PERTANYAAN :
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Langsung saja Ustadz..
Bagaimana hukum wudhu’nya mayyit yang sudah disucikan disentuh orang non mahrom, sementara yang nyentuh juga punya wudlu’.
Batalkah wudhu’ keduanya (mayyit dan yang menyentuhnya)?
JAWABAN :
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Wudhu’nya mayyit yang disentuh oleh orang yang lain adalah tidak batal sedangkan wudhu’nya orang yang menyentuh adalah batal walaupun yang menyentuh sudah tua dan pikun.
ألإقناع الجزء الأول ص ٥٧
الرابع من نواقض الوضوء لمس الرجل ببشرته (المرأة الأجنبية) أى بشرتها…..الخ..
إذ اللمس لايختص بالجماع قال الله تعالى فلمسوه بأيديهم، وقال صلى الله عليه وسلم لعلك لمست ولا فرق فى ذلك بين أن يكون بشهوة إكراه أونسيان أو يكون الرجل ممسوحا أو خصيا أو عنينا أو المرأة عجوزا شوهاء أوكافرة بتمجس أوغيره أوحرة أورقيقة أو أحدهما ميتا لكن لاينقض وضوء الميت واللمس الجس باليد.
” Batalnya wudhu’ yang ke empat adalah menyentuhnya kulit seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya.
Karena menyentuh itu tidak haruskan dengan jima’.
Allah swt. berfirman ” Maka mereka menyentuhnya dengan tangan mereka”
Dan Rasulullah saw. bersabda “Mudah-mudahan kamu telah menyentuh, tiada perbedaan sentuhan itu dengan syahwat, dipakasa, ataupun lupa, atau ada seorang lelaki di usap dengan gembira ataupun membantu atau orang perempuan yang lemah/ tua pikun atau perempuan kafir majusi atau yang lainnya seperti orang yang merdeka atau budak atau salah satu kedua mati, maka tidaklah batal wudhu’nya orang yang mati dan menyentuh dengan rabaan tangan.
مرقاة صعود التصديق فى شرخ سلم التوفيق ص ٢١
وينتقض وضوء اللامس والملموس لاشتراكهما فى لذة اللمس كالمشتركين فى لذة الجماع ولاينتقص وضوء الميت
“Dan batal wudhu’nya orang yang menyentuh dan yang di sentuh kerena keduanya dapat merasakan kenikmatan bersama, sebagaimana nikmatnya orang yang bersetubuh, dan tidak batal wudhu’ mayyit yang disentuh.
والله تعالى أعلم.
Yang batal yang hidup kalau wudhunya yang mati tidak batal [baca Kitab Tausyeh, hal. 22], SEANDAINYA DIJIMA’ pun, mayat tersebut tidak perlu dimandikan lagi, yang harus mandi atau batal wudhunya adalah yang menyentuh / menyetubuhinya [lihat Kasyifatus Saja halaman 22], yang batal wudhunya non mahrom yang memegang mayatnya sedang wudhunya si mayat tidak menjadi BATAL.
(و) رابعها (تلاقى بشرتى ذكر وأنثى) ولو بلا شهوة وإن كان أحدهما مكرها أو ميتا لكن لا ينقض وضوء الميت
Nomor empat dari hal yang dapat membatalkan wudhu adalah pertemuan dua kulit orang laki-laki dan wanita meskipun tanpa disertai syahwat dan meskipun salah satu dari keduanya dipaksa atau sudah meninggal, hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Hamisy I’anah at-Thoolibiin I/64 ].
ولا فرق في ذلك بين أن يكون بشهوة أو إكراها أو نسيان، أو يكون الرجل ممسوحا أو خصيا أو عنينا، أو المرأة عجوزا شوهاء، أو كافرة بتمجس أو غيره، أو حرة أو رقيقة، أو أحدهما ميتا، لكن لا ينتقض وضوء الميت
Dan tidak ada perbedaan dalam batalnya wudhu akibat persentuhan kulit antara wanita dan pria tersebut antara disertai syahwat atau tidak, terpaksa atau lupa, atau keberadaan lelakinya terpotong, terkebiri atau impoten kemaluannya, atau keberadaan wnitanya sudah tua renta yang buruk rupanya atau wanita penganut agama majusi atau lainnya, wanita merdeka atau budak, atau salah seorang dari keduanya sudah meninggal hanya saja wudhunya orang yang telah meninggal tidak menjadi batal. [ Iqnaa’ I/56 ].
Wallaahu a’lamu bis showaab..