PERTANYAAN :
Assalamualaikum Ustadz..
Dekkripsi masalah:
Di negara Indonesia terdapat para wali yang terkenal dengan nama wali sogo, sehingga tidak sedikit masyarakat muslim yang berantosias untuk berkunjung kepasarean/maqbarah mereka.
Setudi kasus ada serombongan musafir majlis ta’lim ingin berkunjung kemaqbarah para wali songo yang namanya musafir ketika berangkat serombongan tentu butuh istirahat ternyata setelah sampai ditengah perjalanan mereka ingin beristirahat dimasjid namun ketika sampai dimasjid ternyata pintu masjidnya ditutup padahal sebagaimana dimaklumi masjid itu dibangun untuk tempat ibadah entah dibukanya apa setiap adzan untuk shalat lima waktu atau setiap shalat jum’at.
Pertanyaannya:
Bagaimana pandangan hukum agama tentang menutup pintu masjid di luar shalat lima waktu?
JAWABAN :
Waalaikumussalam Warohmatulloohi Wabarokaatuh.
Mengunci masjid di luar waktu shalat atau membuat larangan tidur dalam masjid untuk menjaga kebersihan dan keamanan masjid hukumnya boleh.
Menurut imam Ashshoimari dan selain imam Ashshoimari dari madhab syafii, “tidak apa apa mengunci pintunya masjid pada waktu selain waktunya sholat, dengan syarat jika tujuannya ialah kerena menjaga masjid, atau karena menjaga alat-alatnya masjid. Dan diperbolehkannya mengunci pintunya masjid dengan syarat jika dikhawatirkan penghinaan terhadap masjid, dan jika dikhawatirkan hilangnya benda-benda yang ada di masjid, dan tidak ada keperluan yang mendorong untuk membuka pintunya masjid.
Adapun jika tidak dikhawatirkan kerusakan di dalam membuka pintunya masjid, dan jika tidak dikhawatirkan melanggar kehormatan (kemulyaan) masjid, dan jika didalam membuka pintunya masjid itu terdapat suatu perbuatan yaitu memberi manfaat/menolong/ramah kepada orang orang, maka disunnatkan membuka pintunya masjid, sebagaimana tidak dikuncinya pintu masjidnya Rosululloh SAW pada zamannya Rosululloh SAW dan pada zaman sesudah Rosululloh SAW.”
Referensi :
(المجموع علی شرح المهذب,جز ٢,صحيفۃ ١٧٨)
(الثانيۃ والعشرون)قال الصيمري وغيره من اصحابنا:لا باءس باءغلاق المسجد في غير وقت الصلاۃ لصيانته او لحفظ الاته,هكذا قالوه,وهذا اذا خيف امتهانها وضياع ما فيها ولم يدع الی فتحها حاجۃ,فاءما اذا لم يخف من فتحها مفسدۃ ولا انتهاك حرمتها وكان في فتحها رفق بالناس فالسنۃ فتحها كما لم يغلق مسجد رسول الله صلی ﷲ عليه وسلم في زمنه ولا بعده
Menurut Badruddin az-Zarkasy, dalam sebagian kitab madzhab hanafi terdapat keterangan yang memakruhkan penguncian pintu masjid dengan dasarkan kepada firman Allah ta’ala:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya?”(Q.S. Al-Baqarah[2]: 114)
لَا بَأْسَ بِإِغْلَاقِ الْمَسْجِدِ فِى غَيْرِ وَقْتِ الصَّلَاةِ صِيَانَةً وَحِفْظًا لِمَا فِيهِ خِلَافًا لِأَبِي حَنِيفَةَ فَإِنَّهُ مَنَعَ مِنْ غَلْقِهَا بِحَالٍ. قَالَهُ الصَّيْمِرِي فِى شَرْحِ الْكِفَايَةِ وَنَقَلَهُ فِى الرَّوْضَةِ عَنْهُ وَأَقَرَّهُ وَجَزَمَ بِهِ قَبْلَ بَابِ السَّجَدَاتِ، وَفِى بَعْضِ كُتُبِ الْحَنَفِيَّةِ يُكْرَهُ غَلْقُ بَابِ الْمَسْجِدِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا.
“Tidak apa-apa menutup (mengunci pintu) masjid untuk menjaga barang-barang yang tedapat di dalam masjid, berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah yang melarang untuk menutup masjid. Hal ini sebagaimana dikemukakan Ash-Shaimiri dalam Syarah al-Kifayah. Sedangkan Muhyiddin Syaraf An-Nawawi menukil darinya dalam kitab Raudlatut Thalibin dan menetapkan pendapat tersebut sebelum bab sujud. Dalam sebagian kitab-kitab madzhab hanafi terdapat pendapat yang menyatakan makruh menutup pintu masjid karena firman Allah Ta’ala: ‘Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya?’ (QS Al-Baqarah[2]: 114),” (Lihat Badruddin az-Zarkasyi, I’lamus Sajid bi Ahkam al-Masjid, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1416 H/1995 M, h. 239).
Dalam pemahaman kami, maksud dari hukum makruh dalam konteks ini adalah makruh tahrim. Penalaran yang digunakan untuk menyimpulkan hukum tersebut adalah bahwa penguncian pintu masjid identik dengan pelarangan atau pencegahan shalat, sedang pelarang ini jelas diharamkan karena firman Allah di atas. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam kitab al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah.
وَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ إِلَى أَنَّهُ يُكْرَهُ تَحْرِيمًا إِغْلاَقُ بَابِ الْمَسْجِدِ لِأَنَّهُ يُشْبِهُ الْمَنْعَ مِنَ الصَّلاَةِ وَالْمَنْعُ مِنَ الصَّلاَةِ حَرَامٌ لِقَوْلِهِ تَعَالَى وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا
“Madzhab hanafi berpendapat bahwa mengunci pintu masjid hukumnya adalah makruh tahrim sebab identik dengan menghalangi shalat. Sedangkan menghalangi shalat adalah diharamkan karena firman Allah ta’ala: ‘Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang melarang di dalam masjid-masjid Allah untuk menyebut nama-Nya, dan berusaha merobohkannya?’ (QS Al-Baqarah[2]: 114),” (Lihat al-Mawsu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Mesir, Darus Shafwah, juz XXXVII, halaman 288).
Namun, pandangan kelompok hanafi yang cendrung tidak memperbolehkan menutup atau mengunci pintu masjid dengan alasan yang dikemukakan di atas oleh Badruddin az-Zarkasyi sedikit dipersoalkan. Menurutnya, pendapat yang menyatakan ketidakbolehan untuk mengunci pintu masjid itu harus diletakkan dalam situasinya. Zaman dulu pendapat ini relevan, namun pada saat ini di mana banyak sekali terjadi kriminalitias berbeda. Karenanya mengunci pintu masjid diperbolehkan misalnya untuk menjaga barang-barang milik masjid.
وَخُولِفَ فِى ذَلِكَ فَقِيلَ كَانَ هَذَا فى زَمَانِ السَّلَفِ فَأَمَّا زَمَنُنَا وَقَدْ كَثُرَتِ الْجِنَايَاتِ فَلَا بَأْسَ بِإِغْلَاقِهِ اِحْتِيَاطًا عَلَى مَتَاعِ الْمَسْجِدِ
“(Tetapi) pandangan yang memakrukan penutupan pintu masjid disangkal. Maka dikatakan, bahwa hal ini berlaku pada masa lampau. Adapun zaman sekarang di mana banyak sekali tindakan kriminal maka tidak apa-apa mengunci pintu masjid untuk menjaga barang-barang masjid dan menjaga masjid dari jalan rumah sekitarnya…,” (Lihat Badruddin az-Zarkasyi, I’lamus Sajid bi Ahkamil Masjid, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1416 H/1995 M, halaman 239).
Berangkat dari pemaparan di atas, setidaknya ada dua pandangan mengenai hukum menutup pintu masjid. Ada yang mengatakan boleh dan ada yang mengatakan tidak. Hemat kami, kedua pandangan ini tidak perlu dipertentangkan. Keduanya bisa kita ambil sesuai dengan kondisi dan situasi di mana masjid itu berada.
Jika memang daerah sekitar masjid rawan kriminalitas seperti pencurian, pandangan yang memperbolehkan untuk mengunci pintu masjid selain waktu shalat bisa kita pakai. Tetapi jika lingkungan sekitar masjid aman dan kecil kemungkinan adanya kriminalitas, pendapat yang menyatakan tidak boleh mengunci masjid di luar waktu shalat bisa kita rujuk.
Wallahu a’lamu bisshowab..