yang empat tersebut maka ia telah terlepas dari tanggungan dalam keagamaan dan orang yang bertaqlid haruslah yakin bahwa madzhab yang ia ikuti itu benar dan sama benarnya dengan yang lain serta tidak boleh bertaqlid kepada madzhab lain selain madzhab yang ia ikuti, seperti apa yang dikatakan oleh ibnu hajar alhaitami: tidak boleh seseorang yang menganut suatu madzhab berbuat talfiq (mencampur adukkan madzhab untuk mencari yang ringan-ringan) misalnya mengikuti imam malik yang mensucikan anjing dan juga mengikuti imam syafi’ie dalam membasuh sebagian kepala dalam berwudu”. I’anatut Tholibin I/17.
ﻭﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻘﻠﺪ ﻭﺍﺣﺪﺍ ﻣﻨﻬﻢ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﻧﺎ ﺍﻋﻤﻞ ﺑﺎﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﻣﺪﻋﻴﺎ ﻓﻬﻢ ﺍﻷﺣﻜﺎﻡ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻓﻼ ﻳﺴﻠﻢ ﻟﻪ ﺑﻞ ﻫﻮ ﻣﺨﻄﺊ ﺿﺎﻝ ﻣﻀﻞ ﺳﻴﻤﺎ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺍﻟﺬﻯ ﻋﻢ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﻔﺴﻖ ﻭﻛﺜﺮﺕ ﺍﻟﺪﻋﻮﻯ ﺍﻟﺒﺎﻃﻠﺔ ﻷﻧﻪ ﺍﺳﺘﻈﻬﺮ ﻋﻠﻰ ﺃﺋﻤﺔ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﻭﻫﻮ ﺩﻭﻧﻬﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﻭﺍﻟﻌﺪﺍﻟﺔ ﻭﺍﻻﻃﻼﻉ
“Dan barangsiapa yang tidak mengikuti salah satu dari mereka (Imam madzhab) dan berkata “saya beramal berdasarkan alQuran dan hadits”, dan mengaku telah memahami hukum-hukum alquran dan hadits maka orang tersebut tidak dapat diterima, bahkan termasuk orang yang bersalah, sesat dan menyesatkan terutama pada masa sekarang ini dimana kefasikan merajalela dan banyak tersebar dakwah-dakwah yang salah, karena ia ingin mengungguli para pemimpin agama padahal ia di bawah mereka dalam ilmu, amal, keadilan dan analisa”. Tanwiir Al-Quluub 74-75
Ketetapan wajib bertaqlid bagi orang yang belum sampai derajat mujtahid adalah berdasar:
1. Dalil Al-Qur’an Q.S. an-Nahl: 43:
فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
“Bertanyalah kalian semua kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui.”
Dan sudah menjadi ijma’ ulama bahwa ayat tersebut memerintahkan bagi orang yang tidak mengetahui hukum dan dalilnya untuk ittiba’ (mengikuti) orang yang tahu. Dan mayoritas ulama ushul fiqh berpendapat bahwa ayat tersebut adalah dalil pokok pertama tentang kewajiban orang awam (orang yang belum mempunyai kapasitas istinbath [menggali hukum]) untuk mengikuti orang alim yang mujtahid.
senada dengan ayat diatas didalam Qur`an surat At-Taubah ayat 122;
فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.( 122)
2. Ijma’
Maksudnya, sudah menjadi kesepakatan dan tanpa ada khilaf, bahwa shahabat-shahabat Rasulallah berbeda-beda taraf tingkatan keilmuannya, dan tidak semua adalah ahli fatwa (mujtahid) seperti yang disampaikan Ibnu Khaldun. Dan sudah nyata bahwa agama diambil dari semua sahabat, tapi mereka ada yang memiliki kapasitas ijtihad dan itu relatif sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah semua sahabat. Di antaranya juga ada mustafti atau muqallid (sahabat yang tidak mempunyai kapasitas ijtihad atau istinbath) dan shahabat golongan ini jumlahnya sangat banyak.
Setiap shahabat yang ahli ijtihad seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Ustman, Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Umar dan lain-lain saat memberi fatwa pasti menyampaikan dalil fatwanya.
3. Dalil akal
Orang yang bukan ahli ijtihad apabila menemui suatu masalah fiqhiyyah, pilihannya hanya ada dua, yaitu: antara berfikir dan berijtihad sendiri sembari mencari dalil yang dapat menjawabnya atau bertaqlid mengikuti pendapat mujtahid.
Jika memilih yang awal, maka itu sangat tidak mungkin karena dia harus menggunakan semua waktunya untuk mencari, berfikir dan berijtihad dengan dalil yang ada untuk menjawab masalahnya dan mempelajari perangkat-perangkat ijtihad yang akan memakan waktu lama sehingga pekerjaan dan profesi ma’isyah pastinya akan terbengkalai. Klimaksnya dunia ini rusak. Maka tidak salah kalau Dr. al-Buthi memberi judul salah satu kitabnya dengan “Tidak bermadzhab adalah bid’ah yang paling berbahaya yang dapat menghancurkan agama”.
Dan pilihan terakhirlah yang harus ditempuh, yaitu taqlid. (Allamadzhabiyah hlm. 70-73, Takhrij Ahadits al-Luma’ hlm. 348. )
Kesimpulannya dalam hal taqlid ini adalah:
1. Wajib bagi orang yang tidak mampu ber-istinbath dari Al-Qur’an dan Hadits.
2. Haram bagi orang yang mampu dan syaratnya tentu sangat ketat, sehingga mulai sekitar tahun 300 hijriah sudah tidak ada ulama yang memenuhi kriteria atau syarat mujtahid. Mereka adalah Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Sufyan ats-Tsauri, Dawud azh-Zhahiri dan lain-lain.
Lalu menjawab perkataan empat imam madzhab yang melarang orang lain bertaqlid kepada mereka adalah sebagaimana yang diterangkan ulama-ulama, bahwa larangan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang mampu berijtihad dari Al-Qur’an dan Hadits, dan bukan bagi yang tidak mampu, karena bagi mereka wajib bertaqlid agar tidak tersesat dalam menjalankan agama. (Al-Mizan al-Kubra 1/62. )
Wallahu a’lamu bisshowab..