PERTNYAAN :
Assalamualaikum ustadz..
wajib zakatkah harta2 TKI
atau harta dari profesi itu?
JAWABAN :
Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh..
Hukum :
Pada dasarnya, semua hasil pendapatan halal yang mengandung unsur mu’awadhah (tukar-menukar) baik dari hasil kerja profesional / non profesional maupun hasil industri jasa dalam segala bentuknya yang telah memenuhi persyaratan zakat, antara lain mencapai jumlah 1 (satu) nishab dan niat tijarah dikenakan zakat.
Akan tetapi realitanya jarang yang bisa memenuhi persyaratan tersebut lantaran tidak terdapat unsur tijarah (pertukaran harta terus-menerus untuk memperoleh keuntungan)
Hasil pendapatan kerja dan jasa (yang telah memenuhi persyaratan) dalam konteks zakat digolongkan zakat tijarah yang berpedoman pada standar nishab emas.
Dasar Pengambilan Hukum
1. Mughnil Muhtaj 1/398
2. I’anatuth Thalibin 2/173
3. Mauhibah Dzil Fadhal 4/31
قوله والإجارة لنفسه أو ماله
أي فإذا آجر نفسه بعوض بقصد التجارة صار ذلك العوض مال تجارة قال في التحفة والمال ينقسم إلى عين ومنفعة وإن آجرها فإن كانت الأجرة نقدا عينا أو دينا حالا أو مؤجلا تأتي فيه ما يأتي أي من التفصيل أو عرضا فإن استهلكه أو نوى قنيته فلا زكاة وإن نوى التجارة فيه استمرت زكاة التجارة وهذا في كل عام
(Ungkapan Penulis: “Dan menyewakan diri atau hartanya.”)
Yakni jika seseorang menyewakan dirinya dengan suatu imbalan dengan maksud tijarah, maka imbalan tersebut menjadi harta tijarah.
Ibnu Hajar al-Haitami dalam Tuhfahul Muhtaj mengatakan: “Harta itu terbagi 2 (dua) macam; benda dan manfaat. Jika seseorang menyewakannya, maka jika upahnya berupa mata uang kontan atau dengan dihutang langsung atau bertempo, maka padanya berlaku perincian hukum. Atau berupa barang, maka jika ia menghabiskannya atau berniat menyimpannya, maka tidak ada kewajiban zakatnya. Dan jika meniati tijarah padanya, maka zakat tijarah terus berlaku padanya, dan ini berlangsung setiap tahun.
4. Minhajul Qawim pada Mauhibah Dzil Fadhal 4/31-32
5. Tuhfatul Muhtaj dan Hawasyi Syarwani 3/295-296
Sumber : Ahkamul Fuqaha halaman 594 s/d 600 : Hasil Keptusan Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta 25-28 Juli 2002 / 14-17 Rabiul Akhir 1423 Tentang : MASAIL DINIYYAH WAQI’IYYAH. Wallaahu A’lam
•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Semua bentuk penghasilan halal wajib di keluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
Waktu Pengeluaran Zakat :
1. Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab.
2. Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama setu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.
Kadar Zakat :
FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 3 Tahun 2003 Tentang ZAKAT PENGHASILAN :
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5%.
Fatwa 1 :
Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. Fatwa ini sesuai dengan madzhab Syafi’i :
وكل مال وجبت زكاته بحول ونصاب جاز تقديم الزكاة على الحول بعد ملك النصاب لحول واحد
Semua harta yang wajib dizakati saat telah haul (setahun) dan mencapai nishob, BOLEH dizakati diawal (misal saat menerima) setelah memiliki senishab untuk satu tahun.
Dari sini ZAKAT PROFESI itu BOLEH dengan syarat telah memiliki senishob (kira-kira 45 juta). Jika penghasilannya tidak mencapai 45 juta ya tidak sah zakat profesi, kecuali tabungannya banyak.
Fatwa 2.
Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Dari fatwa ke-2 ini, maka TKW, PNS, dll yang gajinya kurang dari 45 juta ia membayar zakatnya dari penghasilan bersih (tabungan) di akhir tahun jika mencapai nishob. Ini seperti zakat mal biasa, bukan zakat profesi.
Wallahu a’lamu bisshowab..