DEWAN PIMPINAN PUSAT
IKATAN ALUMNI BATA-BATA

CARA WUDUK DAN SHOLAT BAGI PENDERITA PENYAKIT BESER ATAU PROSTAD

PERTANYAAN : Assalamualaikum ustadz.. Mau nanya, Bagaimana cara wudu’nya orang yang punya penyakit prostad/beser (kencingnya pakai sellang) dan bagaimana cara sholatnya?” JAWABAN : Waalaikumussalam warohmatullahi wabarokatuh. Dari sudut pandang syariah, orang yang menderita beser termasuk udzur dan diberlakukan hukum dan dispensasi khusus sebagaimana yang berlaku pada wanita istihadah. Al-Jaziri dalam Al-Fiqh alal Mazahib al-Arba’ah, hlm. 1/81, mengutip pendapat mazhab Syafi’i sbb:

الشافعية قالوا : ما خرج على وجه السلس يجب على صاحبه أن يتحفظ منه بأن يحشو محل الخروج ويعصبه : فإن فعل ثم توضأ . ثم خرج منه شيء فهو غير ضار في إباحة الصلاة وغيرها بذلك الوضوء . إنما يشترط لاستباحة العبادة بهذا الوضوء شروط

Artinya: Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa air yang keluar karena beser maka wajib dijaga dengan cara menutup tempat keluarnya dan mengikatnya dengan kain. Apabila ia sudah melakukan itu lalu berwudhu, lalu keluar sesuatu (kencing) darinya maka itu tidak merusak kebolehan shalat dan lainnya dengan wudhu tersebut. Namun diberlakukan sejumlah syarat untuk bolehnya ibadah dengan cara wudhu seperti ini Adapun syarat-syaratnya sebagai berikut: (a) Saat masuk waktu shalat fardhu, sebelum mengambil air wudhu, terlebih dahulu siapkan baju dan pakaian dalam yang suci. (b) bersihkan jalan keluar air kencing (cebok) dengan bersih. (c) jalan keluar air kencing disumbat dengan kapas bagi wanita atau gunakan kain seperti kain perban untuk laki-laki atau yang lebih praktis gunakan pampers untuk dewasa, barulah menggunakan pakaian dalam yang bersih dan suci. (d) Mengambil air wudhu secara sempurna. (e) Segera lakukan shalat. CATATAN PENTING ; – Wudhu khusus penderita beser ini hanya berlaku untuk satu kali salat wajib. Namun bisa ditambah dengan shalat sunnah berkali-kali. – Niat wudhunya adalah [نويت بوضوئي أن يبيح الشارع لي به الصلاة] “Saya niat wudhu untuk bolehnya shalat”. Niat khusus ini dilakukan karena memang ini bukan wudhu yang sebenarnya. Tapi wudhu dispensasi Islam agar bisa melaksanakan shalat dengan wudhu khusus ini. – Antara cebok, menutup kemaluan dengan kain, wudhu dan kemudian shalat harus dilakukan dengan tertib dan segera (muwalat). Tidak boleh ada perbuatan lain yang menyelanya. Kalau itu dilakukan maka batal wudhunya. Kecuali kalau perbuatan penyela itu ada kaitan dengan shalat. Misalnya, setelah wudhu ia berjalan menuju masjid. Atau setelah wudhu ia diam menunggu imam untuk shalat berjamaah, maka diamnya itu tidak membatalkan wudhu. – Menyumbat lobang kencing dengan kapas itu dilakukan apabila tidak sedang puasa. Kalau sedang pua Teks Arab dan uraian detail dari madzhab Syafi’i dan non-Syafi’i lihat di sini. Al-Bakri (mazhab Syafi’i) dalam Ianah At-Thalibin Syarah Fathul Muin, 1/47 menyatakan:

وحاصل ما يجب عليه – سواء كان مستحاضة أو سلسا – أن يغسل فرجه أولا عما فيه من النجاسة، ثم يحشوه بنحو قطنة – إلا إذا تأذى به أو كان صائما – وأن يعصبه بعد الحشو بخرقة إن لم يكفه الحشو لكثرة الدم، ثم يتوضأ أو يتيمم، ويبادر بعده إلى الصلاة، ويفعل هكذا لكل فرض وإن لم تزل العصابة عن محلها.

Artinya: Adapun hasil (kesimpulan) sesuatu yang wajib atasnya (Daimul hadas) itu sama saja ada pada Istihadoh (berdarah penyakit) atau orang yang terus menerus kencing agar dibasuhnya farjinya lebih dulu dari najis, kemudian disumpal dengan seumpama kapas kecuali jika hal tersebut menyakitinya atau sedang berpuasa. Dan hendaknya mengikat atau membalut (kemaluan) dengan kain perca jika sekiranya tidak cukup untuk disumpal saja, karena banyaknya darah, kemudian segeralah berwudu dan sesudah itu bersegeralah sholat. Lakukan hal ini untuk setiap satu shalat fardhu walaupun perban atau pembalut masih tetap berada di tempatnya. Tata Cara Orang yang Terkena Istihadho atau Beser sebagai berikut ; Orang yang beser. Cara yang harus dilakukan adalah dengan mensucikan kemaluan/farji, setelah itu disumbat dengan pembalut atau kapas. Barulah kemudian berwudlu dengan menyegerakan shalat. Penderita keputihan dan orang yang beser tidak boleh menunda-nunda shalat setelah berwudlu, kecuali untuk kemaslahatan shalat seperti menjawab adzan atau menunggu jamaah. Dasar Pengambilan :

( قَوْلُهُ وَرُطُوبَةٍ فَرْجٍ) هِيَ مَاءٌ أَبْيَضُ مُتَرَدِّدٌ بَيْنَ الْمَذْيِ وَالْعَرَقِ وَمَحِلُّ ذَلِكَ إذَا خَرَجَتْ مِنْ مَحَلٍّ يَجِبُ غَسْلُهُ ، فَإِنْ خَرَجَتْ مِنْ مَحِلٍّ لَا يَجِبُ غَسْلُهُ فَهِيَ نَجِسَةٌ ؛ لِأَنَّهَا رُطُوبَةٌ جَوْفِيَّةٌ وَهِيَ إذَا خَرَجَتْ إلَى الظَّاهِرِ يُحْكَمُ بِنَجَاسَتِهَا وَإِذَا لَاقَاهَا شَيْءٌ مِنْ الطَّاهِرِ تَنَجَّسَ. حاشية الجمل. الجز 2.صفحة 149.

(Pernyataan cairan dalam kemaluan) yaitu cairan putih yang ambigu antara madzi dan keringat. Titik tekan masalah ini, yaitu ketika cairan itu keluar dari tempatnya yang wajib membersihkannya. Apabila cairan itu keluar dari tempat yang tidak wajib dibersihkan maka dihukumi najis, karena hal itu merupakan cairan dari dalam. Apabila cairan itu keluar dari anggota dzahir, maka dihukumi najis. Apabila sesuatu yang suci bersentuhan dengannya maka menjadi mutanajis. Dasar Pengambilan:

والاستحاضة كسلس فلا تمنع ما يمنعه الحيض فيجب أن تغسل مستحاضة فرجها فتحشوه فتعصبه بشرطهما فتطهر لكل فرض وقته وتبادر به ولا يضر تأخيرها لمصلحة كستر وانتظار جماعة. منهج الطلاب. الجز 1. صفحة 26.

Istihadzah (darah penyakit) itu seperti orang yang beser, maka orang yang istihadzah tidak tercegah melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang haid. Maka wajib bagi seorang yang istihadzah untuk mensucikan farjinya, menyumpal dan membalutnya sesuai dengan syarat-syaratnya, kemudian berwudlu. Hal ini wajib dilakukan setiap akan menjalankan shalat fardlu dan bersegera menjalankannya. Mengakhirkan shalat (setelah wudlu) diperboleh bila untuk kemaslahatan seperti menutup aurat atau menunggu jamaah.

والأصل في النية حديث الصحيحين المشهور « إنما الأعمال بالنيات » ( ومن دام حدثه كمستحاضة ) ومن به سلس البول ( كفاه نية الاستباحة ) كغيره ( دون الرفع ) لبقاء حدثه ( على الصحيح فيهما ) وقيل : لا تكفي نية الاستباحة ، بل لا بد من نية الرفع معها لتكون نية الرفع للحدث السابق ونية الاستباحة للاحق . وقيل : تكفي نية الرفع لتضمنها لنية الاستباحة . ( ومن نوى تبردا مع نية معتبرة ) كنية مما تقدم ( جاز ) له ذلك أي لم يضره في النية المعتبرة ( على الصحيح ) لحصوله من غير نية . والثاني يضره للإشراك في النية بين العبادة وغيرها ونية التنظيف كنية التبرد فيما ذكر ( أو ) نوى ( ما يندب له الوضوء كقراءة ) أي نوى الوضوء لقراءة القرآن أو نحوها ، ( فلا ) يجوز له ذلك ، أي لا يكفيه في النية ( في الأصح ) لأن ما يندب له الوضوء جائز مع الحدث فلا يتضمن قصده قصد رفع الحدث ، والثاني يقول قصده حالة كماله ، فيتضمن قصده ما ذكر . حاشيتان قليوبي وعميرة – الجزء الأول – ص 52 – 53

Wallahu a’lamu bisshowab..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

#TERKINI

#WARTA

#HUKUM