PERTANYAAN :
Assalamualaikum warohmatulahi wabarokatuh..
Ada seorang perempuan perawan menikah tanpa sepengetahuan orang tuanya karena takut tidak di restui. Pertanyaannya apakah nikahnya sah? mohon jawabannya..
JAWABAN :
Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
Yang ada di dalam Islam adalah membangun cinta di atas pernikahan yang penuh berkah dan bukan membangun pernikahan diatas cinta. Yang membangun pernikahan diatas cinta akan terjerumus dalam dalam petualangan cinta yang haram atau pacaran dan pacaran adalah mendekati zina yang di larang di dalam Alqur’an. Pacaran adalah cara orang di luar Islam. Lebih dari itu hilangnya kepatuhan kepada orang tua banyak di sebabkan karena mencintai sebelum waktunya. Contohnya adalah yang anda lakukan karena anda terlanjur mencintai laki-laki pilihan anda hingga menjadikan anda nekat untuk kawin lari. Kalau anda tidak cinta terlebih dahulu tentu anda tidak akan melakukan yang demikian itu.
Yang harus anda sadari adalah ada kesalahan beruntun yang anda lakukan mulai dari anda mencintai laki-laki yang belum halal untuk anda hingga pada akhirnya orang tua anda anda tinggalkan. Kebaikan orang tua anda merawat anda belasan atau puluhan tahun anda lupakan karena kebaikan seseorang yang baru beberapa bulan.
Adapun masalah pernikahan anda memang dalam fiqih Syafi’i saat dua calon mempelai berada di tempat yang lebih dari 2 marhalah atau 84 km kemudian minta dinikahkan oleh hakim atau muhakkam (orang soleh yang dipilih untuk menikahkan) dengan dihadiri 2 saksi maka penikahanya adalah sah. Akan tetapi yang harus kita sadari bahwa pernikahan tidak cukup hanya urusan sah dan tidak sah, akan tetapi barokah dan ridho orang tua adalah amat penting.
Banyak transaksi juga akad yang sah namun mengandung dosa seperti jual belinya seorang laki-laki yang wajib jum’atan di saat adzan jumat dikumandangkan. Bahkan kadang membawa dosa besar yang akan menjadi sebab kehancuran nilai akad yang sudah sah tadi. Yaitu seperti pernikahan yang tidak diridhoi orang tua lalu dilaksanakan dengan cara tersebut pernikahannya sah namun tetap dosa.
Maka koreksilah kesalahan anda dan segeralah meminta maaf kepada orang tua dan memperbanyak pengabdian kepada beliau. Sebab pernikahan yang dilaksanakan dengan menyakiti orang tua tidak akan membawa kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
TENTANG KAWIN LARI :
(Masalah) seorang laki-laki membawa lari seorang perempuan dari ahlinya (keluarga) dengan jalan paksa dan dijauhkan dari walinya hingga masafah Qasr (jarak boleh melakukan qasar) dan demikian juga kalau kurang dari masafah qasr tetapi ada uzur ketika hendak menghubungi wali perempuan tersebut kerana ketakutan umpamanya, maka sahlah nikah perempuan itu dengan izinnya jika ia dikawinkan oleh hakim, dengan calon suami yang se kufu’. hal ini disebabkan karena ashab Syafi’iyyah tidak membedakan antara ketiadaan / ghoibnya wali dengan ghaibnya perempuan dan tidak membedakan antara keadaan perempuan tersebutt dipaksa bepergian ataupun tidak (keinginan sendiri).
Tetapi aku (Mushannif / Ibnu Ziyad) berkata, jika perempuan tersebut memiliki wali dinegrinya, tetapi walinnya enggan (tidak mau) menikahkan setelah perempuan tersebut memberitahukan kepadanya (walinya) bahwasanya calon suaminya adalah se kufu’, kemudian perempuan tersebut kesulitan untuk menetapkan ketidak mauan wali untuk menikahkan, lalu peremuan tersebut pergi ke negeri yang jauh dari walinya, yang lau ia mengizinkan qadli/hakim negeri yang ia pindah didalamnya untuk menikahkannya dengan calon suami yang se kufu’ , maka pernikahan tersebut adalah sah. Dan bukanlah pengkawinan yang dilakukan hakim yang pertama tersebut terhadap perempuan tadi merupakan salah satu bentuk rukhsah (keringanan) dari bepergian (safar) yang tidak ada sangkut pautnya dengan kemaksiatan seperti yang dibayangkan demikian.
Iya, seseorang yang melakukan perbuatan tersebut dengan memaksa seorang perempuan merdeka lalu melarikannya dan mengasingkannya dari negaranya adalah salah satu perbuatan yang tidak dihalalkan dalam agama dan tidak diridloi, bahkan perbuatan tersebut adalah merupakan dosa besar yang dengan dosa tersebut, pelakunya akan tertolak kesaksiannya dan ia dihukumi sebagai orang fasiq. [Kang As’ad ].
غاية تلخيص المراد من فتاوى ابن زياد ص 102
(مسألة): أخذ رجل امرأة عن أهلها قهراً وبعدها عن وليها إلى مسافة القصر وكذا دونه، إن تعذرت مراجعته لنحو خوف صح نكاحها بإذنها إن زوّجها الحاكم من كفء، إذ لم يفرق الأصحاب بين غيبة الولي وغيبتها، ولا في غيبتها بين أن تكون مكرهة على السفر أو مختارة، بل أقول: لو كان لها وليّ بالبلد وعضلها بعد أن دعته إلى كفء وتعسر لها إثبات عضله فسافرت إلى موضع بعيد عن الوليّ وأذنت لقاضي البلد الذي انتقلت إليه في تزويجها من الكفء صح النكاح، وليس تزويج الحاكم في الأوّل من رخص السفر التي لا تناط بالمعاصي كما يتخيل ذلك، نعم قد ارتكب المتعاطي لذلك بقهره الحرة والسفر بها وتغريبها عن وطنها ما لا يحل في الدين ولا يرتضى، بل ذلك من الكبائر العظام التي تردّ بها الشهادة ويحصل بها الفسق.
Pendapat pertama :
ketika melebihi masafatul qosr atau kurang dari itu, akan tetapi ada udzur, seperti takut izin kpd wali, dan si calon istri mengizini, dan hakim diwilayah lain mengawinkannya dgn lelaki yg sekufu’, maka sah.
Pendapat kedua :
(ibn ziyad), ketika si perempuan sdh minta dinikahkan kpd lelaki yg sekufu’ kpd wali nya, akan tetapi si wali enggan utk menikahkannya, dan ia kesulitan utk mendapatkan izin dari sang wali, kemudian mrk (calon suami istri) pergi ke masafah yg jauh (masafatul qosr), maka sah (dgn syarat si hakim daerah lain diizini mengawinkan oleh si calon istri tsb, dan si calon suami sekufu’).
AKAN TETAPI walaupun seperti itu hukumnya, perbuatan ini adalah salah satu perbuatan yang TDK DIHALALKAN dalam agama dan TDK DIRIDHOI, bahkan perbuatan tersebut
adalah merupakan DOSA BESAR yang
dengan dosa tersebut, pelakunya akan TERTOLAK KESAKSIANNYA dan ia dihukumi SEBAGAI ORG FASIQ.
Perlu diketahui dalam tatacara pengangkatan seorang menjadi hakim (muhakkam) adalah ketika di daerah setempat tidak ada hakim yg adil dan tidak memeras dg biaya yg mahal. Adapun jika msh ada hakim yg adil yaitu setara dg ketua KUA setempat, maka hkumnya wajib menggunakan hakim dan tidak boleh dg muhakkam.
Jika terpenuhi persyaratan utk mengangkat seorang muhakkam, maka tatacaranya adalah sbg berikut :
1. Harus seorang yg adil dan memenuhi dan syarat2 mjd seorang saksi.
2. Mempelai laki2 harus yg sekufu’ dengan si perempuan.
3. Kedua mempelai terlebih dulu menyatakan diri mengangkatnya sbg muhakkam diantara keduanya.
4. Setelah adanya pengangkatan sbg muhakkan dari kedua mempelai, si perempuan memberikan izin untuk menikahkan dg calon mempelai laki2nya.
Wallahu a’lamu bisshowab..