PERTANYAAN :
Assalamualaikum kiyai…
Mau nanya gimana cara sholat bagi orang yang kencing terus?
JAWABAN :
Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
Caranya sama dengan orang istihadhah, adapun cara shalat orang yang istihadhah sebagaimana yang akan diterangkan di bawah ini.
Hendaknya bagi perempuan yang sedang istihadhah ( darah penyakit ) atau orang yang beser jika ingin melaksanakan shalat adalah:
1. Membasuh atau membersihkan kemaluannya (farji) kemudian menyumbatnya dengan kain kapas atau sejenisnya dan membalutnya dengan rapat sehingga darah atau kencing tidak dapat keluar. Hal ini harus dilakukan ketika ia tidak merasakan sakit saat disumbat. Dan jika ia berpuasa maka hal itu harus dihindari pada siang hari, karena akan menyebabkan batalnya puasa.
Dalam menyumbat vagina, tidak dianggap cukup bila penyumbatannya hanya dimasukkan pada anggota bagian vagina yg tidak wajib disucikan pada saat beristinja`, namun harus masuk ke dalam, agar ketika shalat ia tidak dihukumi membawa sesuatu yg bertemu dg najis. Dan jika darah terlalu deras keluar sehingga tembus di luar penyumbat, maka hal itu tidak apa-apa karena darurat.
2. Kemudian berwudhu’ dengan niat agar diperkenankan menunaikan sholat yang kemudian langsung mengerjakan solat. niatnya adalah:
نويت الوضوء لاستباحة الصلاة فرضا لله تعالى
Artinya : Saya niat berwudhu` agar diperbolehkan shalat yang werupakan kefardhuan karena Allah ta’ala.
Maksud dari niat semacam itu karena ia sedang mengalami hadats sehingga ia tidak boleh menyertakan “untuk mengilangkan hadats” dalam niatnya.
3. Wudhu` dengan muwalah (terus-menerus). Yaitu dalam membasuh anggota wudhu`; anggota yg dibasuh sebelumnya masih basah (belum kering).
4. Segera melaksanakan shalat. Hanya saja ia boleh menundanya karena untuk melakukan hal-hal yg terkait dg kemashlahatan shalat, seperti menutup aurat, menjawab adzan, menanti jama’ah, dan lain-lain.
Semua tata cara di atas dilakukan secara berurutan dan setelah masuk waktu shalat. Jika salah satunya tidak terpenuhi atau mengalami hadats yg lain, maka harus diulangi dari awal. Dan demikian tadi harus dilakukan setiap akan melaksanakan shalat fardhu, sehingga satu rangkaian thoharoh (bersuci) tersebut tidak boleh digunakan untuk dua shalat fardhu, kecuali shalat sunnah, maka boleh berulang-ulang. Yakni apabila berwudhu` untuk ibadah fardhu maka denganya boleh melakukan ibadah sunnah lebih dari sekali.
Dan untuk setiap ibadah fardhu wajib memperbaharui pembasuhan / membersihkan vagina dan penyumbat / pembalut; apabila seorang wanita terlumuri najis yg tidak dima’fu (diampuni) sebab banyaknya, dan bila tidak demikian maka ia hanya wajib membaharui pembalutnya untuk setiap ibadah fardhu.
Dasar Pengambilan :
( قَوْلُهُ وَرُطُوبَةِ فَرْجٍ) هِيَ مَاءٌ أَبْيَضُ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ الْمَذْيِ وَالْعَرَقِ وَمَحِلُّ ذَلِكَ إذَا خَرَجَتْ مِنْ مَحَلٍّ يَجِبُ غَسْلُهُ ، فَإِنْ خَرَجَتْ مِنْ مَحِلٍّ لَا يَجِبُ غَسْلُهُ فَهِيَ نَجِسَةٌ ؛ لِأَنَّهَا رُطُوبَةٌ جَوْفِيَّةٌ وَهِيَ إذَا خَرَجَتْ إلَى الظَّاهِرِ يُحْكَمُ بِنَجَاسَتِهَا وَإِذَا لَاقَاهَا شَيْءٌ مِنْ الطَّاهِرِ تَنَجَّسَ. حاشية الجمل. الجز 2.صفحة 149.
(Pernyataan Mushannif yang mengatakan “cairan dalam kemaluan”) yaitu cairan putih yang ambigu antara madzi dan keringat. Titik tekan masalah ini, yaitu ketika cairan itu keluar dari tempatnya yang wajib membersihkannya. Apabila cairan itu keluar dari tempat yang tidak wajib dibersihkan maka dihukumi najis, karena hal itu merupakan cairan dari dalam. Apabila cairan itu keluar dari anggota dzahir, maka dihukumi najis. Apabila sesuatu yang suci bersentuhan dengannya maka menjadi mutanajis.
Dasar Pengambilan:
والاستحاضة كسلس فلا تمنع ما يمنعه الحيض فيجب أن تغسل مستحاضة فرجها فتحشوه فتعصبه بشرطهما فتطهر لكل فرض وقته وتبادر به ولا يضر تأخيرها لمصلحة كستر وانتظار جماعة. منهج الطلاب. الجز 1. صفحة 26.
Istihadhah (darah penyakit) itu seperti orang yang beser, maka orang yang istihadzah tidak tercegah melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang haid. Maka wajib bagi seorang yang istihadzah untuk mensucikan farjinya, menyumpal dan membalutnya sesuai dengan syarat-syaratnya, kemudian berwudlu. Hal ini wajib dilakukan setiap akan menjalankan shalat fardlu dan bersegera menjalankannya. Mengakhirkan shalat (setelah wudlu) diperboleh bila untuk kemaslahatan seperti menutup aurat atau menunggu jamaah.
Dasar Pengambilan :
والأصل في النية حديث الصحيحين المشهور « إنما الأعمال بالنيات » ( ومن دام حدثه كمستحاضة ) ومن به سلس البول ( كفاه نية الاستباحة ) كغيره ( دون الرفع ) لبقاء حدثه ( على الصحيح فيهما ) وقيل : لا تكفي نية الاستباحة ، بل لا بد من نية الرفع معها لتكون نية الرفع للحدث السابق ونية الاستباحة للاحق . وقيل : تكفي نية الرفع لتضمنها لنية الاستباحة . ( ومن نوى تبردا مع نية معتبرة ) كنية مما تقدم ( جاز ) له ذلك أي لم يضره في النية المعتبرة ( على الصحيح ) لحصوله من غير نية . والثاني يضره للإشراك في النية بين العبادة وغيرها ونية التنظيف كنية التبرد فيما ذكر ( أو ) نوى ( ما يندب له الوضوء كقراءة ) أي نوى الوضوء لقراءة القرآن أو نحوها ، ( فلا ) يجوز له ذلك ، أي لا يكفيه في النية ( في الأصح ) لأن ما يندب له الوضوء جائز مع الحدث فلا يتضمن قصده قصد رفع الحدث ، والثاني يقول قصده حالة كماله ، فيتضمن
قصده ما ذكر .
حاشيتان قليوبي وعميرة – الجزء الأول – ص 52 – 53
Catatan : Dalam madzhab Hanbali, istihadhah dan dawamul hadats (selalu hadats) adalah termasuk hal-hal yg menjadi sebab diperbolehkannya menjama’ shalat, karena kedua hal tersebut menyebabkan masyaqoh (kesulitan) untuk melaksanakan shalat di setiap waktu menurut pandangan mereka.
Wallahu a’lamu bisshowab..