PERTANYAAN :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
KHITAN BAGI WANITA
Bagaimana hukum islam tentang hitan anak-anak perempuan? Lalu sampai dimana batasannya?
JAWABAN :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Sebagian para ulama Syafi’iyah sebagaimana terungkap dalam pernyataan Imam Nawawi sesuai keterangan diawal tulisan ini, mereka berpendapat bahwa khitan bagi wanita itu WAJIB hukumnya.
Sedangkan menurut Imam Malik dan sebagian lagi sahabat Syafi’I seperti pernyataan Sohibul Mughni dari Ahmad, menyatakan hukumnya sunnah berdasarkan keumuman hadist shohih riwayat Bukhori dan Muslim, dan hadist dari Syaddad bin Aus yang menyatakan:
الختان سنة للرجل مكرمة للنساء
“Khitan itu perilaku Nabi- nabi bagi lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita”
Disamping itu hujjah bagi mereka yang menyatakan tidak wajibnya khitan bagi wanita, karena khitan wanita tidak mempengaruhi keabsahan ibadah sholatnya, tapi lebih dimaksudkan untuk menstabilkan hasrat seksualnya sebagaimana pernyataan Imam Ibnu Taimiyah tatkala beliau ditanya: Apakah wanita juga dikhitan? Beliau menjawab:” Ya, wanita itu dikhitan. Dan khitannya dengan memotong kulit yang paling atas (jildah) yang mirip dengan jengger ayam jantan. Rasulullah bersabda: “Sedikit saja jangan semuanya karena itu lebih bisa membuat wajah ceria dan lebih disenangi suami” Hal itu karena tujuan khitan laki- laki ialah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam penutup kulit dzakar, sedangkan tujuan khitan wanita adalah untuk menstabilkan syahwatnya, karena kalau wanita tidak dikhitan, maka syahwatnya akan sangat besar. (Majmu’ fatawa 21/114)
Dikalangan ulama berbeda pendapat tentantang khitan wanita menurut menurut Madzhab Malikiyah sunnah sedagkan menurut Hambaliyah khitan wanita adalah hanya meulyakan wanita tidak sunnah, tetapi menurut ibarah Hanafiyah khitan wanita itu adalah disunnatkan sebagaimana ibarah berikut:
موسوعة الفقهية
وَهُوَ مَنْدُوبٌ فِي حَقِّ الْمَرْأَةِ علم الْمَالِكِيَّةِ، وَعِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ فِي رِوَايَةٍ يُعْتَبَرُ خِتَانُهَا مَكْرُمَةً وَلَيْسَ بِسُنَّةٍ، وَفِي قَوْلٍ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ: إِنَّهُ سُنَّةٌ فِي حَقِّهِنَّ كَذَلِكَ، وَفِي ثَالِثٍ: إِنَّهُ مُسْتَحَبٌّ.
Ulama yang disebutkan diatas mengambil dalil atas kesunnatan-Nya melalui hadits sebagaimana berikut:
وَاسْتَدَلُّوا لِلسُّنِّيَّةِ بِحَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا مَرْفُوعًا: الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَال مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاء. وَبِحَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ مَرْفُوعًا خَمْسٌ مِن المفطرةِ الختانُ، والإستحدادُ، ونتف الإبط، وتقليم الأظفار، وقصّ الشاربِ.
وقد قَرِنَ الختانُ في الحديث بقص الشارب وغيره وليس ذلك واجبا.ومما يدل على عدم الوجوب كذلك أنّ الختان قطع جزءٍ من الجسد ابتداءً فلم يكن واجبا بالشرع قياسا على قص الشارب (٢)
َ(١) حاشية ابن عابدين ٥ /
٤٧٩، والاختيار ٤ /١٦٧
(٢) الشرح الصغير ١٥١/٢
(٣) المجموع /١٠٠/١
(٤) الإنصاف ١ /١٢٤
(٥) ينظر الفروق بين السنة والمندوب والمستحب تحت عنوان (استحباب) .
(٦) حديث: ” الختان سنة للرجال مكرمة للنساء “. أخرجه أحمد (٥ /٧ – ط الميمنية) والبيهقي في سننه (٨ /٣٢٥ – ط دائرة المعارف العثمانية) من حديث أسامة الهذلي، وأعله البيهقي بأحد رواته.
وقال الشيخ يوسف القرضاوى في فتاويه كما يأتي.
“Dan Syaikh Yusuf al-Qorthowi dalam fatwanya sebagaimana berikut :
Masalah ini (khitan wanita) diperselisihkan oleh para ulama bahkan oleh para dokter sendiri, dan terjadi perdebatan panjang mengenai hal ini di Mesir selama beberapa tahun.
Sebagian dokter ada yang menguatkan dan sebagian lagi menentangnya, demikian pula dengan ulama, ada yang menguatkan dan ada yang menentangnya. Barangkali pendapat yang paling moderat, paling adil, paling rajih, dan paling dekat kepada kenyataan dalam masalah ini ialah khitan ringan, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits – meskipun tidak sampai ke derajat sahih – bahwa Nabi saw. pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan wanita ini, sabdanya:
لخبر أبي داوود وغيره أنه صلى الله عليه وسلم قال للخاتنة أشمى ولا وتنهكى فإنه أحظى للمرأة وأحب للبعل، أى لزيادته في لذة الجماع.
“Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hal itu akan mencerahkan wajah dan menyenangkan suami.”
المقصود من ( أشمى) أى التقليل
“Yang dimaksud dengan “asymaa” ialah taqlil (menyedikitkan),
والمقصود من (لاتنهكى) أى لاتستأصلي هو التقليل
“Dan yang dimaksud dengan laa tantahiki ialah laa tasta’shili (jangan kau potong sampai pangkalnya). Cara pemotongan seperti yang dianjurkan itu akan menyenangkan suaminya dan mencerahkan (menceriakan) wajahnya, maka inilah barangkali yang lebih cocok.
Mengenai masalah ini, keadaan di masing-masing negara Islam tidak sama. Artinya, ada yang melaksanakan khitan wanita dan ada pula yang tidak. Namun bagaimanapun, bagi orang yang memandang bahwa mengkhitan wanita itu lebih baik bagi anak-anaknya, maka hendaklah ia melakukannya, dan saya menyepakati pandangan ini, khususnya pada zaman kita sekarang ini. Akan hal orang yang tidak melakukannya, maka tidaklah ia berdosa, karena khitan itu tidak lebih dari sekadar memuliakan wanita, sebagaimana kata para ulama dan seperti yang disebutkan dalam beberapa atsar.
Adapun khitan bagi laki-laki, maka itu termasuk syi’ar Islam, sehingga para ulama menetapkan bahwa apabila Imam (kepala negara Islam) mengetahui warga negaranya tidak berkhitan, maka wajiblah ia memeranginya sehingga mereka kembali kepada aturan yang istimewa yang membedakan umat Islam dari lainnya ini.
فتاوى يوسف القرضاوى
والله تعالى أعلم
BATASAN KHITAN BAGI WANITA
Adapun batasan yang wajib bagi wanita untuk dipotong adalah daging yang ada diatasnya farji’ (atasnya lubang seni)menyerupi janggarnya ayam (yaitu dinamakan badhar)
Sebagaimana ibarah berikut:
إعانة الطالبين الجزء الرابع ص ١٧٤:
المرأة قطع جزء يقع عليه الإسم من اللحمة الموجودة بأعلى الفرج فوق ثقبة البول تشبه عرف الديك وتسمى البظر.
{وقوله والمرأة الخ} أى الواجب فيختان المرأة قطع جزء يقع عليه إسم الختان وتقليله أفضل. لخبر أبي داوود وغيره أنه صلى الله عليه وسلم قال للخاتنة أشمى ولا تنهكى فإنه أحظى للمرأة وأحب للبعل اى لزيادته في لذة الجماع .وفي رواية أسرى للوجه ،أى أكثر لمائه ودمه.
Nihayah Al-Muchtaj Ila Syarch Al-Manhaj
ﻭﻳﺠﺐ ) ( ﺧﺘﺎﻥ ) ﻟﺬﻛﺮ ﻭﺃﻧﺜﻰ ﺇﻥ ﻟﻢ ﻳﻮﻟﺪﺍ ﻣﺨﺘﻮﻧﻴﻦ ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ } ﺛﻢ ﺃﻭﺣﻴﻨﺎ ﺇﻟﻴﻚ ﺃﻥ ﺍﺗﺒﻊ ﻣﻠﺔ ﺇﺑﺮﺍﻫﻴﻢ ﺣﻨﻴﻔﺎ { ﻭﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ، ﻭﻗﺪ ﺍﺧﺘﺘﻦ ﻭﻫﻮ ﺍﺑﻦ ﺛﻤﺎﻧﻴﻦ ﺳﻨﺔ ، ﻭﺻﺢ ﺃﻧﻪ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻋﺸﺮﻭﻥ ، ﻭﺍﻷﻭﻝ ﺃﺻﺢ ، ﻭﻗﺪ ﻳﺤﻤﻞ ﺍﻷﻭﻝ ﻋﻠﻰ ﺣﺴﺒﺎﻧﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺒﻮﺓ ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻻﺩﺓ ، ﺑﺎﻟﻘﺪﻭﻡ ﺍﺳﻢ ﻣﻮﺿﻊ ، ﻭﻗﻴﻞ ﺁﻟﺔ ﻟﻠﻨﺠﺎﺭ ، ﺛﻢ ﻛﻴﻔﻴﺘﻪ ﻓﻲ ( ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ) ( ﺑﺠﺰﺀ ) ﻳﻘﻄﻊ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻻﺳﻢ ( ﻣﻦ ﺍﻟﻠﺤﻤﺔ ) ﺍﻟﻤﻮﺟﻮﺩﺓ ( ﺑﺄﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﺮﺝ ) ﻓﻮﻕ ﺛﻘﺒﺔ ﺍﻟﺒﻮﻝ ﺗﺸﺒﻪ ﻋﺮﻑ ﺍﻟﺪﻳﻚ ﻭﺗﺴﻤﻰ ﺍﻟﺒﻈﺮ ﺑﻤﻮﺣﺪﺓ ﻣﻔﺘﻮﺣﺔ ﻓﻤﻌﺠﻤﺔ ﻭﺗﻘﻠﻴﻠﻪ ﺃﻓﻀﻞ ( ﻭ ) ﻓﻲ ( ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺑﻘﻄﻊ ) ﺟﻤﻴﻊ [ ﺹ : 36 ] ( ﻣﺎ ﻳﻐﻄﻲ ﺣﺸﻔﺘﻪ ) ﺣﺘﻰ ﺗﻨﻜﺸﻒ ﻛﻠﻬﺎ ، ﻭﻋﻠﻢ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﺃﻥ ﻏﺮﻟﺘﻪ ﻟﻮ ﺗﻘﻠﺼﺖ ﺣﺘﻰ ﺍﻧﻜﺸﻔﺖ ﺍﻟﺤﺸﻔﺔ ﻛﻠﻬﺎ ، ﻓﺈﻥ ﺃﻣﻜﻦ ﻗﻄﻊ ﺷﻲﺀ ﻣﻤﺎ ﻳﺠﺐ ﻗﻄﻌﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺨﺘﺎﻥ ﻣﻨﻬﺎ ﺩﻭﻥ ﻏﻴﺮﻫﺎ ، ﻭﺟﺐ ﻭﻟﻢ ﻳﻨﻈﺮ ﻟﺬﻟﻚ ﺍﻟﺘﻘﻠﺺ ; ﻷﻧﻪ ﻗﺪ ﻳﺰﻭﻝ ﻓﻴﺴﺘﺮ ﺍﻟﺤﺸﻔﺔ ، ﻭﺇﻻ ﺳﻘﻂ ﺍﻟﻮﺟﻮﺏ ﻛﻤﺎ ﻟﻮ ﻭﻟﺪ ﻣﺨﺘﻮﻧﺎ.
Wallahu a’lamu bisshowab..