PERTANYAAN :
Assalamualaikum ustadz..
Ada keluarga (suami dan isteri) yang bercerai, sedangkan keluarga tersebut sudah punya anak. Tapi dalam pembagian hartanya anak tersebut tidak dapat bagian. Bagaimana hukumnya?
JAWABAN :
waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
Bughyatul Mustarsyidin, halaman 159 :
اختلط مال الزوجين ولم يعلم لاءيهما اكثر,ولا قرينۃ تميز احدهما,وحصلت بينهما فرقۃ او موت,لم يصح لاءحدهماولا وارثه تصرف في شيء منه قبل التمييز اوالصلح الا مع صاحبه,اذ لا مرجح,وحينءذ فاءن امكن معرفتهما,والا وقف الاءمر حتی يصطلح الزوجان او ورثتهمابلفظ صلح او تواهب بتساو او تفاوت ان كانوا كاملين,ويجب ان لا ينقص عن النصف في المحجور,نعم ان جرت العادۃ المطردۃ باءن احدهما يكسب اكثر من الاءخر كان الصلح والتواهب علی نحو ذلك,فاءن لم يتفقوا علی شيء من ذلك فمن بيده شيء من المال فالقول قوله بيمينه انه ملكه,فاءن كان بيدهما فلكل تحليف الاءخر ثم يقسم نصفين(بغيۃ المسترشدين,صحيفۃ ١٥٩)
Telah bercampur harta benda suami isteri, dan tidak diketahui milik siapa yang lebih banyak, dan tidak ada tanda-tanda yang dapat membedakan salah satu diantara kedua harta itu. Dan diantara keduanya terjadi perceraian atau mati, maka tidak sah bagi salah satu dari kedua suami isteri itu dan tidak sah juga bagi ahli warisnya salah satu dari suami istri itu (tidak sah) bertindak kepada harta itu sebelum membedakan atau sebelum berdamai, kecuali beserta orang yang punya harta itu, karena tidak ada yang memenangkan kepada salah satu dari suami isteri itu. Maka disaat itu jika mungkin untuk mengetahui kepada kedua harta itu, maka harta itu diberikan kepada yang berhak. Dan jika tidak mungkin maka urusan itu ditangguhkan sampai kedua suami isteri itu atau ahli waris dari suami isteri itu berdamai dengan menggunakan lafal “shulhu” (perdamaian), atau sampai diantara suami isteri itu terjadi saling memberi dengan sama bagiannya,atau dengan berbeda bagiannya. (itupun terjadi) jika suami isteri itu sempurna(artinya tidak termasuk mahjur alaihi). dan diwajibkan didalam pembagian harta supaya tidak kurang dari separuh bagian bagi suami/isteri yang termasuk mahjur alaihi. Tapi jika berlaku adat, bahwa salah seorang dari kedua suami isteri itu bekerja lebih banyak dari yang lain, maka diadakan shulhu (perdamaian) dan saling memberi. Dan jika suami dan isteri itu tidak sepakat atas perdamaian dan saling memberi, maka suami/isteri yang memegang harta, maka ucapan yang diterima adalah ucapan dari suami/isteri yang memegang harta itu dengan sumpahnya bahwa harta itu miliknya.
Maka jika harta itu ada ditangan kedua suami isteri itu, maka masing-masing menyumpah lainnya, kemudian harta itu dibagi dua. Karena didalam ibarot diatas, didalam pembagian harta antara suami isteri itu, hanya menyebut bahwa yang berhak mendapat harta itu hanya suami dan isteri, dan didalam ibarot diatas tidak ada keterangan bahwa anak mendapatkan bagian dari harta itu. Maka menurut saya, anak tersebut tidak berhak mendapat bagian dari hartanya suami/isteri itu, kecuali jika suami/isteri itu rela menghibahkan sebagian hartanya untuk anaknya.
Wallahu a’lamu bisshowab..