DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

T027. HUKUM MUNTAH TERTELAN KEMBALI

PERTANYAAN :

Assalamualaikum Ustadz..

Diskripsi :
Ada seseorang yang makannya terlalu kenyang sehingga selang beberapa menit setelah makan orang tersebut makanan yang sudah dimakan barusan keluar lagi atau muntah namun makanan yang keluar dari perutnya tadi di telan.

Pertaxaannya :
Bagaimana hukumnya menelan makanan tersebut?

JAWABAN :

Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..

Hukumnya ditafshil :

a). Jika makanan tersebut sudah berubah dari bentuk aslinya maka hukum menelannya haram karena termasuk najis.

Referensi :

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :

القيء نجس لأنه طعام استحال في الجوف إلى الفساد فأشبه الغائط

“Muntah hukumnya najis, karena perubahan makanan yang ada diperut menjadi rusak, sehingga disamakan dengan kotoran (manusia)” (Al-Kafi 1/153)

Imam Ibnu Hazam rahimahullah berkata :

وَالْقَيْءُ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ أَوْ كَافِرٍ حَرَامٌ يَجِبُ اجْتِنَابُهُ ؛ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْعَائِدِ فِي قَيْئِه

“Muntah baik dari orang muslim ataupun kafir adalah haram wajib dijauhi berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam “oarng yang meminta kembali pemberiannya seperti orang yang memakan muntahnya” (Al-Muhalla 1/191). Maksud haram disini adalah najis.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

وَالْقَيْءُ نَجِسٌ ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (قَاءَ فَتَوَضَّأَ) وَسَوَاءٌ أُرِيدَ غَسْلُ يَدِهِ أَوِ الْوُضُوءُ الشَّرْعِيُّ ؛ لِأَنَّهُ لَا يَكُونُ إِلَّا عَنْ نَجَاسَةٍ

“Muntah hukumnya najis karena Nabi shalallahu alaihi wasallam pernah muntah lalu beliau berwudhu, baik wudhu bermakna cuci tangan ataupun wudhu bermakna wudhu syar’i (seperti wudhu mau shalat) menunjukan bahwa Beliau tidaklah melakukan itu kecuali karena najis” (Syarah Umdatul Fiqih 1/108, Majmul Fatawa 21/597)

Komite tetap dewan Fatwa Saudi Arabiya menyatakan didalam fatwanya :

القيء نجس سواء كان من صغير أو كبير لأنه طعام استحال في الجوف إلى الفساد أشبه الغائط والدم ، فإذا أصاب الثوب أو غيره وجب غسله بالماء مع الفرك والعصر حتى تذهب عين النجاسة وتزول أجزاؤها وينقى المحل

“Muntah hukumnya najis baik muntah orang dewasa ataupun anak kecil, karena ia adalah makanan yang berubah diperut menjadi sesuatu yang rusak sehingga disamakan hukumnya dengan tinja dan darah, maka apabila terkena pakaian atau yang lainya wajib dicuci dengan air sambil digosok serta diperas sampai hilang najisnya lenyap bekasnya dan bersih” (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daaimah 4/193 no : 20902)

b). Dihukumi suci apabila masih berbentuk makanan murni.

Referensi :

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

نجاسة القيء متفق عليها ، وسواء فيه قيء الآدمي وغيره من الحيوانات .. وسواء خرج القيء متغيراً أو غير متغير ، وقيل : إن خرج غير متغير فهو طاهر ، وهو مذهب مالك

“Najisnya muntah adalah perkara yang disepakati atasnya, baik muntah manusia ataupun muntahnya binatang…baik keluar dengan berubah ataupun tidak. Dan ada yang berpenpendapat bahwa kalau tidak berubah maka muntah itu suci dan ini madzhabnya Malik” (Al-Majmu’ 2/551)

Al-Qurrafi rahimahullah berkata :

الْقَيْءُ وَالْقَلْسُ طَاهِرَانِ إِنْ خَرَجَا عَلَى هَيْئَةِ طَعَامٍ

“Al-Qoi-u (muntah) dan qalas (sejenis muntah kalau dalam bahasa nenek moyang saya OLAB) keduanya adalah suci apabila keluar dalam keadaan dalam bentuk makanan” (Ad-Dzakhirah 1/185)

KESIMPULAN :

[a] Hukum muntah ada khilaf dikalangan para ulama antara yang menajiskan dan yang tidak menajiskan.

[b] Pendapat jumhur mayoritas menyatakan najis secara mutlak tanpa perincian.

[c] Diantara ulama ada yang merinci seperti Imam Malik, kalau muntah tersebut sudah berubah kondisinya dari makanan menjadi zat yang rusak dan berbau maka najis kalau tidak berubah maka suci. Dalam hal ini tidak dibedakan antara bayi atau dewasa.

Wallahu a’lamu bisshowab..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM